Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Bila anak Anda didiagnosis mengalami autisme, tak perlu berkecil hati. Sebab, dengan penanganan yang tepat, bukan tidak mungkin, anak dengan autisme bisa berkembang dengan optimal dan berprestasi di bidang yang diminati.
Meski begitu, gangguan spektrum autisme atau Autism Spectrum Dissorder (ASD) adalah masalah kesehatan yang cukup kompleks. Sehingga, orang tua bisa saja punya banyak pertanyaan seputar autisme dan belum tahu jawabannya.
kumparanMOM merangkum beberapa pertanyaan yang kerap kali ditanyakan orang tua dan jawabannya menurut ahli. Yuk, simak dan pahami.
Apakah autisme merupakan penyakit menular?
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, autisme merupakan gangguan perkembangan yang menyebabkan seorang anak mengalami kesulitan dalam bersosialisasi atau berkomunikasi.
Terkait penyebabnya, faktor genetik dan lingkungan ditengarai punya andil dalam hal tersebut. Meski begitu, para peneliti hingga kini masih terus mencari tahu penyebab pastinya.
ADVERTISEMENT
Namun perlu diingat, autisme bukanlah penyakit yang disebabkan oleh virus sehingga tidak akan menular, Moms.
Umur berapa biasanya gejala autisme bisa dideteksi?
Gejala autisme seharusnya sudah bisa dideteksi sebelum anak genap berusia 3 tahun. Menurut Dokter Spesialis Anak, dr. Rudy Sutadi SpA, MARS, SPdl, orang tua harus memperhatikan patokan-patokan perkembangan anak di tiap usianya. Bila bayi tidak menunjukkan kontak mata di usia 6 bulan dan lebih suka memperhatikan benda daripada wajah orang tuanya, maka Anda perlu waspada.
"Jadi memang harus mengikuti patokan perkembangan. Coba lihat dari buku perkembangan yang dikasih RS saat anak lahir. Misal, 1 gak tercapai itu harus waspada, kemudian 2 gak tercapai, ya sudah harus minta pertolongan dokter," dr. Rudy menjelaskan kepada kumparanMOM.
Apakah autisme bisa disembuhkan?
ADVERTISEMENT
Autisme akan terus disandang oleh anak hingga dewasa. Tapi bila diberikan terapi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhannya, penyandang autisme akan bisa bersosialisasi, berkomunikasi, dan mengelola perilakunya layaknya orang normal, tumbuh mandiri bahkan berprestasi. Namun menurut dr. Rudy, semua ini dipengaruhi banyak faktor.
"Jadi kalau ditanya apakah anak autis bisa sembuh? Ya memang macam-macam faktornya. Utamanya yang berpengaruh, siapa yang melakukan assesment awal untuk mengetahui kemampuan awal anak saat itu. Mesti tahu sistematikanya, what next?" papar dokter yang mendalami terapi untuk anak autis sejak tahun 1997.
"Bila orang tua mengikuti terapi tersebut dengan baik, maka bisa 'sembuh'. 'Sembuh' dalam artian bisa masuk sekolah reguler, bisa berkembang, tidak berbeda dengan anak lain dan bisa berperan dalam masyarakat," tegasnya.
Terapi untuk anak dengan autisme, seperti apa?
Ada beberapa jenis terapi yang biasanya dibutuhkan oleh anak dengan autisme. Misalnya saja, terapi wicara, terapi sensori integrasi, atau terapi okupasi, sesuai dengan yang dibutuhkan anak.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada satu jenis terapi yang umum diberikan untuk anak dengan autisme yaitu Applied Behaviour Analysis (ABA).
"Jadi ABA itu untuk mengajarkan berbagai kemampuan. Pertama kemampuan bicara, bahasa, kemampuan akademik, kemampuan sosial, kemampuan mandiri, dan berbagai kemampuan lain," kata dr. Rudy yang juga pendiri dari Klinik KID ABA untuk terapi anak dengan autisme.
Mengutip Applied Behaviour Analysis Edu ABA adalah disiplin ilmu yang melibatkan penilaian perilaku, interpretasi analitik dari hasil, dan penerapan terapi modifikasi perilaku. Meskipun terkenal sebagai terapi perilaku terkemuka untuk gangguan spektrum autisme, ABA didukung oleh bukti empiris selama puluhan tahun dari ratusan penelitian yang membuktikan bisa digunakan untuk gangguan lain yang terkait dengan cedera otak traumatis hingga perilaku kompulsif dan adiktif.
ADVERTISEMENT
Lalu juga ada terapi Biomedical Intervension Therapy (BIT) yang menurut dr. Rudy dapat dikombinasikan dengan terapi ABA.
"Kalau BIT itu dari diet, obat, dan suplemen. Jadi kalau seperti komputer, ada software ada hardware. BIT untuk meng-upgrade hardware-nya, kemudian kita install sofware canggihnya dengan ABA. Jadi harus dua-duanya dijalankan bersama," jelasnya.
Apakah anak autis perlu diet?
Beberapa ahli meyakini bahwa autisme berkaitan dengan masalah metabolisme yang mengganggu perkembangan. Sehingga, diet makanan tertentu dibutuhkan untuk menunjang perkambangannya. Namun ada juga ahli yang berpandangan berbeda.
Bila mengacu pada Centers of Disease Control and Prevention (CDC), diet tersebut didasarkan pada gagasan bahwa alergi makanan bisa menyebabkan munculnya gejala ASD. Beberapa orang tua merasa bahwa perubahan pola makan bisa membuat perbedaan sikap pada anaknya. Yang jelas, menerapkan diet untuk anak autis harus atas rekomendasi dokter alias tidak bisa sembarangan, Moms!
ADVERTISEMENT
Makanan apa saja yang perlu dihindari anak autis?
Ada beberapa jenis makanan yang sebaiknya dihindari, yaitu makanan yang mengandung kasein, tepung, dan gula.
"Susu semua macam susu, susu sapi, susu kuda liar, susu kerbau, itu enggak boleh dan produk olahannya. Kemudian terigu atau gandum, mi, roti, biskuit, dll," jelas dr. Rudy.
"Kalau gula, segala macam gula ya diet. Mulai dari gula pasir, gula jawa, gula batu, pokoknya gula kelapa. Bahkan penggantinya, sari kurma, madu, gula buatan itu enggak boleh," tambahnya.
Menurut dr. Rudy, program diet ini memang sangat ketat. Sehingga, orang tua diminta untuk konsisten menerapakan program dietnya pada anak.
"Gluten dan kasein akan berubah jadi zat morfin pada tubuh anak autisme. Ini membentuk rantai ribuan morfin, yang berubah menjadi rantai asam amino. Dari rantai itu muncul beta morfin peptida (zat mirip morfin)," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kondisi inilah yang menimbulkan gejala seperti morfinis sehingga kemampuan berinteraksi dan komunikasi anak dengan autisme akan terkendala.
Meski tidak bisa mengonsumsi gluten dan kasein, masih banyak makanan lain yang bisa dikonsumsi anak dengan autisme. Jadi, jangan cemas, anak bakal kekurangan gizi.
Diet pada anak autisme juga tidak dilakukan seumur hidup, Moms. dr. Rudy menjelaskan bila anak remaja kognitifnya sudah baik, tahu hubungan sebab dan akibat, maka diet bisa dihentikan. Tapi, sebelum menghentikan diet, Anda harus tetap berkonsultasi dengan dokter.
Apakah anak autis perlu minum obat-obatan tertentu?
ADVERTISEMENT
Mengutip CDC, mungkin saja ada obat-obatan yang perlu dikonsumsi anak dengan autisme. Namun, pemberian obat-obatan harus sesuai dengan rekomendasi dokter, sebab kondisi setiap anak berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
Menurut dr. Rudy Sutadi, SpA, obat yang diberikan untuk anak autis bukanlah obat jenis psikiatri. Ya Moms, suplemen dan obat yang diberikan bertujuan untuk mengatasi masalah metabolisme anak.
"Nah, obat-obat yang digunakan tentunya bukan obat psikiatri. Suplemen yang kita berikan itu untuk memperbaiki metabolismenya, vitamin dan mineralnya itu untuk metabolismenya. Jadi obatnya itu ada antibiotik dan antijamur. Kemudian antibiotiknya dan anti jamur untuk mengatasi overgrowth bakteri dan jamur di ususnya. Obat-obatan tidak sepanjang hidup, ada protokolnya," jelas dr. Rudy.
Benarkah autisme lebih sering dimiliki oleh anak laki-laki?
Hingga kini sebenarnya belum ada penelitian pasti yang memastikan kenapa anak laki-laki lebih rentan terkena autisme. Para peneliti yang karya ilmiahnya diterbitkan dalam jurnal Science Translational Medicine menemukan bahwa 1 persen anak laki-laki dengan spektrum autisme memiliki mutasi gen pada kromosom X. Meski hanya 1 persen, tetapi banyak orang tua yang merasa khawatir dengan temuan ini.
ADVERTISEMENT
"Anak laki-laki mewarisi satu kromosom X dari ibu dan satu kromosom Y dari ayah mereka," Direktur Centre for Applied Genomics, yang juga tim peneliti tersebut.
"Jika kromosom X anak laki-laki kehilangan gen PTCHD1 atau ragkaian DNA terdekat lainnya, ia berisiko tinggi mengalami autisme atau bahkan cacat intelektual," jelasnya.
Sementara anak perempuan berbeda. Anak perempuan memiliki dua kromosom X, sehingga jika salah satu kromosom kehilangan gen PTCHD1, mereka selalu memiliki kromosom X kedua. Meski begitu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan hal ini.
Kenapa jumlah anak autis terus meningkat?
Bila kita merasa semakin banyak anak yang menyandang autisme di sekitar kita, ini belum tentu karena semakin banyak anak yang mengidap autisme, Moms. Tapi karena sarana kesehatan dan pemahaman tentang autisme yang kian meningkat, sehingga semakin banyak anak dengan autisme yang sebelumnya tidak terdata kini menjadi terdeteksi.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, anak-anak dengan autisme yang tidak terdeteksi bisa saja dianggap sebagai anak pendiam, pemalu atau yang lebih buruk -dicap sebagai anak nakal atau bodoh!
Sementara itu, bila merujuk pada faktor lingkungan yang ditengarai juga bisa memicu autisme, maka paparan zat kimia berbahaya yang kian banyak juga bisa meningkatkan peluang autisme.
dr. Rudy menjelaskan, "Jadi faktor genetik ini berpengaruh akan macam-macam. Ini genetik kemudian dipicu oleh lingkungan utamanya adalah senobiotik, yang mana berbagai zat yang normalnya tidak ada di dalam tubuh manusia. Merkuri dan timbal misalnya."