Tips Mendidik Anak Generasi Alfa

28 September 2022 12:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
13
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ibu dan anak bermain bersama. Foto: maroke/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu dan anak bermain bersama. Foto: maroke/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Moms, apakah anak Anda lahir di atas tahun 2010? Jika ya, artinya ia termasuk dalam golongan anak Generasi Alfa. Generasi Alfa merupakan golongan anak-anak yang lahir dari tahun 2010-2025 mendatang.
ADVERTISEMENT
Menghadapi anak Generasi Alfa menjadi tantangan besar bagi para orang tua. Anak-anak dari generasi ini lebih melek teknologi dan selalu mengandalkan dirinya sendiri. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada tumbuh kembang dan cara mendidiknya, Moms.
Tak hanya itu, menurut Psikolog Klinis Anak, Samanta Elsener, M. Psi, Psikolog, anak Generasi Alfa juga cenderung menyelesaikan masalahnya sendiri, lebih suka menyendiri, dan kurang melakukan aktivitas fisik. Akibatnya, mereka cenderung mengalami sensory processing disorder dan kurang memiliki keterampilan sosial. Maka dari itu, orang tua perlu mendampingi anak-anaknya saat bermain gadget atau menyendiri, agar stimulasinya tetap terasah.
“Anak-anak Generasi Alfa ini tantangannya kalau terpapar gadget terus tanpa pendampingan orang tua jadi susah ngomong, speech delay, gangguan sensorik, interaksi sosialnya pun terbatas, dan macam-macam turunannya yang mempengaruhi tingkat konsentrasi dan motivasi belajarnya,” kata Samantha, saat peluncuran susu formula Biostime, Selasa (20/9).
ADVERTISEMENT
Lalu, selain meluangkan waktu untuk terus mendampingi si kecil, bagaimana cara mengatasi perilaku anak Generasi Alfa?

Tips Mendidik Anak Generasi Alfa

1. Pahami emosi anak
Ilustrasi ibu dan anak. Foto: Shutter Stock
Menurut Samanta, hal utama yang perlu diperhatikan orang tua saat menghadapi anak Generasi Alfa adalah memahami emosi anak. Sebab, anak Generasi Alfa cenderung mempunyai perasaan yang sensitif dan memiliki daya ingat tinggi bila terjadi kesalahan atau hal yang menyinggung hatinya.
“Jadi memang masalah regulasi emosi anak itu jadi masalah nomor satu ya. Kata kuncinya satu aja deh kita harus sabar, jangan sampai membentak, jangan sampai memarahi atau meneriaki anak karena kalau kita seperti itu, anak Generasi Alfa tuh sensitif, hal itu akan terus diingat dan dibahas terus sampai 10 tahun kemudian karena daya ingatnya tinggi,” kata Samanta.
ADVERTISEMENT
Selain itu, hal ini tentunya akan menimbulkan spekulasi ataupun pertanyaan dalam benak anak beberapa tahun kemudian, misalnya ‘Mama kenapa dulu ngomong kayak begitu ke aku?’. Sehingga, Samanta menegaskan bahwa pertanyaan ‘Kenapa?’ dari anak itu penting untuk dijawab untuk memberikan pemahaman tentang dunia luar dan kondisi yang sebenarnya.
“Jadi, kalau misalkan kita kasih ekspresi kayak membentak anak, kita dianggap seperti tidak peduli, dan dia akan mengingat terus, mama kenapa dulu begitu, makanya pertanyaan kenapa itu sangat penting dijawab,” tegas Samanta.
Lebih lanjut, Samanta juga berpesan bahwa orang tua juga boleh bertanya balik ke anak, misalnya ‘Kenapa sih kamu suka nanya terus?’. Dengan seperti itu, si kecil akan sadar bila ternyata dirinya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
ADVERTISEMENT
2. Cari informasi yang luas seputar cara meningkatkan kemampuan anak
Ilustrasi ibu dan anaknya bermain sambil rebahan. Foto: Shutterstock
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, anak Generasi Alfa akan lebih suka menyendiri dengan gadget yang dimilikinya. Oleh karenanya, orang tua perlu memberikan beragam jenis aktivitas atau kegiatan menarik untuk meningkatkan dan mengetahui kemampuan anak di bidang lain. Dengan cara seperti ini, interaksi sosial anak pun juga akan terbentuk, seperti jadi mudah diajak komunikasi, peduli dengan lingkungan sekitar, dan memahami perasaannya sendiri.
“Kita tuh juga perlu mencari informasi lainnya seputar gimana sih cara meningkatkan skill anak-anak, supaya bisa punya interaksi sosial yang oke dan emosionalnya pun terlatih. Jadi, kita perlu terbiasa untuk menanyakan perasaan anak, seperti kamu gimana perasaannya hari ini, atau misalnya kamu happy nggak,” ungkap Samanta.
ADVERTISEMENT
3. Menerapkan pola asuh yang penuh kesadaran
Ilustrasi Ibu dan anak laki-laki. Foto: Shutter Stock
Berbicara soal pola asuh, pasti setiap orang tua mempunyai pola asuh atau gaya parenting yang berbeda-beda. Tetapi, orang tua juga perlu mengetahui, memahami, dan menerapkan pola asuh yang penuh kesadaran, terutama bagi anak Generasi Alfa.
Ya Moms, pola asuh yang penuh kesadaran artinya orang tua perlu selalu sadar dalam setiap tindakan yang dilakukan kepada anak. Dengan seperti ini, Anda juga bisa mengetahui kapasitas emosi diri sendiri dan emosi anak-anak yang sebenarnya.
“Jadi orang tua yang penuh kesadaran dan menerapkan pola asuh anak yang berfokus pada emosi itu perlu kita lakukan. Kalau kita mau marah, kita ingat jangan marah, tarik nafas, ambil waktu untuk take a break. Tapi kalau misalnya keceplosan, ya langsung tenang, dan kita perlu menjauh. Itulah kenapa kalau kita pakai parenting penuh kesadaran itu jadi bisa tahu kapasitas kita dan anak sendiri,” tutup Samanta.
ADVERTISEMENT