1 Hakim Agung Dissenting Opinion, Tak Setuju Syarat Usia Peserta Pilkada Diubah

3 Juni 2024 20:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi palu sidang diketuk tanda putusan hakim dijatuhkan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi palu sidang diketuk tanda putusan hakim dijatuhkan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan terkait syarat usia peserta pilkada. Namun, putusan itu diwarnai perbedaan pendapat dari satu Hakim Agung.
ADVERTISEMENT
Atas dasar pertimbangan tersebut, MA kemudian mengabulkan permohonan tersebut. Tafsiran pasal 4 ayat 1 huruf (d) yang sebelumnya berbunyi "Sejak Ditetapkan Menjadi Calon" kini diubah menjadi "Sejak Pelantikan".
Dengan adanya putusan ini, seseorang bisa maju jadi calon kepala daerah untuk level provinsi tidak harus berusia 30 tahun pada saat pendaftaran. Tetapi, calon tersebut harus berusia 30 tahun saat pelantikan sebagai kepala daerah terpilih.
Sementara untuk level kabupaten/kota, syarat menjadi kepala daerah adalah berusia 25 tahun saat dilantik.
Majelis diketuai oleh Hakim Agung Yulius. Dengan anggota Hakim Agung Cerah Bangun dan Hakim Agung Yodi Martono Wahyunadi. Hakim Agung yang menyatakan perbedaan pendapat adalah Hakim Agung Cerah Bangun.
Hakim Agung Cerah Bangun mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion Foto: Dok PTUN Makassar
Dalam dissenting opinion-nya, Cerah Bangun mengemukakan pandangannya yang berbeda mengenai ketentuan usia dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Dalam pertimbangannya, Cerah mengacu pada Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020, yang menetapkan usia minimal 30 tahun bagi calon gubernur dan wakil gubernur, serta 25 tahun bagi calon bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali kota. Menurutnya, ketentuan ini sudah sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, tidak bertentangan.
"Frasa 'terhitung sejak penetapan Pasangan Calon' dalam PKPU tersebut diperlukan untuk melaksanakan dan menyelenggarakan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016," ujar Cerah sebagaimana dikutip dalam salinan putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024, Senin (3/6).
Ia menekankan pentingnya penambahan frasa tersebut untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi calon kepala daerah.
ADVERTISEMENT
Cerah berpendapat bahwa pengaturan usia minimal yang jelas sangat penting dalam menjamin kesetaraan dan keadilan dalam proses pemilihan kepala daerah.
"Pengaturan ini sejalan dengan prinsip 'perlakuan yang sama di hadapan hukum' dan 'kesempatan yang sama dalam pemerintahan'," tambahnya.
Ia juga menyoroti bahwa dalam praktik hukum, pembatasan usia bukan berarti meniadakan hak seseorang. Melainkan menetapkan standar yang rasional dan dibutuhkan oleh jabatan tersebut.
"Limitasi waktu perlu dan harus dirumuskan dalam norma yang disusun secara singkat, jelas, dan lugas," jelas dia.
Namun, mayoritas suara dalam majelis menilai PKPU itu bertentangan dengan UU. Menurut mayoritas hakim, aturan usia minimal harus merujuk langsung pada undang-undang tanpa tambahan frasa yang dapat menimbulkan tafsir berbeda.
Pendapat Cerah Bangun tidak mengubah hasil akhir dari putusan Majelis. Dengan suara mayoritas, Majelis memutuskan bahwa ketentuan dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2020 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
ADVERTISEMENT
"Permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon beralasan hukum untuk dikabulkan," demikian bunyi putusan MA.