PTR, Nadiem Makarim rapat dengan Komisi X

100 Hari Jokowi: Nadiem dan Otak-atik Sistem Pendidikan

31 Januari 2020 15:28 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat menghadiri Rapat kerja komisi X DPR RI, Selasa (28/1). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat menghadiri Rapat kerja komisi X DPR RI, Selasa (28/1). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu keputusan Presiden Jokowi menuai kontroversi adalah memilih seorang Nadiem Makarim menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Keputusan ini bisa dibilang mengejutkan karena biasanya sosok Mendikbud yang dipilih memiliki latar belakang pendidikan serta ormas tertentu.
ADVERTISEMENT
Ternyata Jokowi mengharapkan banyak terobosan out of the box dari Nadiem di dunia pendidikan Indonesia. Harapan ini sedikit banyak terjawab dalam 100 hari Jokowi memerintah meski implemetasi masih jauh dari sempurna.
Saat menjelaskan alasannya memilih Nadiem, Jokowi menginginkan Nadiem mengelola ribuan sekolah dan pelajar melalui teknologi.
"Kita bayangkan mengelola sekolah, mengelola pelajar, manajemen guru sebanyak itu dan dituntut oleh sebuah standar yang sama. Nah, kita diberi peluang setelah ada yang namanya teknologi aplikasi sistem yang bisa mempermudah membuat loncatan, sehingga hal-hal yang dulu dirasa tak mungkin sekarang menjadi mungkin. Itu kenapa dipilih Mas Nadiem," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Kamis (24/10).
Setelah dilantik, kebijakan yang ditelurkan Nadiem memang terkesan out of the box. Ada dua program besar yang diterbitkan Nadiem Makarim. Pertama, Konsep Merdeka Belajar untuk siswa SD-SMA kemudian Konsep Kampus Merdeka, alias Merdeka Belajar untuk perguruan tinggi. Lalu apa arti dua konsep ini?
ADVERTISEMENT
Merdeka Belajar untuk siswa SD-SMA
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat menghadiri Rapat kerja komisi X DPR RI, Selasa (28/1). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Ada 4 konsep utama yang menjadi fokus dalam konsep Merdeka Belajar. Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah penghapusan Ujian Nasional. Berikut 4 konsep utama Merdeka Belajar:
Penghapusan Ujian Nasional
Dalam konsep Merdeka Belajar bagi siswa SD-SMA, Nadiem menghapus ujian nasional sebagai indikator kelulusan. UN di tahun 2020 akan menjadi yang terakhir. Mulai 2021, UN diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Inilah yang akan menjadi indikator kelulusan.
Nadiem menjelaskan ada alasan fundamental di balik penghapusan UN. "Jadi prinsipnya, bukan wacana mengapus-hapus.Ini juga wacana memperbaiki esensi dari UN itu sebenarnya apa, untuk menilai prestasi murid atau menilai prestasi sistem?" jelas Nadiem.
Sembari menunggu sistem pengganti UN diberlakukan pada 2021 mendatang, Nadiem juga membuat sedikit perubahan di UN 2020. Jika sebelumnya soal ujian berasal dari pusat, kini ujian akan digelar oleh sekolah.
ADVERTISEMENT
UN 2020 bertujuan menilai kompetensi siswa dengan tes tertulis dan tes lainnya yang lebih komprehensif seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan lainnya). Dengan cara itu, Nadiem menilai, guru dan sekolah bisa lebih merdeka dalam memberikan penilaian hasil belajar siswanya.
Sejumlah siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMP N 2 Sukaraja, Bogor, Jawa Barat, Senin (22/4/2019). Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Sistem Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) lebih fleksibel.
Nadiem tidak akan mengganti sistem PPDB. Namun, sistem baru yang akan diberlakukan lebih fleksibel. Dalam sistem zonasi di era Nadiem, sekolah bisa menerima minimal 50 persen siswa berdasarkan zonasi, kemudian minimal 15 persen melalui jalur afirmasi dan jalur perpindahan 5 persen. Sisanya, disesuaikan dengan kondisi sekolah dan wilayah.
Perubahan sistem USBN
Penerapan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) mengalami perubahan dalam konsep Merdeka Belajar. Di bawah era Nadiem, USBN diganti dengan ujian yang diselenggarakan oleh sekolah. Dengan kebijakan ini, sekolah lebih memiliki kedaulatan terhadap siswa.
ADVERTISEMENT
Imbasnya, guru juga memiliki lebih banyak wewenang dalam memberikan penilaian. Selain itu, ujian bukan hanya melalui tes tertulis tapi bisa dalam karya tulis atau tugas kelompok.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Lagi-lagi, dalam konsep Merdeka Belajar, guru lebih berdaulat dan leluasa dalam kegiatan belajar mengajar. Di era Nadiem, dalam pembuatan RPP, guru diberi lebih banyak kebebasan dalam penyusunan dan pengembangan rencana belajar tersebut. Selain itu, RPP pun cukup 1 halaman saja.
Merdeka Belajar Perguruan Tinggi/Kampus Merdeka
Mendikbud Nadiem Makarim (kedua kiri) pada acara Peluncuran Kebijakan Merdeka Belajar untuk Perguruan Tinggi di Kemendikbud, Jakarta Pusat, Jumat (24/1). Foto: Darin Atiandina/kumparan
Konsep ini merupakan seri kedua dari rangkaian paket kebijakan Nadiem di sektor pendidikan. Kebijakan Kampus Merdeka diluncurkan di Kemendikbud 24 Januari 2020 di hadapan sejumlah rektor PTN dan PTS serta perwakilan mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Konsep ini memiliki 4 program utama, yaitu:
Program mempermudah PT untuk membuat program studi baru
Program ini dilatarbelakangi fakta sulitnya perguruan tinggi membentuk program studi baru. Padahal, Nadiem menilai kampus diberi beban untuk melahirkan lulusan berkualitas yang siap bersaing di dunia pekerjaan.
“Membuka prodi baru tantangannya besar dan sulit. Sementara perguruan tinggi ditantang untuk menjawab kebutuhan industri negara, tapi ketika mau menciptakan prodi baru proses izin dari kementerian sangat berat,” kata Nadiem saat peluncuran kebijakan.
Dengan adanya program ini, Nadiem berjanji Kemendikbud akan mempermudah pemberian izin pembentukan program studi baru. Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Misalnya, pihak kampus harus mengajak kerja sama organisasi kelas dunia, badan nirlaba kelas dunia, BUMN atau BUMD serta universitas tingkat dunia.
ADVERTISEMENT
Penyederhanaan akreditasi perguruan tinggi
Nadiem merasa sistem akreditasi perguruan tinggi selama ini terlalu rumit. Bahkan, pemberian akreditasi banyak menyita waktu dosen yang harusnya dioptimalkan untuk mengajar.
Solusi yang ditawarkan Nadiem cukup out the box. Menurut dia, kementerian bisa bekerja sama dengan industri dan asosiasi profesi untuk penerbitan akreditasi.
“Tapi itu tidak berarti bahwa pemerintah tidak akan mengetatkan monitoring. Kapan pun kalau pemerintah mendapatkan pengaduan dari masyarakat akan melaksanakan re-akreditasi,” kata Nadiem.
Mendikbud Nadiem Makarim pada acara Peluncuran Kebijakan Merdeka Belajar untuk Perguruan Tinggi di Kemendikbud, Jakarta Pusat, Jumat (24/1). Foto: Darin Atiandina/kumparan
Program PTN berstatus sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH)
Nadiem menganggap status PTN-BH menjadikan PTN menjadi lebih bebas mengembangkan kemampuan mahasiswa. Nadiem berjanji akan mempermudah perubahan status PTN-BH tersebut.
“Kita simpel, yang tadinya persyaratannya kuat dan rigid sekarang kita akan secara drastis dan mudah untuk jadi PTN-BH, bukan hanya itu akan dibantu untuk jadi PTN-BH,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Program magang mahasiswa 3 semester
Program ini bisa dibilang yang paling menuai kontroversi sejak diluncurkan. Program ini sebenarnya bersifat opsional, mahasiswa diberi kebebasan apakah akan magang 3 semester di luar kampus atau tidak.
Ada banyak hal yang bisa dilakukan mahasiswa selama tiga semester magang. Mulai dari magang di perusahaan startup, menjadi guru di desa, hingga membuat proyek dengan mahasiswa S2 atau S3. Tentunya, seluruh program ini akan berjalan dengan pendampingan dosen.
Untuk mendukung program ini, Nadiem juga telah berkoordinasi dengan sejumlah perusahaan nasional dan multinasional, termasuk start up. Menurut Nadiem, selama ini perusahaan banyak yang tidak tertarik dengan program magang mahasiswa karena durasinya yang hanya 1-2 bulan saja.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (kiri) berjabat tangan dengan Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Selama tiga semester itu, mahasiswa juga boleh mengikuti program magang lintas prodi. Nantinya, masalah penilaian akan diatur oleh rektor kampus dan perusahaan tempat magang. Nadiem menjelaskan filosofi di balik program magang 3 semester ini.
ADVERTISEMENT
“Kita ingin mengubah program S1 itu ibarat belajar berbagai gaya berenang, dan jangan cuma berenang di kolam renang (kampus) saja. Karena kondisi laut (dunia kerja) itu sangat bervariatif sehinga kenapa kita tidak melatih mereka sekali-sekali di laut bebas,” kata Nadiem.
Menanggapi berbagai terobosan sang Mendikbud, Ketua Komisi X Syaiful Huda menilai Mas Menteri harus kerja lebih keras lagi agar berbagai kebijakan tadi benar-benar bisa terimplementasi dengan baik.
"Saya khawatir terjadi bubble statement, ada gelembung statement, kebijakan yang tidak bisa di-follow secara operasional. Di level kebijakan bagus tapi menyisakan pertanyaan besar soal implementasinya," ujar Syaiful kepada kumparan.
Syaiful mengingatkan masih banyak masalah di Kemendikbud yang harusnya diselesaikan terlebih dahulu sebelum menyentuh terobosan-terobosan baru. Misalnya restrukturisasi Kemendikbud yang masih belum selesai. Kemudian sarana prasarana pendidikan yang masih mengkhawatirkan di berbagai daerah.
ADVERTISEMENT
"Sampai hari ini ada kurang lebih 175 ribu gedung sekolah statusnya rusak berat. Ada risiko peserta didik akan mengalami kecelakaan. Mas Nadiem kelihatannya mengambil priority di luar ini," jelas anggota DPR Fraksi PKB ini.
Syaiful menilai Nadiem melihat masalah pendidikan hanya dari kaca mata pendidikan di kota. Padahal mayoritas penyelenggaraan pendidikan di Indonesia ada di kampung-kampung.
Wasekjen PKB Syaiful Huda. Foto: Dok. Istimewa
Lebih lanjut, Komisi X juga mengingatkan soal tantangan besar yang akan dihadapi Nadiem. Menurut Syaiful, Nadiem harus mampu berkoordinasi dan berkomunikasi dengan dinas-dinas pendidikan di seluurh Indonesia.
"Sebab, implementasi mengenai Merdeka Belajar atau kebijakan lain itu jadi tidaknya tergantung kadis-kadisnya masing-masing. SD, SMP, SMA itu memang tanggung jawab siapa, kan Kadis," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Terpisah, Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf menanggapi positif berbagai gagasan baru yang dicetuskan Nadiem. Namun, ia mengingatkan, berbagai konsep ini harusnya didukung oleh struktur organisasi Kementerian yang memadai. Masalahnya, kata Dede, saat ini Kemendikbud masih menghadapi masalah organisasi pasca peleburan dengan Dikti.
“Sekarang terjadi perubahan eselon, hanya ada eselon 1 dan 2, eselon 3 dan 4 tidak ada. Ketika kami raker dengan Pak Menteri, staf-stafnya itu enggak tahu harus ngapain. Gagasan bagus saja asal bisa diimplementasikan,” ujar Dede kepada kumparan.
Mendikbud Nadiem Makarim usai upacara peringatan hari guru di Kemendikbud. Foto: Abyan Faisal Putratama
Selain itu, anggota Fraksi Demokrat ini menilai sebenarnya ada segudang pekerjaan rumah yang harusnya menjadi prioritas Nadiem sebagai Mendikbud.
Sebab, masalah ini sudah menahun dan bertahun-tahun tak terselesaikan. Ia mencontohkan, masalah guru honorer yang belum selesai, bangunan sekolah di pelosok yang belum merata, kualitas guru yang belum merata, implementasi Kartu Indonesia Pintar.
ADVERTISEMENT
“Jadi sebelum bicara konsep-konsep baru, ini pekerjaan pekerjaan rumah yang belum selesai mbok diselesaikan dulu,” kata Dede.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten