100 Orang Tewas hingga 20 Ribu Mengungsi, Apa yang Terjadi di Kolombia?

21 Januari 2025 15:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Orang-orang yang mengungsi akibat kekerasan di kota-kota di wilayah Catatumbo, tempat pemberontak Tentara Pembebasan Nasional, atau ELN di salah satu Stadion Colombia, Minggu (19/1/2025). Foto: Fernando Vergara/AP Photo
zoom-in-whitePerbesar
Orang-orang yang mengungsi akibat kekerasan di kota-kota di wilayah Catatumbo, tempat pemberontak Tentara Pembebasan Nasional, atau ELN di salah satu Stadion Colombia, Minggu (19/1/2025). Foto: Fernando Vergara/AP Photo
ADVERTISEMENT
Kolombia menghadapi gelombang kekerasan besar. Hingga Selasa (21/1), lebih dari 100 orang tewas dan hampir 20 ribu warga terpaksa mengungsi.
ADVERTISEMENT
Krisis itu merupakan akibat pertempuran sengit antara kelompok gerilya pemberontak di wilayah perbatasan dengan Venezuela.
Konflik telah berlangsung selama lima hari, dan mengancam proses perdamaian yang tengah dibangun di negara Amerika Selatan itu.

Apa yang Terjadi?

Tentara dikerahkan di Tibu, Kolombia, Senin, 20 Januari 2025, menyusul serentetan serangan gerilyawan yang menewaskan puluhan orang dan memaksa ribuan orang mengungsi dari rumah mereka di wilayah Catatumbo. Foto: Fernando Vergara/AP Photo
Kerusuhan diduga kuat dipicu oleh pembantaian satu keluarga di wilayah Catatumbo, Norte de Santander.
Seorang pengusaha, istrinya, dan bayi mereka yang baru berusia enam bulan ditemukan tewas ditembak di pinggir jalan.
Tuduhan awal mengarah ke kelompok pemberontak Tentara Pembebasan Nasional (ELN).
Namun ELN membantah dan menuding pemberontak lainnya—faksi pembangkang FARC, sebagai pelaku dalam upaya mencemari nama mereka.
Sejak peristiwa itu, wilayah perbatasan Kolombia-Venezuela berubah menjadi zona perang.
Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) adalah kelompok gerilya Marxis yang berdiri pada 1964 dan selama puluhan tahun berperang melawan pemerintah Kolombia.
ADVERTISEMENT
Pada 2016, FARC menandatangani kesepakatan damai dan sebagian besar anggotanya mendirikan partai politik. Namun, beberapa faksi pembangkang menolak damai dan tetap melakukan aktivitas bersenjata serta perdagangan narkoba.
Anggota kelompok pembangkang FARC Segunda Marquetalia berbaris di sebuah lahan pertanian di Llorente, daerah pedesaan di kota pelabuhan Tumaco, departemen Narino, Kolombia, pada tanggal 31 Agustus 2024. Foto: Joaquin Sarmiento/AFP
Sementara ELN adalah kelompok gerilya sayap kiri di Kolombia yang juga didirikan pada 1964, terinspirasi oleh Revolusi Kuba.
ELN dikenal sebagai kelompok pemberontak terbesar yang masih aktif setelah FARC menandatangani perjanjian damai pada 2016. Mereka terlibat dalam penculikan, pemerasan, dan perdagangan narkotika untuk membiayai operasi mereka.
Meski dulu sempat bersekutu, ELN dan faksi pembangkang FARC kini saling serang dalam perebutan wilayah dan kendali atas perdagangan narkotika.

‘ELN Pilih Perang, Maka Perang Akan Mereka Hadapi’

Gustavo Petro pada 30 Oktober 2011, di Bogota, Kolombia. Foto: GUILLERMO LEGARIA / AFP
Situasi yang semakin tak terkendali membuat Presiden Gustavo Petro mengumumkan keadaan darurat nasional pada Senin (20/1).
Dalam pidatonya, Petro menegaskan pemerintah tidak akan tinggal diam.
ADVERTISEMENT
“ELN telah memilih jalan perang, dan perang akan mereka hadapi,” tegas Petro, seperti dikutip dari AFP.
Pemerintah segera mengerahkan 5.000 tentara ke wilayah konflik untuk menekan pertempuran dan melindungi warga sipil.
Selain itu, mereka memberlakukan pembatasan gerak di beberapa daerah guna mengurangi risiko korban jiwa lebih banyak.
Para pengungsi dari bentrokan baru-baru ini antara gerilyawan sayap kiri yang saling bersaing, menunggu di luar Stadion General Santander di Cucuta, provinsi Norte de Santander, Kolombia, Senin (20/1/2025). Foto: FERLEY OSPINA/AFP
Di tengah baku tembak yang terus berkecamuk, ribuan warga terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Dengan barang seadanya, pada akhir pekan mereka mulai berjalan kaki, naik perahu, atau menumpang truk untuk mencari tempat yang lebih aman.
“Sebagai warga Kolombia, sangat menyakitkan bagi saya meninggalkan tanah kelahiran saya,” ujar seorang petani berusia 45 tahun yang mengungsi ke Venezuela, mengutip AFP.
Banyak pengungsi kini tinggal di tempat penampungan sementara dengan kondisi tak layak. Organisasi kemanusiaan telah bergerak untuk memberikan bantuan tapi terhambat tantangan logistik dan keamanan.
Para relawan menyortir pakaian yang disumbangkan untuk warga Kolombia yang mengungsi akibat serangan pemberontak Tentara Pembebasan Nasional (ELN), di Stadion General Santander, di Cucuta, Kolombia, Senin (20/1/2025). Foto: Carlos Eduardo Ramirez/REUTERS

Perang Kokain, Pemerasan, dan Perebutan Wilayah

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Para analis menilai konflik di Kolombia tak lagi berbasis ideologi seperti puluhan tahun lalu.
Kini yang terjadi adalah perebutan wilayah dan sumber pendapatan ilegal, terutama dari perdagangan kokain dan pemerasan.
FARC dan ELN sebelumnya memiliki kesepakatan tak tertulis untuk berbagi wilayah. Namun, sejak FARC menandatangani perjanjian damai pada 2016, kekosongan kekuasaan mulai muncul.
ELN memperluas pengaruhnya, sementara faksi pembangkang FARC yang menolak damai berusaha merebut kembali kendali.
Konflik ini juga dikaitkan dengan kepentingan Venezuela.
Beberapa laporan intelijen Kolombia menyebut ELN mendapat dukungan dari pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.
Presiden Venezuela Nicolas Maduro merayakan kemenangannya setelah pemilihan presiden di Caracas, Venezuela, Senin (29/7/2024). Foto: Fausto Torrealba/REUTERS
ELN menggunakan wilayah Venezuela sebagai basis perlindungan dan jalur logistik untuk operasinya di Kolombia.
Sejak terpilih pada 2022, Presiden Petro mendorong kebijakan perdamaian total, yakni negosiasi dengan berbagai kelompok bersenjata untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung lebih dari enam dekade.
ADVERTISEMENT