17,22% Anggota DPR Terkait Politik Dinasti, Terbanyak NasDem

17 Februari 2020 16:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sesi diskusi tentang perpolitikan mutakhir Indonesia dalam peluncuran Nagara Institute, di Hutan Kota Plataran, Senayan, Jakarta. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sesi diskusi tentang perpolitikan mutakhir Indonesia dalam peluncuran Nagara Institute, di Hutan Kota Plataran, Senayan, Jakarta. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebuah lembaga survei baru, Nagara Institute, memaparkan hasil penelitian tentang politik dinasti di Indonesia. Hasil penelitian itu menunjukkan 17,22 persen anggota DPR RI hasil Pemilu 2019 berkaitan erat dengan politik dinasti.
ADVERTISEMENT
Nagara Institute menemukan sebesar 17,22 persen hasil pemilihan DPR RI 2019 terpapar politik dinasti atau 99 dari 575 anggota legislatif terpilih memiliki hubungan dengan pejabat publik,” kata Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faisal di Kawasan GBK, Jakarta Pusat, Senin (17/2).
Nagara Institute diprakarsai oleh mantan anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, Akbar Faisal, bersama beberapa peneliti bidang politik.
Nagara Institute mengungkapkan trend politik dinasti sejak 2007 sampai 2014 terus mengalami kenaikan. Pada 2007 ditemukan 27 kasus kemudian menjadi 51 kasus di 2014, dan terakhir pada 2019 bertambah menjadi 99 kasus.
Sesi diskusi tentang perpolitikan mutakhir Indonesia dalam peluncuran Nagara Institute, di Hutan Kota Plataran, Senayan, Jakarta. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Nagara Institute juga memetakan politik dinasti dengan partai politik yang ada. Anggota NasDem menjadi yang paling banyak dengan sebesar 33,90 persen atau 20 dari total 59 kursi Fraksi NasDem di DPR RI memiliki hubungan dengan pejabat publik.
ADVERTISEMENT
Di bawah NasDem, ada PPP dengan 31,58 persen, kemudian Golkar 21,18 persen, Demokrat 18,52 persen, PAN 18,18 persen, Gerindra 16,67 persen dan PDIP 13,28 persen.
Sementara PKB dan PKS menjadi partai yang paling sedikit anggotanya yang memiliki hubungan dengan pejabat publik yakni 5,17 persen dan 8,00 persen.
Akbar Faisal mengungkapkan alasan Nagara Institute membicarakan politik dinasti dalam peluncurannya. Menurutnya hal ini sebagai upaya dalam menyelamatkan demokrasi Indonesia.
“Kenapa kami mengangkat soal oligarki? Karena sebagai manusia politik saya harus mengakui bahwa ada bagian yang penting yang kita mulai abaikan dari situasi perpolitikan kita yaitu oligarki partai politik. Salah satunya adalah tentang dominasi dinasti,” ungkap Akbar.
Akbar menuturkan, politik dinasti membuat demokrasi tak lagi berjalan secara sehat. Para pemegang finansial atau pemegang kekuasaan partai terus membangun oligarki di lingkarannya serta mengintervensi berbagai urusan pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Akbar menegaskan diperlukan perhatian serius dan upaya untuk menekan agar politik dinasti di Indonesia tidak semakin meningkat.
“Kami menawarkan sebuah langkah 'Selamatkan Indonesia' agak bombastis, tapi jujur tolong ini jangan dianggap sepele. Sebab kalau kita tidak lakukan ini, pada suatu saat Indonesia tidak seperti yang kita bayangkan. Batalkan seluruh regulasi yang memfasilitasi dominasi oligarki dalam pengisian jabatan publik,” pungkasnya.
Dalam acara peresmian Nagara Institute juga dihadiri oleh Ketua MPR, Bambang Soesatyo; Waketum Golkar, Rizal Mallarangeng; eks anggota DPR, Fahri Hamzah dan Agun Gunandjar; Sekjen Partai Perindo Ahmad Rofiq, perwakilan Kemendagri, KPU, Bawaslu, DKPP, peneliti Effendi Gazali serta beberapa tokoh lainnya.