2 Hakim PN Jaksel Dituntut 8 Tahun Penjara

13 Juni 2019 15:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa Hakim PN Jakarta Selatan nonaktif Iswahyu Widodo (kanan) berbincang dengan kuasa hukumnya. Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa Hakim PN Jakarta Selatan nonaktif Iswahyu Widodo (kanan) berbincang dengan kuasa hukumnya. Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jaksa KPK menuntut dua orang hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Iswahyu Widodo dan Irwan, pidana penjara delapan tahun atas perkara suap penanganan kasus di PN Jaksel. Keduanya juga dituntut denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
Selain dua hakim, jaksa menuntut seorang panitera pengganti PN Jaktim Muhammad Ramadhan; advokat bernama Arif Fitriawan; dan Direktur PT Asia Pacific Mining Resources (PT APMR) Martin P Silitonga. Ketiganya diyakini terlibat dalam perkara tersebut.
Jaksa menuntut Ramadhan dengan 6 tahun penjara dan denda Rp 20 juta subsider 4 bulan kurungan. Sementara Martin dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan. Kemudian, Arif dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan.
Jaksa menilai kedua hakim terbukti menerima suap dari Martin dan Arif. Sementara Ramadhan dinilai terbukti menjadi perantara suap. Dalam sidang tuntutan, jaksa juga menolak permohonan Justice Collabolator (JC) yang diajukan oleh Iswahyu dan Ramadhan.
ADVERTISEMENT
"Menuntut agar majelis hakim menyatakan para terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata jaksa KPK Taufiq Ibnugroho saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/6).
Terdakwa Hakim PN Jakarta Selatan nonaktif Irwan (kiri). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Menurut jaksa, suap diberikan agar Iswahyu, Irwan, dan Ramadhan membantu memenangkan perkara perdata yang sedang diurus Martin dan Arif di PN Jaksel. Perkara yang sedang diurus yakni Nomor 262/Pid.G/2018/PN Jaksel mengenai gugatan pembatalan perjanjian akuisisi antara CV Citra Lampia Mandiri (CLM) dan PT Asia Pacific Mining Resources.
Jaksa menjelaskan, Iswahyu dan Irwan menerima suap dari Martin dan Arif berupa uang sebesar Rp 150 juta dan SGD 47 ribu. Sementara Ramadhan disebut menerima Rp 30 juta dari Martin dan Arif sebagai perantara suap.
ADVERTISEMENT
Perbuatan Iswahyu, Irwan, dan Ramadhan dianggap melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara Martin dan Arif dianggap melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dua terdakwa Hakim PN Jakarta Selatan nonaktif Iswahyu Widodo (kedua kanan) dan Irwan (kanan) dan penyuap Martin P Silitonga (kedua kiri) di Pengadilan Tipikor. Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Hal yang memberatkan tuntutan adalah mereka tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Khusus untuk Iswahyu dan Irwan, keduanya merupakan tumpuan dalam mencari keadilan akan tetapi terlibat kasus korupsi. Sedangkan Martin sedang menjalani kasus pidana lainnya.
Sedangkan hal yang meringankan mereka ialah mempunyai tanggungan keluarga. Lalu untuk Iswahyu, Irwan, Ramadhan, dan Arif belum pernah dihukum.
ADVERTISEMENT
Kasus ini bermula saat Martin dan Arif mengurus gugatan pembatalan perjanjian akuisisi antara CV CLM dan PT Asia Pacific Mining Resources di PN Jaksel. Sidang saat itu dipimpin oleh hakim Iswahyu dengan hakim anggota Irwan dan Achmad Guntur.
Suap penanganan perkara itu bermula saat Arif selaku kuasa hukum Martin menemui Ramadhan untuk meminta bantuan memenangkan perkara yang diurusnya. Meski Ramadhan bertugas di PN Jaktim, dia pernah lama bekerja di PN Jaksel sehingga mempunyai akses kepada hakim termasuk kepada Iswahyu dan Irwan.
Ramadhan kemudian menyanggupi permintaan Arif dan menyampaikan kepada Iswahyu. Namun, Iswahyu menginstruksikan Ramadhan berkoordinasi dengan Irwan.
"Atas penyampaian itu, terdakwa II (Irwan) bertanya kepada Muhammad Ramadhan 'Duitnya berapa?'," kata jaksa.
Terdakwa perantara dan penyuap dua hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Arif Fitrawan (kiri). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Ramadhan lantas menyebut bahwa uang yang akan disiapkan adalah Rp 150 juta untuk putusan sela dan Rp 500 juta untuk putusan perkara. Ramadhan menyampaikan kepada Irwan bahwa yang mengurus uang adalah Arif.
ADVERTISEMENT
Ramadhan kemudian menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada Arif yang menyampaikan kembali kepada Martin. Atas permintaan uang itu, Martin menyetujuinya.
Uang sebesar Rp 210 juta kemudian dikirim Martin kepada Arif. Oleh Arif, sebesar Rp 200 juta diberikan kepada Ramadhan. Namun, hanya Rp 150 juta yang diserahkan oleh Ramadhan kepada Irwan di parkiran Kemang Medical Center pada 31 Juli 2018.
Setelah itu, Irwan bertemu Iswahyu dan membahas soal uang tersebut. Uang Rp 150 juta itu dibagi dua, Rp 40 juta diberikan untuk Irwan, sementara sisanya Rp 110 juta diambil Iswahyu.
Pada 15 Agustus 2018, putusan sela digelar. Putusannya sesuai dengan permintaan Arif, yakni eksepsi para tergugat ditolak dan majelis hakim menyatakan berwenang mengadili perkara yang sedang diurus.
ADVERTISEMENT
Untuk mengurus perkara putusan akhir, Arif menemui Martin terkait uang Rp 500 juta. Arif pun kemudian menemui Ramadhan untuk menyampaikan bahwa uang sudah siap. Ramadhan kemudian menyampaikan kepada Arif perlu adanya uang untuk entertain untuk dirinya.
"Ramadhan menyampaikan kepada Arif Fitrawan, kalau ada 'uang entertain' buat dirinya (Ramadhan) agar ditransfer ke rekening atas nama M Andi selaku pegawai honorer di Pengadilan Negeri Jakarta Timur," ujar jaksa.
Terdakwa perantara suap dua hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad Ramadhan (tengah). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Atas permintaan itu, Arif menyanggupinya dan langsung melakukan pengiriman uang Rp 10 juta. Arif juga menyampaikan permintaan uang Ramadhan kepada Martin. Lalu, Martin mentransfer ke Arif uang sebesar Rp 20 juta.
Terkait putusan akhir, Arif kembali menemui Ramadhan untuk meminta bantuan. Ramadhan kemudian menemui Irwan serta Iswahyu dan menyebut ada uang Rp 500 juta yang sudah disiapkan. Atas besaran uang itu, Irwan sempat keberatan. Irwan dan Iswahyu mengaku akan mendiskusikannya terlebih dulu.
ADVERTISEMENT
Guna memastikan kesediaan hakim membantu Arif, Ramadhan meminta bantuan istrinya bernama Deasy Diah Suryono untuk berkomunikasi dengan Irwan. Deasy yang merupakan jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada saat itu sering bersidang di PN Jaksel.
"Dimana Deasy Diah Suryono kemudian mengirimkan pesan WhatsApp (WA) ke Irwan dengan icon 'jempol' sambil bertanya dengan kalimat 'gimana yang ngopi', dan terdakwa II (Irwan) membalas dengan mengirim icon 'jempol' dengan kalimat 'Kemang lima ya'," kata jaksa.
"Atas jawaban terdakwa II tersebut, Deasy kemudian mengirimkan pesan WA kepada Ramadhan dengan lambang jempol yang artinya Irwan setuju dengan dana Rp 500 juta," sambung jaksa.
Ramadhan kemudian menyampaikan kepada Arif bahwa majelis hakim sudah sepakat dengan uang Rp 500 juta tersebut. Disepakati pula uang yang akan diberikan dalam bentuk dolar Singapura.
ADVERTISEMENT
Arif mencairkan uang yang sebelumnya sudah didapat dari Martin pada 27 November 2018. Uang sebesar Rp 500 juta itu kemudian ditukarkan menjadi SGD 47 ribu dan diserahkan kepada Ramadhan di rumahnya di Lavender Residence, Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jaksel. Akan tetapi tak lama setelah penyerahan uang, KPK menangkap mereka.