2 Terdakwa Pengibar Bendera Kejora Gunakan Koteka dalam Sidang Makar

6 Januari 2020 21:43 WIB
comment
11
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang eksepsi pernyataan makar pengibaran bendera Kejora di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/1). Foto:  Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang eksepsi pernyataan makar pengibaran bendera Kejora di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/1). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Dua terdakwa kasus makar pengibaran bendera bintang kejora, Ambrosius Mulait dan Dano Anes Tabuni, membuat kejutan saat menghadiri persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Dalam persidangan beragendakan pembacaan eksepsi atau keberatan terdakwa atas dakwaan jaksa, Ambrosius dan Anes menggunakan koteka. Hal ini tak seperti sidang sebelumnya di mana Ambrosius dan Anes hanya bertelanjang dada.
Meski sempat ditegur majelis hakim untuk tidak mengenakan koteka, Anes menyebut akan kembali menggunakan pakaian adat Papua itu dalam persidangan berikutnya.
Sidang eksepsi pernyataan makar pengibaran bendera Kejora di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/1). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
"Hakimnya meminta pakai celana. Badan di atas tetap kosong, tapi jangan pakai koteka lagi sidang berikutnya. Karena aturan pengadilan. Tapi saya tetap sidang berikut tetap akan pakai koteka. Karena ini budayaku. Saya harus menunjukkan bahwa inilah orang Papua seperti ini," ujar Anes di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/1).
Tindakannya ini, menurut Anes, bukan sebagai bentuk ketidakpatuhan terhadap aturan pengadilan. Akan tetapi, ia melakukannya semata untuk menghormati kebudayaannya. Sehingga, ia memilih menggunakan koteka ketimbang celana.
ADVERTISEMENT
Terkait penulisan pesan pada tubuhnya, Anes mengungkapkan sebagai bentuk penyampaian suara terkait upaya pengucilan yang dilakukan sejumlah pihak terhadap warga Papua.
Terdakwa makar Ambrosius Mulait (kiri) dan Dano Tabuni (kanan) mengepalkan tangan saat menunggu dimulainya sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
"Saya tidak bisa dipaksa harus pakai celana, pakai ini dan pakai itu. Jadi saya bukan berarti melanggar aturan yang ada, tapi saya mau menunjukkan bahwa seperti yang saya tuliskan di sini, di badan saya itu, 'ada monyet' dan 'usir Papua'. Ini yang dikatakan teman-teman di Surabaya dengan yel-yel 'usir Papua usir Papua'," ungkap Anes.
Sekalipun ada pelarangan dari majelis hakim terkait penggunaan koteka, ia bersikeras tetap menggunakannya karena orang tuanya juga melakukan hal serupa.
"Jadi sekalipun hakim dan jaksa meminta untuk saya pakai celana, orang tua kami dulu enggak pernah pakai celana kok. Mereka dulu pakai koteka dan hidup seperti ini. Jadi kami menunjukkan budaya kami," tutur Anes.
ADVERTISEMENT
Sidang itu turut dihadiri terdakwa lainnya dalam kasus makar, yaitu Paulus Suryanta Ginting, Charles Kossay, Isay Wenda dan Arina Elopere alias Wenebita Gwijangge.
Sebelumnya, seluruh tersangka didakwa melakukan perbuatan makar. Mereka disebut menuntut kemerdekaan Papua saat demo di depan Istana Negara dan Mabes TNI AD dengan melakukan pengibaran bendera kejora.
Atas perbuatannya, keenam terdakwa dinilai melanggar Pasal 106 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 110 ayat (1) KUHP. Ancaman pidana akibat makar ialah seumur hidup atau maksimal 20 tahun.