2 Teroris yang Direpatriasi dari Guantanamo ke Malaysia Terkait dengan Hambali

18 Desember 2024 18:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang petugas polisi berpatroli didekat tulisan "Penjara Guantanamo" di sebuah apartemen di Melbourne, Australia, 8 Juli 2020. Foto: Sandra Sanders/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petugas polisi berpatroli didekat tulisan "Penjara Guantanamo" di sebuah apartemen di Melbourne, Australia, 8 Juli 2020. Foto: Sandra Sanders/REUTERS
ADVERTISEMENT
Amerika Serikat (AS) merepatriasi 2 tahanan Malaysia dari Penjara Guantanamo, Kuba. Keduanya merupakan tahanan yang melakukan kejahatan perang dan terafiliasi Al-Qaeda pada peristiwa Bom Bali tahun 2002.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari The Strait Times, ini merupakan transfer tahanan yang tidak biasa.
Repatriasi keduanya dilakukan setelah Pentagon atau Kemenhan AS melakukan hal yang sama kepada tahanan lain ke tahanan di Kenya, sehingga mengurangi populasi tahanan di Guantanamo menjadi 27 orang.
Kedua tahanan yang bernama Mohammed Nazir bin Lep dan Mohammed Farik Amin itu telah ditahan oleh AS sejak tahun 2003. Mereka akan dikembalikan ke tahanan pemerintah Malaysia dan diawasi oleh program deradikalisasi melalui kesepakatan diplomatik yang dicapai sebagai bagian dari pengakuan bersalah mereka pada Januari lalu.
Sebelum keduanya pergi, mereka telah memberikan kesaksian di bawah sumpah yang diharapkan akan berguna dalam persidangan Encep Nurjaman, tahanan asal Indonesia yang dikenal dengan nama Hambali.
Penjara Guantanamo Foto: AP Photo/Brennan Linsley
Hambali juga ditahan di AS karena dituduh sebagai dalang Bom Bali dan serangan teroris lainnya di antara tahun 2002 dan 2003 sebagai pemimpin gerakan Jemaah Islamiyah. Nazir dan Farik mengaku sebagai kaki tangan serangan teror itu dan setelah kejadian, mereka membantu Hambali menghindari penangkapan.
ADVERTISEMENT
Ketiganya ditahan selama bertahun-tahun setelah ditangkap di Thailand di jaringan penjara rahasia Badan Intelijen Pusat (CIA). Mereka dipindahkan ke penjara militer di Kuba pada tahun 2006, tapi militer tidak secara resmi mendakwa mereka hingga tahun 2021.
Brian Bouffard, pengacara yang mewakili Nazir di Guantanamo, mengatakan kliennya “berencana menjalani kehidupan yang tenang bersama keluarganya”.
Riduan Isomuddin, alias Hambali, pelaku bom Bali. Foto: Department of Defense/MCT/ABACAPRESS.COM via Reuters
“Dia telah dihukum berkali-kali karena keterlibatannya yang lama dengan orang yang salah dan kami berharap suatu hari nanti para penyiksanya dan para pendukungnya akan menghadapi pertanggungjawaban atas kejahatan yang telah mereka lakukan atas nama kami,” ujarnya.
Pada sidang vonis di bulan Januari, Farik memperlihatkan sketsa yang dibuatnya kepada juri militer yang menggambarkan bulan-bulan pertamanya di tahanan CIA, baik dalam keadaan diinterogasi maupun kondisinya di penjara “situs hitam” di Afghanistan.
ADVERTISEMENT
Sebagai bagian dari pembelaan mereka, keduanya mengaku telah berlatih di kamp-kamp Al-Qaeda di Afghanistan pada 2000 dan setuju untuk menjadi pelaku bom bunuh diri. Setelah kembali ke Asia Tenggara, mereka menjalankan tugas untuk Hambali dan bertindak sebagai kurir untuk dana pengeboman di Bali pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang, sebagian besar warga Australia.
Berdasarkan kesepakatan pembelaan, juri diperintahkan untuk menjatuhkan hukuman 20-25 tahun penjara kepada mereka. Para juri menjatuhkan hukuman 23 tahun penjara. Namun, mereka tidak mengetahui bahwa secara terpisah, melalui kredit administratif dari hakim militer dan kesepakatan dengan pejabat Pentagon yang mengawasi pengadilan, mereka akan dipulangkan lebih awal sebagai imbalan atas kerja sama mereka dengan pemerintah.
Pengacara Farik, Christine Funk, mengatakan bahwa Farik “menantikan kesempatan untuk terus menjalani kehidupan yang bermakna, mengurus orang tua, dan mengejar karier yang paling mencerminkan keterampilan dan bakatnya”.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, putusan ini mengecewakan sejumlah kerabat korban Bom Bali karena hukuman yang dijatuhkan kepada mereka sangat singkat. Di sisi lain, mereka berharap kesaksian keduanya dapat membantu menghukum Hambali yang telah diidentifikasi sebagai mantan pemimpin gerakan yang melakukan pengeboman.
Tak hanya itu, Menteri Dalam Negeri Malaysia Saifuddin Nasution Ismail mengkonfirmasi keduanya telah kembali ke Malaysia.
“Pemerintah telah menyusun program reintegrasi yang komprehensif bagi kedua individu tersebut, yang mencakup layanan dukungan, kesejahteraan, dan pemeriksaan medis,” katanya dalam sebuah pernyataan.