25 Tokoh Nasional Ajukan Amicus Curiae ke MK, Dukung Pemilu Proporsional Terbuka

10 Juni 2023 9:36 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Puluhan tokoh nasional dari berbagai kalangan menyampaikan amicus curiae atau sahabat pengadilan ke Mahkamah Konstitusi pada Jumat (9/6). Amicus curiae ini disampaikan menjelang putusan mengenai permohonan sistem pemilu.
ADVERTISEMENT
Amicus curiae merupakan konsep hukum yang memungkinkan pihak ketiga di luar perkara dan merasa berkepentingan untuk berpartisipasi tanpa menjadi pihak berperkara. Amicus berisi opini dan pandangan atas suatu kasus yang sedang berlangsung.
Terkait amicus curiae ini, para tokoh menyampaikan kepada MK terkait posisi dukungan masyarakat terhadap sistem pemilu proporsional terbuka. Sebab belakangan, muncul isu bahwa MK akan memutus sistem pemilu kembali tertutup.
Para tokoh nasional menyebutkan bahwa lebih dari 80 persen masyarakat Indonesia menyatakan setuju dengan sistem proporsional terbuka.
Bahkan, mayoritas massa pemilih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang merupakan partai pendukung proporsional tertutup juga mendukung sistem proporsional terbuka dengan tingkat dukungan hingga 73%.
Persentase ini diperoleh dari hasil survei yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia dan Saiful Mujani Research & Consulting yang dilakukan pada bulan Mei 2023.
ADVERTISEMENT
"Mahkamah Konstitusi pernah memutus perkara Nomor 22-24/PUU-VI/2008 yang menyatakan sistem proporsional terbuka sesuai dengan UUD 1945. Bahkan dalam pertimbangannya MK menilai bahwa peran partai politik dalam proses rekrutmen telah selesai dengan ditentukannya calon yang didaftarkan. MK menilai keterpilihan calon anggota legislatif tidak boleh bergeser dari keputusan rakyat yang berdaulat kepada keputusan partai politik,” kata Feri Amsari, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Feri Amsari. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Feri mengatakan, dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang ada, para tokoh nasional meminta Majelis Hakim Konstitusi untuk mempertahankan sistem proporsional terbuka dengan menolak permohonan Para Pemohon Perkara 114/PUU-XX/2022.
Uji Materi Sistem Pemilihan Umum
Saat ini Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sedang dimohonkan pengujian ke Mahkamah Konstitusi oleh Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono. Para Pemohon merupakan anggota partai politik yang sudah terdaftar sebagai peserta pemilu pada 2024 nanti.
ADVERTISEMENT
Para Pemohon mengajukan uji materil pasal-pasal yang berkaitan dengan sistem proporsional terbuka di Undang-Undang Pemilihan Umum. Menurut Para Pemohon, sistem pemilu proporsional terbuka akan melemahkan pelembagaan sistem kepartaian. Loyalitas calon anggota legislatif yang terpilih cenderung lemah dan tidak tertib pada garis komando partai politik.
Selain itu, Para Pemohon juga berpandangan seharusnya ada kewenangan partai untuk menentukan siapa saja yang layak menjadi wakil partai di parlemen.
Para Pemohon meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan pasal-pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Apabila Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan ini maka masyarakat Indonesia hanya akan mencoblos partai politik karena tidak ada lagi nama-nama calon anggota legislatif di surat suara pada Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
Gugatan ini sudah memasuki tahap akhir, tinggal pembacaan putusan. Namun, MK belum merilis jadwal putusan tersebut.
Permohonan Para Pemohon tersebutlah yang kemudian dibantah di dalam amicus curiae.
Berikut 25 figur yang mengajukan amicus curiae, yakni:
1. Adnan Topan Husodo (Koordinator Indonesia Corruption Watch)
2. Amir Syamsuddin (Menteri Hukum dan HAM tahun 2011-2014)
3. Bambang Soetono (Dewan Yayasan Shalahuddin Budi Mulia Yogyakarta)
4. Bambang Widjojanto (Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi)
5. Bivitri Susanti (Pengajar STHI Jentera)
6. Busyro Muqoddas (Advokat)
7. Dadang Tri Sasongko (Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia 2013-2020)
8. Denny Indrayana (Wakil Menteri Hukum dan HAM tahun 2011-2014)
9. Din Syamsuddin (Chairman of Centre for Dialogue and Cooperation Among Civilization)
ADVERTISEMENT
10. Emerson Yuntho (Advokat)
11. Faisal Basri (Ekonom Senior)
12. Feri Amsari (Dosen Fakultas Hukum Univ. Andalas)
13. Haris Azhar (Dosen HAM STHI Jentera)
14. Iwan Satriawan (Advokat dan Dosen FH Univ. Muhammadiyah Yogyakarta)
15. M. Iriana Yudiardika (Advokat)
16. Moh. Jumhur Hidayat (Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia)
17. Refly Harun (Ahli Hukum Tata Negara)
18. Rocky Gerung (Akademisi)
19. Saut Situmorang (Penulis)
20. Sigit Riyanto (Dosen FH Univ. Gadjah Mada)
21. Totok Dwi Diantoro (Dosen FH Univ. Gadjah Mada)
22. Trisno Raharjo (Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah)
23. Usman Hamid (Dosen STHI Jentera dan Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia)
24. Yunus Husein (Ketua STHI Jentera 2015-2020 & Kepala PPATK 2002-2011)
ADVERTISEMENT
25. Zainal Arifin Mochtar (Dosen FH Univ. Gadjah Mada)