Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
ADVERTISEMENT
Luapan air di pegunungan Cycloop telah meruntuhkan bendungan-bendungan alami yang semula menghalangi laju air ke hilir atau kawasan permukiman warga Sentani. Karena runtuhnya bendungan itulah, terjangan air ke permukiman jadi semakin keras dan mewujud banjir bandang.
ADVERTISEMENT
Namun, luapan air yang disebabkan intensitas hujan yang tinggi beberapa pekan lalu itu tidak meruntuhkan semua bendungan alami yang ada di pegunungan Cycloop.
Pantauan BNPB, masih ditemukan adanya tiga bendungan besar yang bentuknya berjenjang di kawasan hutan Cycloop. Keberadaan bendungan ini menjadi momok, karenanya perlu diantisipasi oleh BNPB.
“Kajian awal tim badan geologi dari UGM telah menemukan sampai saat ini di pegunungan Cycloop, ada 3 bendungan berjenjang,” ungkap Kapusdatinmas BNPB, Sutopo P. Nugroho, saat konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta Timur, Jumat (29/3).
Menurut Sutopo, bendungan alami tersebut merupakan faktor yang khas menjadi salah-satu pemicu banjir bandang di berbagai daerah di Indonesia. Peran bendungan yang menahan laju air hingga menumpuk dalam jumlah besar di hulu, merupakan ancaman bagi permukiman warga di bagian hiliran sungai.
ADVERTISEMENT
Karena itu, menurut Sutopo, BNPB akan melakukan tindakan segera untuk mengantisipasi potensi bencana berulang di Wilayah Sentani. Caranya adalah dengan menghancurkan bendungan-bendungan tersebut secara perlahan dan membiarkan sedikit demi sedikit air yang tadinya tergenang melaju ke hilir.
“Mumpung volumenya belum begitu besar harus kita bongkar. Kita alirkan pelan-pelan sehingga tidak akan menimbulkan banjir bandang. Dan potensi untuk terjadinya seperti ini masih besar sekali,” kata Sutopo.
Sutopo menambahkan bahwa secara struktur materil, bendungan tanah yang ada di hulu tersebut rentan amblas. Hal itu karena bendungan tersebut berasal dari longsoran tanah, karenanya strukturnya tidak begitu padat ataupun kokoh.
“Apalagi ditambah dengan kondisi topografi di wilayah Sentani di pegunungan Cycloop, yang kondisinya sangat curam,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, menyoal sederet faktor penyebab terjadinya banjir bandang di Sentani, Sutopo menyebut ada juga faktor kerusakan lingkungan. Meski begitu, ia tidak menyebutkan seberapa signifikan kerusakan lingkungan itu berperan dalam kasus banjir Sentani.
Sutopo mengacu pada data yang telah dikumpulkan BNPB, yang menunjukkan bahwa kerusakan kawasan pegunungan Cycloop sudah terjadi sejak 2003.
“Makanya ketika banjir bandang kita banyak menemukan pohon-pohon yang tumbang, yang bekas terpotong,” ucapnya.
Menurut Sutopo, pohon-pohon yang hanyut sewaktu banjir tersebut bukan karena aktivitas korporasi, melainkan aktivitas pembukaan lahan yang dilakukan oleh masyarakat di kaki pegunungan Cycloop.
Diberitakan sebelumnya, banjir bandang Sentani telah menimbulkan banyak korban jiwa. Sejauh ini BNPB mencatat, ada 112 orang meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Saat ini, penanganan di Sentani segera memasuki tahap pemulihan pasca bencana.