Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.80.1
ADVERTISEMENT
Julukan "Pawang Hujan" sepertinya pantas disematkan pada Skadron Udara 2, TNI Angkatan Udara (AU). Skadron yang berada di bawah Koopsau 1 ini baru saja melakukan misi Teknik Modifikasi Cuaca (TMC), guna menghalau hujan ekstrem di kawasan Jabodetabek.
ADVERTISEMENT
Diketahui, intensitas hujan yang tinggi berimbas pada drastisnya peningkatan debit air di Jabodetabek. Alhasil, di beberapa kawasan, warga Jabodetabek mesti menyambut Tahun Baru dengan banjir.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pun turun tangan. Mereka meminta bantuan TNI AU untuk menjadi "Pawang Hujan".
Caranya, dengan menebar garam NaCI dan menyemai awan yang berpotensi hujan di perairan Selat Sunda. Dengan harapan, hujan esktrem akan turun di kawasan tersebut --tidak sampai Jabodetabek.
kumparan berkesempatan mengikuti proses penyemaian awan potensi hujan esktrem ini. Dengan pesawat angkut CN-295 milik Skadron Udara 2, garam seberat 2,4 ton itu mengudara.
Tentu bukan perkara mudah menjalani operasi ini. Jika biasanya penerbangan akan menghindari awan, penerbangan CN-295 ini justru mencari awan.
ADVERTISEMENT
Penerbangan berlangsung mulus satu jam pertama. Tapi, ketika telah menemui awan-awan tebal, pesawat yang kami tumpangi meliuk-liuk mencari target yang pas. Otomatis, guncangan keras pun mesti kami akrabi.
Garam yang dimuat di pesawat diletakkan dalam 8 canister dengan sebuah pipa panjang di bawahnya. Kru pesawat membuka keran pipa, sembari mengetuk wadah berbentuk corong dengan palu agar garam mengalir keluar. Sementara pipa tersalur keluar melalui bagian belakang pesawat.
Itulah cara TNI AU menyemai garam di awan.
Penebaran garam untuk menyemai awan hujan ini sebetulnya sudah dilakukan saat mengatasi Karhutla di Riau tahun 2019. Hujan memang berhasil turun, dan kebakaran hutan bisa diatasi.
Kami berada di udara hampir sekitar 3 jam lebih. Pesawat take off dari Pangkalan Halim Perdanakusuma pukul 14.00 WIB, dan baru landing pukul 17.45 WIB. Sementara penyemaian garam, beserta turbulensinya dilalui selama 2 jam di udara.
Menurut pilot pesawat, Kapten (Pnb) Gilang, pesawat kami terbang sejauh 80 mil dari Pangkalan Halim Perdanakusuma di ketinggian 10.000 kaki. Diharapkan dengan modifikasi cuaca, hujan esktrem tak lagi turun di Jabodetabek dan tak ada banjir yang menggenangi rumah warga.
ADVERTISEMENT
Update BNPB per 3 Januari 2020 pukul 18.00 WIB, banjir yang melanda Jabodetabek dan Lebak, Banten, telah mencapai 46 jiwa. BMKG mencatat curah hujan kali ini tertinggi sejak 1996.