Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
3 Pejabat Unud Didakwa Pungli Rp 335 M: Asal Input Nilai Sumbangan Mahasiswa
20 Oktober 2023 16:42 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Tiga pejabat Universitas Udayana (Unud) menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Jumat (20/10). Ketiganya didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan pungli Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Mereka adalah Kepala Unit Sumber Daya Informasi Nyoman Putra Sastra (51), Kepala Bagian Akademik I Made Yusnantara (51) dan Anggota Bagian Akademik I Ketut Budiartawan (45).
Korupsi dan pungli ini berkaitan dengan penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri tahun akademik 2018-2022. Total jumlah pungli senilai Rp 335.352.810.691 dengan korban 9.801 mahasiswa.
"Bahwa terdakwa memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, telah memaksa 9.801 orang calon mahasiswa hasil seleksi jalur mandiri untuk membayar sumbangan pengembangan institusi," kata JPU Serfan Haryadi saat membacakan dakwaan.
Dalam dakwaan JPU, kasus ini bermula saat Rektor Unud A. A Raka Sudewi membentuk Tim Penyusun Tarif SPI Mahasiwa Baru Jalur Seleksi Mandiri Tahun Akademik 2018/2019.
ADVERTISEMENT
Wakil Bidang Akademik I Nyoman Antara----saat ini menjabat sebagai Rektor Unud dan telah ditetapkan sebagai terdakwa namun belum menjalani sidang perdana---menetapkan dirinya sebagai Ketua Penerimaan Mahasiwa Baru Jalur Seleksi Mandiri Akademik 2018/2019.
Tim penerimaan memutuskan dana SPI dimanfaatkan untuk pengembangan sarana dan prasarana serta menghindari pungutan pihak lain yang tidak bisa diawasi.
Para calon mahasiswa tidak bisa melanjutkan pendaftaran tanpa mengisi besaran SPI melalui aplikasi pendaftaran. Calon mahasiwa wajib membayar SPI setelah dinyatakan lulus seleksi meskipun belum ditetapkan sebagai mahasiswa baru.
JPU menilai Penetapan SPI bertentangan dengan Pasal 10 Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
ADVERTISEMENT
Termasuk, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Umum Universitas Udayana pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam PMK tersebut tidak memuat ketentuan SPI sebagai tarif layanan.
Dalam dakwaan JPU, terungkap bahwa para terdakwa selama ini sesuka hati menetapkan besaran nilai SPI dalam laman pendaftaran. Besaran SPI berdasarkan surat keputusan rektor mulai dari Rp 0 sampai Rp 150 juta pada tahun ajaran 2018/2019.
Besaran nilai SPI bahkan dipatok mulai dari Rp 0 sampai Rp 1,2 miliar pada tahun akademik 2022/2023.
"Bahwa terdakwa dalam penerimaan atau seleksi mahasiswa baru telah bertindak melampaui kewenangan yang dimilikinya dan bertindak sesuka hati dalam menginput nilai SPI dalam laman pendaftaran seleksi mahasiswa baru jalur mandiri," kata JPU.
ADVERTISEMENT
Demikian juga dalam menentukan program studi. Terdakwa menetapkan program studi di luar surat keputusan rektor dan ketentuan Kemendikbud masuk dalam pungutan SPI.
"Bahwa tindakan terdakwa sesuka hati tersebut juga dilakukan terhadap 6 program studi pada Fakultas Ilmu Budaya yakni program studi Sastra Indonesia, Sastra Bali, Sastra Jawa Kuno, Arkeologi, Sejarah dan Antropologi yang tidak termasuk dalam objek pengenaan sumbangan pengembangan institusi," sambung JPU.
Modus yang sama dilakukan para terdakwa hingga jabatan A.A. Raka Dewi sebagai rektor berakhir dan digantikan oleh Nyoman Antara pada tahun akademik 2021/2022.
JPU menuturkan, Unud menampung hasil pungutan SPI dengan mencampur keuangan penerimaan badan layanan umum sehingga pungutan tersebut seolah-olah sah.
Menurut JPU, tindakan ini mengaburkan asal usul dan pemanfaatan uang menjadi kabur.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dana hasil pungutan SPI yang semestinya dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana ternyata diendapkan di sejumlah rekening bank milik pemerintah dan swasta oleh Rektor Unud Nyoman Antara.
Tujuannya mendapatkan predikat nasabah premium sehingga mendapatkan fasilitas dari pihak bank. Dalam hal ini, Rektor Unud I Nyoman Antara mendapatkan fasilitas kendaraan operasi 1 unit Toyota Innova dan 15 unit Toyota Innova untuk dipergunakan Unud.
Atas perbuatannya, ketiga terdakwa dijerat dengan dakwaan alternatif yakni dakwaan kesatu, Pasal 12 huruf e atau kedua Pasal 9, junto Pasal 18 ayat 1 huruf a dan b UU RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jis Pasal 65 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT