3 Tap MPR yang Diubah untuk Presiden: Sukarno, Soeharto, Gus Dur

26 September 2024 9:34 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR - DPD Tahun 2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR - DPD Tahun 2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) memimpin sidang akhir masa jabatan anggota MPR periode 2019-2024 di ruang rapat paripurna I, Kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9).
ADVERTISEMENT
Adapun agenda rapat tersebut adalah laporan badan pengkajian MPR RI serta membacakan pandangan umum fraksi atau kelompok DPD.
Dalam rapat kali ini juga akan melahirkan 2 penetapan keputusan MPR, yakni perubahan tata tertib MPR serta rekomendasi MPR RI.
Tap MPR 33 Tahun 67 Dicabut, Tuduhan Sukarno Bersekutu dengan PKI Tak Terbukti
Presiden ke-1 RI Soekarno. Foto: AFP
Ketua MPR Bambang Soesatyo menyatakan MPR telah mencabut Ketetapan (Tap) MPRS Nomor XXXIII/1967 tentang pencabutan kekuasaan negara dari Presiden Sukarno. Tap MPR itu telah dicabut pada 2003.
Dengan begitu, sang Proklamator tak terbukti atas tuduhan tak setia terhadap NKRI dan bersekutu dengan PKI.
“Tap MPRS XXXIII/1967 telah dinyatakan tidak berlaku lagi,” kata Bamsoet di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (9/9).
ADVERTISEMENT
“Secara yuridis tuduhan tersebut tidak pernah dibuktikan di hadapan hukum dan keadilan serta telah bertentangan dengan prinsip Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas hukum,” lanjutnya.
Nama Soeharto di Tap MPR tentang KKN Dihapus karena Sudah Meninggal
MPR menghapus nama mantan Presiden Soeharto di Ketetapan (Tap) MPR Nomor XI/MPR/1998. Alasannya, Soeharto sudah meninggal pada 27 Januari 2008.
Nama resmi Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 itu sebenarnya adalah: Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Namun, Tap ini dikenal juga sebagai Tap tentang Soeharto karena Pasal 4 menyebut secara eksplisit nama penguasa Orde Baru yang diturunkan lewat people power pada 1998 itu.
Presiden ke-2 Soeharto bersama putri sulungnya Siti Hardijanti atau Tutut saat tiba di Jerman, pada 8 Juli 1996. Foto: HOLGER HOLLEMANN / AFP
"[Tap MPR] tidak dicabut. Jadi [nama Soeharto] dinyatakan tidak berlaku karena dianggap sudah dilaksanakan. Yang bersangkutan [Soeharto] sudah meninggal," kata Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9).
ADVERTISEMENT
Muzani mengatakan, putusan dalam sidang MPR tersebut yang juga merupakan sidang MPR terakhir periode 2019-2024, bukan berarti mencabut Tap MPR tentang Soeharto itu. Tapi, sudah tidak berlaku lagi.
"Tidak (dicabut), tapi dinyatakan tidak berlaku. Diktum itu penting untuk pemulihan nama baik. Sebagaimana Bung Karno kan juga sama, Tap MPR tetap, tapi dinyatakan tidak berlaku," tambah politikus Gerindra ini.
MPR Cabut Tap Nomor II/MPR/2001, Pulihkan Nama Baik Gus Dur
MPR sepakat mencabut Ketetapan (Tap) MPR Nomor II/MPR/2001 dan memulihkan nama baik Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Keputusan ini diambil dalam Sidang Paripurna akhir masa jabatan MPR.
Dalam sidang ini, setiap fraksi memberikan pandangan akhirnya. Fraksi PKB secara khusus meminta MPR membuat surat keputusan administratif yang mencabut Tap MPR Nomor II/MPR/2001 sekaligus memulihkan nama baik Gus Dur.
ADVERTISEMENT
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ke Vatikan pada tahun 2000. Foto: Situs Resmi Gus Dur
Tap MPR Nomor II/MPR/2021 isinya tentang Pertanggungjawaban Presiden KH Abdurrahman Wahid yang berimbas pada pemberhentiannya sebagai presiden.
“Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia memohon agar Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengeluarkan surat keputusan administratif terkait Tap Nomor II/MPR/2001 sudah tidak berlaku lagi sesuai dengan Pasal 6 Tap MPR Nomor I/MPR/2003 dalam rangka pemulihan nama baik Presiden Kiai Haji Abdurrahman Wahid,” demikian usulan Fraksi PKB yang dibacakan oleh Wasekjen PKB Eem Marhamah Zulfa di ruang paripurna DPR, Jakarta, Rabu (25/9).
Eem menjelaskan Tap MPR tersebut secara otomatis tidak berlaku lagi dengan adanya Tap MPR RI Nomor I/MPR/2003 mengenai Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.
ADVERTISEMENT
Menurut Fraksi PKB, MPR bisa memiliki semangat rekonsiliasi nasional kebersamaan sehingga tidak lagi mewariskan dendam politik masa lalu kepada generasi yang akan datang.
“Pemulihan nama baik Presiden Kiai Haji Abdurrahman Wahid melalui Tap MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 6 secara sosiologis dan historis akan menjadi legasi besar bagi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia periode 2019-2024 sebagai bentuk komitmen untuk mewujudkan rekonsiliasi nasional kebangsaan yang akan diapresiasi setinggi-tingginya oleh keluarga besar Presiden Kiai Haji Abdurrahman Wahid, oleh keluarga besar Partai Kebangkitan Bangsa dan juga seluruh rakyat Indonesia,” jelasnya.