Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
368 Anak di Bali Nikah Dini Sepanjang 2024, Apa Saja Alasannya?
17 Januari 2025 17:02 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Kasus pernikahan anak di Bali memprihatinkan. Komisi Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) mencatat ada 368 anak mengajukan dispensasi menikah sepanjang tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Jumlah ini meningkat dari 335 anak pada tahun 2023.
"Angka perkawinan anak yang mengajukan dispensasi kawin ke pengadilan negeri dan pengadilan agama se-Bali tahun 2023 itu 335 anak dan tahun 2024 368 anak," kata Ketua KPPAD Provinsi Bali Ni Luh Gede Yasti, Jumat (17/1).
Menurut UU, perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.
Yastini menilai data pernikahan dini ini belum menunjukkan data ril. Ini lantaran masih banyak keluarga yang tidak mengajukan dispensasi menikah ke pengadilan. Keluarga melakukan perkawinan secara adat dan agama.
Berdasarkan data dispensasi menikah tahun 2024, Gede Yastini mencatat umur anak perempuan yang paling muda menikah berusia 13 tahun. Sementara itu, rata-rata laki-laki di atas usia 20 tahun.
ADVERTISEMENT
"Itu yang paling muda ada 4 anak di usia di bawah 14 tahun. Mereka yang menjadi mempelai laki-laki banyak yang berusia di atas 20 tahun. Jadi dewasa," katanya.
Penyebab
Rata-rata penyebab perkawinan anak terjadi lantaran faktor kehamilan, kekhawatiran orang tua terhadap pergaulan anak, rendahnya kesadaran keluarga, rendahnya tingkat pendidikan dan faktor ekonomi.
"Kondisi ekonomi keluarga yang lemah seringkali menjadikan mengawinkan dengan cepat anak perempuan untuk melepaskan diri dari persoalan ekonomi sebagai sebuah solusi sehingga beralihkan tanggung jawab terhadap anak dari keluarganya kepada suaminya," katanya.
Faktor lain tingginya pengajuan dispensasi menikah ke pengadilan adalah anak sudah dinikahkan keluarga secara adat. Pengadilan tidak bisa menolak.
Namun, Yastini berharap pengadilan memperketat pemberian restu dispensasi menikah terutama dengan asalan anak hamil. Dia khawatir pengajuan dispensasi menikah ini disalah gunakan demi menutup tanggung jawab pidana terhadap anak yang menjadi korban kekerasan seksual atau pemerkosaan.
ADVERTISEMENT
"Kita melihatnya begitu (dispensasi menikah disalahgunakan) karena dilihat dari yang mengajukan, kok banyak juga (mempelai) yang di atas 20-an ya. Nah itu kan, kami hanya khawatir, jangan sampai dispensasi yang ada ini kemudian menjadikan alat untuk lari dari tanggung jawab pidana," katanya.
Dampaknya
Dampak dari pernikahan anak ini di antaranya putus sekolah, pengasuhan yang buruk, kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan.
KPPAD Bali mencatat ada 396 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan pada tahun 2023 dan 361 kasus pada tahun 2024. Sebanyak 40 persen merupakan kasus kekerasan seksual, 35 persen kasus kekerasan fisik dan sisanya kasus kekerasan lainnya.
Salah satu penyebab kekerasan terhadap anak dan perempuan tak luput dari pernikahan dini. Dalam hal ini, Yastini turut berharap Pemerintah Provinsi Bali mengevaluasi program pencegahan pernikahan dini terhadap anak.
ADVERTISEMENT
Selain itu, mendorong Majelis Desa Adat (MDA) se-Bali mengeluarkan peraturan desa adat atau pararem mengenai perlindungan anak dan pencegahan terjadinya pernikahan dini.
"Kami berharap dari Majelis Desa Adat sebanyak 1.500 desa adat untuk punya pararem perlindungan anak sebenarnya. Terlepas dari apakah itu khusus untuk perkawinan anak atau apa sesuai dengan kebutuhan desa adat," katanya.
Adapun dispensasi menikah tahun 2024 paling banyak berada di Kabupaten Jembrana mencapai 140 anak, disusul Kabupaten Jembrana 51, Kabupaten Bangli 45, Kabupaten karangasem 44, Kabupaten Klungkung 27, Gianyar 21, Kota Denpasar 19, Tabanan 18 dan Kabupaten Badung 3 anak.
Sementara itu, berdasarkan data Dukcapil Bali, jumlah anak usia 0-18 tahun tahun 2024 mencapai 1.337.761.