39 Siswa Difabel Kota Yogya Tak Diterima SMP Negeri, Diduga Dampak Sistem Baru

5 Juli 2024 18:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Program Officer Sasana Inklusi dan Advokasi Difabel (Sigab) Indonesia, Ninik Heca, mengadvokasi 39 anak difabel yang tak diterima SMP Negeri di Kota Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Program Officer Sasana Inklusi dan Advokasi Difabel (Sigab) Indonesia, Ninik Heca, mengadvokasi 39 anak difabel yang tak diterima SMP Negeri di Kota Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebanyak 39 siswa disabilitas atau difabel di Kota Yogyakarta tak diterima di SMP Negeri. Diduga mereka gagal masuk negeri karena terdampak sistem baru yang diberlakukan pada PPDB pada tahun ini.
ADVERTISEMENT
Para siswa itu kini diadvokasi Sasana Inklusi dan Advokasi Difabel (Sigab) Indonesia.
"Jadi kemarin ada informasi yang masuk ke Sigab ada 39 siswa difabel tidak bisa masuk ke sekolah negeri dalam PPDB 2024 Kota Yogyakarta," kata Program Officer Sigab, Ninik Heca, ditemui di Kantor Sigab di Berbah, Kabupaten Sleman, Jumat (5/7).

Siswa Hanya Bisa Pilih 3 Sekolah

Ninik mengatakan penyebab puluhan siswa difabel ini tak diterima di SMP negeri diduga karena penerapan sistem baru. Sistem online yang diterapkan saat ini membuat calon siswa hanya bisa memilih tiga sekolah.
"Dari informasi PPDB kali ini memang berbeda dengan tahun sebelumnya. Kalau tahun sebelumnya PPDB Afirmasi Difabel ini tidak dibatasi hanya tiga sekolah. Bisa (pilih) 16 sekolah (SMP di Kota Yogyakarta)," katanya.
ADVERTISEMENT
Dengan sistem manual tahun lalu, menurut Ninik bisa dipastikan seluruh siswa difabel di Kota Yogyakarta bisa terwadahi.
"Tapi tahun ini, ini ada sistem berbeda mereka hanya bisa memilih tiga sekolah. Ketika tiga ini tidak bisa masuk mereka nggak bisa memilih ke sekolah (negeri) lain lagi," katanya.

Masih Ada Kuota

Padahal di Kota Yogya menurutnya ada sekitar empat sekolah yang kuota siswa difabelnya. Namun, karena sistem yang diberlakukan tahun ini, kuota tersebut tak bisa diisi oleh calon siswa yang sebelumnya gagal.
"Ada 33 kuota terpenuhi di empat SMP Negeri," bebernya.
"Tahun dulu itu kan mereka bebas memilih 16 SMP sehingga semua siswa difabel tahun lalu bisa masuk ke sekolah mana pun karena tak dibatasi memilih tiga sekolah," katanya.
ADVERTISEMENT

Cari Solusi

Kini Sigab akan mencari solusi agar para siswa ini bisa masuk ke SMP Negeri. Hari ini pun Sigab telah mengadakan diskusi dengan Unit Layanan Disabilitas (ULD) Bidang Pendidikan dan Resource Center Disdikpora Kota Yogyakarta.
"Mencarikan solusi agar yang 30an itu terwadahi (di SMP Negeri)," jelasnya.

Kata ULD Disdikpora Kota Yogyakarta

Sementara itu, Ketua Unit Layanan Disabilitas (ULD) Bidang Pendidikan dan Resource Center Disdikpora Kota Yogyakarta, Aris Widodo, membenarkan ada 39 siswa difabel yang tak masuk SMP negeri di Kota Yogyakarta.
"Ketika mereka sudah melakukan verifikasi dia masuk sistem online dia tidak bisa mengubah pilihan. Ketika salah memilih sekolah satu, dua, tiga namun ternyata sekolah ini dipilih banyak orang sehingga penuh maka dia akan terlempar dari situ," kata Aris.
ADVERTISEMENT
Setiap sekolah diwajibkan membuka kuota 5 persen untuk difabel. Sistem penerimaan sendiri dengan zonasi. Siswa yang masuk diurutkan dari yang rumahnya terdekat.
"Permasalahan utamanya satu ya karena masalah sistemnya itu, karena tiga pilihan tersebut tidak bisa mewadahi aspirasi anak," katanya.
"Batasan pilihan yang tiga kemudian tidak bisa melakukan perubahan (pilihan) itu yang membuat anak-anak kita 39 terlempar. Sedangkan ada 33 kuota yang kosong di empat sekolah," ujarnya.

9 Anak Masuk Swasta

Dari 39 anak ini, ada sembilan anak yang sudah mendaftar ke sekolah swasta.
Anak yang tak diterima di SMP negeri ini diberikan kuota di SMP swasta dengan Jaminan Pendidikan Daerah.
"Jaminan Pendidikan Daerah (JPD) sebanyak Rp 4 juta per tahun. Rp 4 juta itu yang Rp 1 juta untuk keperluan pribadi yang Rp 3 juta itu untuk operasional di sekolah," katanya.
ADVERTISEMENT
"Itu menurut saya juga tidak cukup mas, sekolah itu tidak hanya itu. Ketika anak terlempar ke sekolah swasta otomatis biayanya akan lebih besar. Itu yang membuat kita sedih di situ," katanya.
Dia mengatakan ketika sistem manual seperti dahulu semua anak difabel diterima di SMP negeri. "Kita empat tahun berturut-turut tidak pernah menolak anak difabel satu pun," tegasnya.
Lalu apakah bisa kuota 33 yang kosong bisa diisi dengan siswa difabel yang belum diterima. "Kalau berdasarkan sistem peraturan PPDB online tidak bisa, karena itu sudah dikunci. Sistem juga dari luar dari Telkom," bebernya.
Aris menegaskan instansinya terus berupaya agar seluruh siswa difabel ini tetap bersekolah.
"Keberpihakan kami ke anak-anak (difabel), anak-anak itu wajib dapat sekolah," tegasnya.
ADVERTISEMENT