4,1 Juta Warga Jabar Miskin, Bagaimana Cara Dedi Mulyadi Mengatasinya?

21 Desember 2017 12:41 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dedi Mulyadi di Dialog Terbuka ILUNI UI (Foto: Puti Chinintya Arie Safitri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dedi Mulyadi di Dialog Terbuka ILUNI UI (Foto: Puti Chinintya Arie Safitri/kumparan)
ADVERTISEMENT
Diskusi yang digelar di Universitas Indonesia (UI) berlangsung seru. Para jagoan yang diprediksi bakal bertarung di Pilgub Jabar muncul. Dua diantaranya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil.
ADVERTISEMENT
Diskusi di UI, pada Kamis (21/12) ini dengan model beberapa panelis mengajukan pertanyaan. Dimulai dari Dedi Mulyadi, bupati Purwakarta ini ditanya soal kemiskinan di Jawa Barat.
"46,2 juta hampir 20 persen warga Indonesia di Jabar. 4,1 Juta warga Jabar masih miskin. Berarti masih banyak saudara-saudara di Jabar yang di bawah garis kemiskinan. Jabar itu provinsi paling senjang di Pulau Jawa, sudah miskin senjang lagi. Ini jadi challenge bagi Jabar. Apa program program sehingga bisa minimal nyusul Banten dari segi tingkat kemiskinan, apa produk yang diunggulkan di Jawa Barat, agar punya kompetitivnes," tanya Beni martawardaya yang juga dosen FEB UI.
Pertanyaan Beni itu langsung dijawab Dedi dengan membeberkan bagaimana tipikal masyarakatnya.
ADVERTISEMENT
"Pertama, kesenjangan. Runtuhnya aspek kebudayaan tidak adanya kecintaan pada alam, konsumerisme tinggi, kalau kawinan hajatan, cerai diam-diam. Ini harus diubah kenapa? Gaya hidup, local wisdomnya rendah," beber Dedi.
Dedi Mulyadi di Dialog Terbuka ILUNI UI (Foto: Puti Chinintya Arie Safitri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dedi Mulyadi di Dialog Terbuka ILUNI UI (Foto: Puti Chinintya Arie Safitri/kumparan)
Dedi memberi beberapa solusi seperti yang dia sudah lakukan di Purwakarta. Dia merekrut anak-anak di sekolah, dia masukkan ke kamp pendidikan. Di sana dibina dengan lebih baik. Anak-anak itu orangtuanya yang bekerja di pabrik.
"Dia kamp di situ, dia pendidikan, kalau balik lagi ke orang tuanya etosnya menurun. Orang sunda itu terlalu perasaan, makannya genjer. Saya waktu kecil dibiarkan pergi tiga hari seminggu, orang sunda itu lembut, makanya doanya dikabul. Tetapi kompetitifnya rendah," tegas dia.
Dedi lalu menjelaskan, kebebasan di Jawa Barat sering berbenturan dengan paham-paham tertentu.
ADVERTISEMENT
"Kemudian kesenjangan individu, subsidi menekan harga, saya berikan contoh, kenala saya membuat fasilitas pariwisata dibuat gratis, tujuannya satu meningkatkan daya saing dan IPM warga. Kalau anak buruh anak petani setiap minggu rekreasi, dia habiskan.. Orang berputar pada suatu wilayah, maka hari ini dia cukup habiskan Rp 50 ribu untuk satu kelurga," urainya.
"Kenapa terjadi kemiskinanitu karena lepasnya aset, sawah kebun lepas. Dulu orang desa memasak gunakan kayu bakar, ketika pulang sekolah anak-anaknya mengambil kayu bakar, hari ini ada elpiji tiga kilo, anak-anaknya enggak ada kerjaan, pulang sekolah pergi Warnet, pergi di perempatan motor-motoran, ini penyumbang kemiskinan. Silahkan riset berapa angka kemiskinan dari perpindahan penggunaan kayu bakar ke Gas Elpiji," tutup dia.
ADVERTISEMENT