Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
4 Respons Jokowi saat Dikritik Lip Service, Plonga-plongo, hingga Otoriter
30 Juni 2021 11:28 WIB
ยท
waktu baca 3 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 13:46 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Selama itu juga, Jokowi kerap merespons kritik yang ditujukan kepadanya. Terbaru, Jokowi menanggapi kritik Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI ) yang menyebut dirinya King of Lip Service.
Berikut rangkuman respons Jokowi terhadap kritik selama ini:
Jokowi Saat Disebut Presiden Diktator, Otoriter, dan Ndeso
Sejak periode pertama, Jokowi kerap mendapatkan kritik dan julukan dari berbagai pihak. Salah satunya menyebut Jokowi sebagai presiden yang diktator .
Jokowi pun bertanya apakah wajahnya memang diktator. Selain itu, Jokowi mengaku heran dengan julukan yang diberikan kepadanya. Mulai dari ndeso, klemar-klemer, hingga otoriter.
"Ya memang tidak ada. Yang pertama saya ingin sampaikan, ya, awal-awal, kan, banyak yang menyampaikan, katanya saya, kan, ndeso, gitu, ya. Ada yang menyampaikan itu, presiden ndeso, presiden klemar-klemer tidak tegas. Eh, begitu kita menegakkan UU (Ormas) balik lagi, loncat menjadi otoriter, menjadi diktator. Yang benar yang mana? Yang klemar-klemer, yang ndeso atau yang diktator, atau yang otoriter?" kata Jokowi, 9 Agustus 2017.
ADVERTISEMENT
Jokowi Saat Disebut Plonga-plongo
Jokowi juga menyadari selama memimpin ada banyak pihak yang mendukungnya dan ada juga yang melontarkan hujatan hingga caci maki. Ia pun menegaskan saling menghujat dan mencaci maki bukanlah budaya masyarakat Indonesia.
"Menjadi gubernur, presiden sama saja. Meski sedih juga (ada) caci maki, mencela, dihujat. Kalau kita lihat apa ini etika tata krama sopan santun Indonesia?" kata Jokowi, 13 Desember 2018.
Ia mengungkapkan ada banyak orang-orang yang melontarkan kata-kata kurang pantas. Ia menegaskan hal itu bukan etika sopan santun dan tata krama Indonesia.
"Masa ngatain presidennya, maaf, plonga-plongo, apalagi? Coba ditambahi, begitu banyak kata-kata seperti itu. Itu bukan etika sopan santun tata krama Indonesia," tegasnya.
Jokowi Saat Disebut Bebek Lumpuh
Politisi senior Amien Rais sempat melontarkan kritik keras kepada Jokowi saat Pilpres 2019. Amien Rais yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan PAN menyebut Jokowi sebagai bebek lumpuh.
ADVERTISEMENT
"Petahana yang menyelesaikan periode 4 bulan yang akan datang, sampai akhir periodenya, dinamakan presiden bebek lumpuh. Dia tidak boleh lagi menambah utang baru, tidak boleh lagi mengambil kebijakan yang fundamental. Tidak boleh," kata Amien Rais saat itu.
Saat itu, Jokowi memang tidak langsung menanggapi. Kebanyakan respons keluar dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin.
Jokowi baru merespons soal sebutan bebek lumpuh itu Selasa (29/6) kemarin. Ia mengaku sudah sering diberi julukan tertentu.
"Itu kan sudah sejak lama, ya. Dulu ada yang bilang saya klemar-klemer, ada yang bilang juga saya itu plonga-plongo. Kemudian ada yang bilang saya ini otoriter. Kemudian ada yang ngomong saya ini bebek lumpuh," kata Jokowi di Istana Merdeka.
ADVERTISEMENT
Jokowi Saat Disebut King of Lip Service
Terbaru, Jokowi dikritik dan mendapat julukan King of Lip Service oleh BEM UI. Mereka menilai selama ini Jokowi hanya menebar janji manis, namun kenyataannya berbeda dengan kebijakan dan praktik yang berjalan di lapangan.
Jokowi pun mengaku sudah sering mendapatkan julukan. Dari plonga-plongo hingga otoriter.
"Itu kan sudah sejak lama, ya. Dulu ada yang bilang saya klemar-klemer, ada yang bilang juga saya itu plonga-plongo. Kemudian ada yang bilang saya ini otoriter. Kemudian ada yang ngomong saya ini bebek lumpuh dan baru-baru ini ada yang bilang saya bapak bipang dan terakhir ada menyampaikan the king of lip service," ujar Jokowi.
Jokowi mengatakan kritik yang disampaikan kepadanya adalah hal biasa. Namun, ia menegaskan dalam melontarkan kritik harus ada sopan santun.
ADVERTISEMENT
"Saya kira ini bentuk ekspresi mahasiswa dan ini negara demokrasi. Jadi kritik itu, ya, boleh-boleh saja dan universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa berekspresi. Tapi juga ingat, kita ini memiliki budaya tata krama, budaya kesopansantunan, ya," tuturnya.