REKONSTRUKSI KASUS PENEMBAKAN FPI

4 Sikap FPI soal Rekonstruksi Tewasnya 6 Pengawal Habib Rizieq

16 Desember 2020 8:01 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Foto: Muhamad Ibnu Chazar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Foto: Muhamad Ibnu Chazar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Rekonstruksi baku tembak yang menewaskan 6 pengawal Imam Besar FPI, Habib Rizieq Syihab, telah digelar pada Senin (14/12) dini hari.
ADVERTISEMENT
Terdapat 58 adegan yang diperagakan dalam rekonstruksi di 4 tempat kejadian perkara (TKP). TKP 1 yakni di depan Hotel Novotel Karawang sebanyak 9 adegan. Kemudian TKP 2 di Jembatan Badani Karawang sebanyak 4 adegan.
Lalu TKP 3 di rest area tol Jakarta-Cikampek KM 50 sebanyak 31 adegan. Terakhir TKP 4 di dalam mobil polisi sebanyak 14 adegan.
Namun FPI tegas menolak semua data dan fakta yang disampaikan polisi dalam rekonstruksi tersebut. Berikut 4 sikap FPI:
Munarman di TPU Pondok Rangon. Foto: Ricky Febrian/kumparan
Sekretaris Umum FPI sekaligus kuasa hukum pengawal Habib Rizieq, Munarman, mengatakan kasus tersebut seharusnya sudah tidak bisa diteruskan lagi. Sebab, 6 pengawal Rizieq sudah meninggal.
ADVERTISEMENT
"Secara hukum acara pidana, dengan mengikuti alur logika pihak kepolisian, maka penanganan perkara yang tersangkanya sudah meninggal tidak bisa lagi dijalankan," ujar Munarman dalam keterangan tertulisnya.
Gedung Komnas HAM Foto: Kelik Wahyu/kumparan
Penolakan terhadap rekonstruksi tersebut lantaran FPI berkeyakinan insiden baku tembak tidak pernah terjadi.
Sehingga FPI meminta Komnas HAM mengungkap kejadian sebenarnya dalam kasus ini.
"Kami meminta kepada Komnas HAM untuk menjadi leading sector untuk mengungkap tragedi pembunuhan dan pembantaian terhadap 6 syuhada anggota Laskar FPI," ujar Munarman.
Munarman menyatakan Komnas HAM harus menjadi yang terdepan karena insiden tersebut merupakan pelanggaran HAM yang berat. Selain itu, Munarman merasa rekonstruksi dari kepolisian sudah tidak lagi logis, karena para 6 orang yang disebut tersangka sudah meninggal.
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Foto: Muhamad Ibnu Chazar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Polisi menerapkan Pasal 170 KUHP terhadap 6 pengawal Habib Rizieq yang tewas ditembak di tol Jakarta-Cikampek. Pasal tersebut berbunyi tentang tindak kekerasan di muka umum.
Namun Munarman menentang penerapan Pasal tersebut. Ia merasa 6 pengawal Habib Rizieq merupakan korban, bukan pelaku.
"Bahwa penanganan perkara yang dilakukan oleh pihak kepolisian dengan menggunakan ketentuan Pasal 170 KUHP jo Pasal 1, karena justru menjadikan 6 syuhada anggota Laskar FPI tersebut adalah sebagai pelaku, yang sejatinya mereka adalah sebagai korban," kata Munarman.
Munarman juga menolak penerapan UU Darurat, Pasal 214 KUHP, atau Pasal 216 KUHP. Masing-masing berisi tentang larangan menggunakan atau memiliki senjata api, lalu melawan petugas atau pejabat negara yang sedang bertugas. FPI berkeyakinan 6 pengawal Habib Rizieq tidak memiliki senjata.
Presiden Joko Widodo usai meninjau simulasi pemberian vaksinasi COVID-19, di Puskesmas Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/11). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
FPI menanggapi komentar Presiden Jokowi terhadap insiden tewasnya 6 pengawal Habib Rizieq.
Sebelumnya, ada tiga penyataan Jokowi terhadap peristiwa ini. Mulai dari masyarakat tidak boleh semena-mena dan melanggar hukum, lalu meminta Komnas HAM ikut dalam mengusut kasus ini serta meminta aparat tidak mundur dalam pengusutan ini.
Terhadap pernyataan tersebut, FPI mengecam. FPI menilai pernyataan Jokowi telah menjustifikasi aksi kekerasan di Indonesia.
"Kami mengecam atas sikap dan ucapan dari Presiden Republik Indonesia yang justru memberikan justifikasi terhadap tindak kekerasan negara terhadap warga negara sendiri," kata Munarman.
Munarman menilai, peristiwa yang menimpa 6 pengawal Habib Rizieq itu merupakan bukti nyata kekerasan secara struktural.
"Ini adalah merupakan bukti kekerasan struktural yang paling nyata, yang dilakukan oleh penguasa dan akan melanjutkan tembok imunitas terus berlanjut terhadap aparat negara yang melakukan berbagai pelanggaran HAM terhadap rakyatnya sendiri," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten