4 Temuan ORI DIY terkait Kasus Siswi SMAN 1 Banguntapan Dipaksa Pakai Jilbab

4 Agustus 2022 20:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul, Senin (1/8/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul, Senin (1/8/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY (ORI DIY) selama beberapa hari secara berkelanjutan telah meminta klarifikasi kepala sekolah, dua guru BK, wali kelas, dan guru agama SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul.
ADVERTISEMENT
Mereka dimintai penjelasan terkait dugaan pemaksaan pemakaian jilbab kepada salah seorang siswi baru hingga menyebabkan siswi tersebut depresi.
Kepala ORI DIY Budhi Masturi menjelaskan ada sejumlah temuan dari klarifikasi kepsek dan guru. Meski demikian, Budhi belum bisa memberikan kesimpulan atas kasus ini.
Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY (ORI DIY) Budhi Masturi usai meminta penjelasan 2 guru BK SMAN 1 Banguntapan soal dugaan pemaksaan jilbab pada seorang siswi baru. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
1. Guru Mengakui Memakaikan Jilbab ke Siswi
Temuan pertama menurut Budhi, yaitu guru mengakui bahwa telah mengenakan jilbab ke siswi tersebut.
"Temuan yang pasti terkonfirmasi bahwa anak itu dikenakan pakaian identitas keagamaan oleh tiga orang guru. Dua orang guru BK dan satu orang wali kelas itu terkonfirmasi," kata Budhi di kantornya, Kamis (4/8/2022).
Meski sudah ada pengakuan, Budhi belum bisa menyimpulkan apakah ada unsur pemaksaan dalam pemakaian jilbab tersebut.
ADVERTISEMENT
"Pengakuan mereka adalah itu mencontohkan, tapi kita, kan, analisis, ya. Apakah tindakan tersebut termasuk bentuk paksaan atau tidak. Paksaan atau tidak dengan menggunakan parameter-parameter yang ada, misalkan dari sisi aspek hukum maupun aspek psikologi. Kita harus melihat dari multiaspek," katanya.
Yuliani, pendamping siswi SMAN 1 Banguntapan Bantul yang dipaksa gurunya memakai jilbab, mengadu ke ORI. Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
2. Dugaan Tata Tertib Tak Sesuai Permendikbud
Temuan kedua adalah ada dugaan tata tertib di sekolah tersebut tak sesuai dengan Permendikbud No 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Soal ini, ORI DIY masih akan terus melakukan pencocokan dan analisis lanjutan.
"Sekilas masih didalami lagi lebih detailnya, tapi sekilas kami melihat antara tata tertib yang diterbitkan sekolah dengan Permendikbud 45 itu enggak sama. Tata tertib itu, kan, harusnya menerjemahkan lebih lanjut Permendikbud 45, tapi ada ketidaksinkronan dengan itu. Sejauh mana tidak sinkronnya, detailnya seperti apa, kami masih lakukan analisis lebih lanjut," ujar Budhi.
ADVERTISEMENT
3. Panduan Seragam untuk Siswi SMA N 1 Banguntapan Hanya Model Jilbab
ORI DIY juga mengklarifikasi kepada guru perihal temuan dokumen panduan seragam siswi SMAN 1 Banguntapan. Dokumen panduan seragam yang ditemukan ORI menunjukkan bahwa seluruh jenis seragam siswi SMAN 1 Banguntapan disertai atribut jilbab.
"Sehubungan dengan apakah ada pewajiban atau tidak mengenakan jilbab di sekolah itu, nanti kita akan analisis juga apakah dengan cara seperti ini bisa dikategorikan wajib atau tidak. Kita akan analisis juga," beber Budhi.
Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul, Agung Istianto di Kantor Disdikpora DIY. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
4. Elemen Penilaian Akreditasi yang Diintrepetasikan Berbeda oleh Sekolah
Keempat, ORI DIY menemukan adanya elemen penilaian akreditasi yang diintepretasikan oleh sekolah. Contohnya dalam kegiatan keagamaan di sekolah.
"Terakhir kita menemukan elemen penilaian akreditasi ini yang kemudian ternyata ada unsur-unsur yang memungkinkan diinterpretasikan sendiri-sendiri oleh sekolah dalam bentuk kegiatan keagamaan di sekolah," jelas Budhi.
ADVERTISEMENT
"Sekali lagi kami belum sampai pada kesimpulan, tapi yang pasti kami berharap ini disikapi oleh stakeholder pemangku kebijakan terkait masalah ini secara komprehensif," katanya.
"Jadi tidak hanya satu kasus di SMA Banguntapan 1 saja, tapi secara komprehensif karena di samping dimensi kasusnya, kami melihat ada dimensi sistemiknya yang harus juga dilihat," pungkasnya.