Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
4 Tips Terhindar dari Menyebarkan Berita Palsu
28 September 2018 11:25 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Berita palsu ada di mana-mana, di berbagai platform, mulai dari media sosial hingga aplikasi berbagi pesan. Tanpa disadari, bisa jadi kita juga jadi salah satu penyebar berita palsu tersebut.
ADVERTISEMENT
Bisa dimaklumi memang, menurut Alan Miller, pendiri The News Literary Project (TNLP), sebuah organisasi untuk pendidikan literasi media kepada masyarakat, berita palsu sangat menggoda untuk dibagikan salah satunya karena kontennya membenarkan apa yang diyakini penyebarnya.
Itulah sebabnya menurut penelitian Institut Teknologi Massachusetts (MIT) pada Maret lalu, berita palsu lebih cepat menyebar dengan 70 persen lebih banyak diretweet ketimbang berita benar.
Miller dalam acara rangkaian diskusi Foreign Press Center yang diikuti kumparan bertajuk "Literasi Media dan Memerangi Disinformasi" di Washington DC, Amerika Serikat, Kamis (27/9), menjelaskan beberapa tips agar kita menghindari menyebarkan berita palsu:
1. Tentukan Jenis Beritanya
Menurut Miller, hal pertama yang harus dilakukan seseorang ketika mendapati konten yang menarik dirinya untuk men-share adalah menentukan jenis konten tersebut.
ADVERTISEMENT
Pasalnya sebuah konten disesuaikan dengan tujuannya. Misalnya konten berita, isinya biasanya adalah fakta dengan sumber-sumber terpercaya dan netral, berbeda dengan konten opini yang memuat pandangan penulisnya, bisa bias, tidak independen, dan dipertanyakan kebenarannya.
"Tanyakan kepada dirimu apa yang kamu lihat. Apakah konten itu berita, opini, iklan, atau untuk hiburan. Karena setiap jenis konten ini punya tujuan dan standar yang berbeda," kata bekas jurnalis Los Angeles Times peraih Pulitzer ini.
2. Pastikan Sumbernya
Terkadang ketika melihat konten yang menarik, seseorang langsung meng-klik tombol share, tanpa melihat sumber berita tersebut. Menurut Miller, sangat penting untuk melihat sumber konten sebelum seseorang memutuskan membagikannya.
Pasalnya, beberapa sumber tidak terpercaya. Bahkan banyak media satire yang terang-terangan dan menyatakan diri menyebarkan berita hoaks. Seperti pada 2014 lalu, beberapa media Indonesia menyadur pemberitaan soal Presiden SBY yang meng-unfriend Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Facebook menyusul ketegangan kedua negara.
ADVERTISEMENT
Ternyata sumber berita itu adalah Newnation , media satire Singapura, dengan jargon "50 persen Berita Benar". Inilah yang menurut Allan pentingnya seseorang memastikan sumber berita yang ada sebelum membaginya.
"Siapa yang membuatnya, apakah anda tahu, apakah dari sumber yang kredibel, organisasi berita, cek situsnya," kata Miller.
"Apa sumbernya, apakah dia ahli, saksi mata, atau dari banyak sumber, dokumentasi atau laporan data," lanjut dia lagi.
3. Cek Bahasa yang Digunakan
Bahasa dalam sebuah konten menentukan tujuan dibuatnya konten tersebut. Bahasa pemberitaan yang mengedepankan praktik jurnalistik biasanya netral dan tidak bias.
Sementara jika bahasanya membakar, menggebu-gebu, dan memaksa seseorang bergerak melakukan sesuatu maka kemungkinan besar itu adalah konten palsu dan bertujuan buruk. Jangan dibagikan.
ADVERTISEMENT
"Apakah konten disampaikan dengan nada yang netral atau bias, apakah bahasanya menggebu-gebu, penuh dengan 'tanda seru'. Apakah memberikan informasi yang memberikanmu pilihan untuk menentukan sikap sendiri, atau memaksamu berpikir atau melakukan tindakan tertentu," ujar Miller lagi.
4. Pause Sejenak
Jika ketiga hal itu telah dilakukan, maka kita kemudian harus bertanya kepada diri sendiri, apakah konten ini bisa dipercaya, apakah memang betul-betul harus di-share.
Miller menyarankan untuk pause atau berhenti sejenak, jangan langsung menekan tombol share. Pertimbangkan dengan matang, karena apa yang kita bagikan adalah tanggung jawab kita.
"Kita harus menanamkan pola pikir untuk pause sebelum me-like atau share. Apakah kita bisa bertanggung jawab, apakah konten yang kita bagikan dapat menyebabkan kerusakan," kata Miller.
ADVERTISEMENT