Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
48 Tahun Menunggu Eksekusi, Iwao Hakamada Kembali Dituntut Hukuman Mati
22 Mei 2024 16:39 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Iwao Hakamada, mantan petinju Jepang yang kini berusia 88 tahun, kembali menghadapi persidangan ulang atas kasus dugaan pembunuhan di Prefektur Shizuoka tahun 1966.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus itu, Iwao yang dinyatakan bersalah, telah menghabiskan lebih dari 47 tahun di dalam penjara sambil menanti eksekusi hukuman mati hingga masuk rekor dunia.
Dilansir Asahi, setelah puluhan tahun di penjara, pada tahun 2014 Pengadilan Distrik Shizuoka menyetujui permohonan persidangan ulang dan Hakamada sempat bebas.
Persidangan ulang dimulai pada Oktober 2023. Hingga pada hari ini, Rabu (22/5), jaksa berargumen Hakamada bersalah dan harus dihukum mati atas kejahatan yang ia lakukan 58 tahun lalu.
Awal mula kasus
30 Juni 1966, kebakaran hebat menghanguskan sebuah rumah di sebuah distrik yang kini dikenal dengan nama Kota Shizuoka. Di antara reruntuhan itu, ditemukan mayat seorang manajer pabrik miso, beserta istri dan dua anak perempuannya.
Keempat jenazah itu diduga bukan mati karena kebakaran. Di tubuh mereka ditemukan beberapa luka tusukan di bagian dada dan punggung yang diduga menjadi penyebab kematian.
ADVERTISEMENT
Dua bulan setelah kejadian, Iwao Hakamada yang saat itu berusia 30 tahun ditangkap karena dicurigai melakukan pembunuhan, perampokan, dan pembakaran. Hakamada adalah salah satu karyawan pabrik miso tempat korban bekerja.
Selama ditangkap, Hakamada secara konsisten membantah tudingan tersebut. Namun setelah proses interogasi yang lama di kantor polisi, ia tiba-tiba "mengakui" kejahatannya. Hakamada pun disidang.
Dalam persidangan, Hakamada menarik kembali pengakuan bersalahnya. Lebih dari setahun kemudian, dalam persidangan dihadirkan lima pakaian berlumuran darah yang ditemukan di dalam tangki pabrik miso tempat Hakamada bekerja. Jaksa mengeklaim baju-baju itulah yang dipakai Hakamada saat penyerangan.
Selama proses persidangan, Hakamada selalu membantah terlibat di pembunuhan ini. Ia menyebut, lima potong pakaian itu terlalu kecil untuk tubuhnya. Bantahan itu diabaikan, Hakamada dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati pada 1968.
ADVERTISEMENT
Selama di dalam tahanan, sambil menunggu eksekusi, pengacara dan keluarga Hakamada beberapa kali memohon persidangan ulang. Baru pada 2014, Pengadilan Distrik Shizuoka menyetujui persidangan ulang dengan alasan kemungkinan lima potong pakaian adalah bukti yang dibuat-buat, dan Hakamada pun dibebaskan.
Namun jaksa penuntut mengajukan banding atas keputusan itu. Kasus ini pun sampai ke Mahkamah Agung yang kemudian meminta Pengadilan Tinggi Tokyo mengulang prosesnya.
Baru pada 2023, Pengadilan Tinggi Tokyo meminta Pengadilan Distrik Shizuoka menggelar sidang ulang. Sidang tersebut dimulai pada Oktober 2023. Sidang digelar tanpa kehadiran Hakamada karena kesehatan mentalnya yang memburuk setelah puluhan tahun di penjara.
Kembali Disidang dan Dituntut Hukuman Mati
Pada persidangan yang digelar Rabu (22/5) di Pengadilan Distrik Shizuoka, dalam pernyataan tertutupnya, jaksa berargumen Hakamada tetap bersalah atas pembunuhan 58 tahun lalu. Mantan petinju itu harus kembali dijatuhi hukuman mati.
ADVERTISEMENT
"Kami tetap menunjukkan tanpa keraguan bahwa terdakwa melakukan kejahatan tersebut," kata Jaksa.
Dalam rangkaian sidang yang dimulai Oktober 2023 itu, jaksa kembali menunjukkan lima potong pakaian berlumuran darah yang dijadikan bukti utama. Mereka menyebut Hakamada telah menyembunyikan pakaian tersebut di dalam tangki miso setelah membunuh bos dan keluarganya. Karena disimpan di dalam miso selama lebih dari satu tahun, baju tersebut mengerut dan mengecil.
Tim pembela kemudian menyanggah tudingan itu. Mereka lalu mempresentasikan hasil eksperimen ilmiah yang menunjukkan jika noda darah bisa berubah kehitaman setelah direndam lama di tangki miso. Sementara noda darah yang ada di pakaian itu masih merah.
Dalam persidangan ulang itu, Pengadilan Tinggi Tokyo menyatakan ada kemungkinan bukti-bukti yang dihadirkan direkayasa. Tim pembela lalu meminta agar bukti yang diajukan oleh jaksa dinyatakan tidak relevan dan harus dikeluarkan.
ADVERTISEMENT
Jepang adalah salah satu negara yang masih memberlakukan hukuman mati. Berdasarkan survei pemerintah tahun 2019, hanya sembilan persen masyarakat Jepang yang mendukung penghapusan hukuman mati.
Hukuman mati di Jepang selalu dilakukan dengan cara digantung. Biasanya mereka akan diberi tahu soal waktu eksekusinya di menit-menit terakhir, biasanya di pagi hari, beberapa jam sebelum eksekusi dilakukan.
Dalam empat kasus yang terjadi di tahun 1980-an, para terdakwa yang sempat diberi hukuman mati akhirnya dinyatakan tidak bersalah dalam persidangan ulang.