5 dari 7 Istana Kepresidenan RI Bekas Pemerintahan Kolonial, Ini Sejarahnya

13 Agustus 2024 18:26 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
7 Istana di Indonesia. Foto: Dok. Shtterstock, Istimewa, Antara
zoom-in-whitePerbesar
7 Istana di Indonesia. Foto: Dok. Shtterstock, Istimewa, Antara
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Jokowi menyebut istana kepresidenan Jakarta-Bogor memiliki bau-bau kolonial. Pernyataan itu disampaikan Jokowi di IKN, Kalimantan Timur, Selasa (13/8).
ADVERTISEMENT
Ia turut menegaskan bahwa Istana di Indonesia menggunakan bangunan peninggalan Belanda.
"Saya hanya ingin menyampaikan itu, sekali lagi Belanda. Bekas Gubernur Jenderal Belanda dan sudah kita tempati 79 tahun," ungkapnya.
Presiden Joko Widodo menyampaikan pengarahan kepada kepala daerah seluruh Indonesia di Istana Negara, Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Hal itu pula yang mendorong eks Wali Kota Solo itu membangun istana di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur. Istana tersebut dibangun oleh anak bangsa.
Sebetulnya, bukan hanya Istana Jakarta-Bogor yang merupakan peninggalan kolonial. Dilansir dari laman Sekretariat Negara (Setneg), saat ini Indonesia memiliki 7 Istana Kepresidenan yaitu Istana Merdeka, Istana Negara, Istana Bogor, Istana Cipanas, Istana Yogyakarta, Istana Tampak Siring, dan yang terbaru adalah Istana Garuda.
Dari tujuh istana kepresidenan tersebut, lima di antaranya dibangun di era kolonialisme Belanda.
ADVERTISEMENT

5 Istana Bekas Kolonial

1. Istana Merdeka

Ilustrasi Istana Merdeka Foto: Oryzapratama/Shutterstock
Istana Merdeka yang terletak menghadap Monas merupakan bekas tempat tinggal Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Istana ini pertama kali dibangun pada 1873 dan selesai pada tahun 1879 di masa pemerintahan Gubernur Jenderal James Loudon dan Johan Willem.
Awalnya nama bangunan ini dikenal sebagai Istana Gambir. Sebab banyak tumbuhan Gambir yang hidup di daerah tersebut.
Istana ini dibangun sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda. Pembangunan istana tersebut tak lepas dari bangunan yang kini bernama Istana Negara dianggap kurang memenuhi kebutuhan.
Ilustrasi tentara Belanda. Foto: Wikimedia Commons
Istana ini turut menjadi saksi penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Setelah proses penandatanganan, nama Istana Gambir diubah menjadi Istana Merdeka oleh Presiden Sukarno sebagai bentuk syukur dan selebrasi pekik merdeka.
ADVERTISEMENT
Istana Merdeka menjadi kantor kerja sekaligus tempat tinggal Presiden Indonesia. Nah, presiden yang tinggal di sini adalah Presiden pertama Soekarno, Presiden keempat Abdurrahman Wahid dan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang awalnya memakai Istana Merdeka sebagai tempat tinggal. Tapi, saat atap Istana Merdeka direnovasi, SBY dan keluarga pindah ke Istana Negara sampai akhir masa jabatannya.
Sementara itu, Jokowi juga pada masa-masa awal tinggal di Istana Merdeka. Namun, Jokowi lebih nyaman tinggal di Istana Bogor.

2. Istana Negara

Gedung Istana Negara. Foto: Dok. Istimewa
Istana Negara juga menjadi bangunan yang menjadi peninggalan pemerintah Hindia Belanda. Letaknya masih satu kompleks dengan Istana Merdeka. Istana tersebut dibangun Pieter Gerardus van Overstraten. Dia merupakan Gubernur Jenderal Hindia yang ke-33.
ADVERTISEMENT
Namun, jauh sebelum dibangun Pieter Gerardus van Overstraten, istana tersebut sebetulnya merupakan bangunan kediaman pribadi seorang warga negara Belanda yang bernama J.A. van Braam. Ia mulai membangun kediamannya pada tahun 1796, sampai dengan tahun 1804.
Namun, pada tahun 1816 bangunan ini diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda. Tempat itu kemudian digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta kediaman para Gubernur Jenderal Belanda.
Istana ini juga menjadi saksi dari upaya pemerintah Hindia Belanda menekan pemberontakan Pangeran Diponegoro. Dari Istana Negara pula Belanda merumuskan strategi menghadapi Tuanku Imam Bonjol.
Selain itu, Istana Negara juga menjadi saksi bisu terhadap implementasi sistem tanam paksa yang diteken Gubernur Jenderal Johannes van de Bosch. Bangunan ini juga menjadi lokasi penandatanganan naskah Persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947.
ADVERTISEMENT
Saat ini, bangunan itu aktif digunakan sebagai tempat pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, perjamuan makan setiap 17 Agustus, dan acara pemerintahan lainnya.

3. Istana Bogor

Ilustrasi Istana Bogor. Foto: DOk. BPMI Setpres
Terletak di Bogor, bangunan yang menempati lahan seluas sekitar 28.86 hektare juga merupakan Istana bekas peninggalan pemerintahan Hindia Belanda.
Dikutip dari laman Kementerian Sekretariat Negara, istana ini awalnya dibuat untuk tempat peristirahatan para Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang lelah dengan padatnya Batavia.
Bangunan ini pertama kali dibangun pada tahun 1745. Akan tetapi, bangunan ini baru selesai 116 tahun setelahnya, tepatnya pada 1861. Lamanya proses pengerjaan dikarenakan beberapa faktor, salah satunya adalah hancur karena perang Banten yang dipimpin oleh Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang.
Pada 1870, Istana Buitenzorg (sebutan Istana Bogor era Hindia Belanda) ditetapkan sebagai kediaman resmi para Gubernur Jenderal Belanda.
ADVERTISEMENT
Istana ini diserahkan kembali kepada pemerintah Republik Indonesia pada akhir 1949. Istana ini juga menjadi tempat penandatanganan Surat Perintah 11 Maret 1966 yang amat terkenal dengan sebutan Supersemar. Surat tersebut menandai awal lengsernya Sukarno dan munculnya Soeharto sebagai presiden kedua Indonesia.

4. Istana Cipanas

Ilustrasi Istana Cipanas Foto: Dok. Biro Pers Setpres
Masih merupakan peninggalan zaman Belanda, Istana Cipanas menjadi Istana Kepresidenan tertua di Indonesia. Istana Cipanas berdiri di kaki Gunung Gede dengan luas bangunan 7.760 meter persegi dan berada di lahan seluas 26 hektare
Kawasan tersebut sebelumnya adalah sebuah hunian pribadi seorang Belanda bernama van Heots. Dia merupakan seorang saudagar besar dari Batavia.
Di daerah Cipanas terdapat sumber mata air panas yang memiliki kandungan mineral, belerang dan zat besi yang bisa menyembuhkan banyak penyakit.
ADVERTISEMENT
Nah, Gubernur Imhoff yang juga penginisiasi pembangunan Istana Bogor tertarik dan kemudian membeli tanah tersebut dari van Heots. Pembangunan istana itu pun dimulai pada 1740 hingga 1744.
Imhoff sendiri menjadikan vila Cipanas itu sebagai pelengkap dari vila Bogor, bangunan dua lantai yang dirancang menyerupai Istana Blenheim, kediaman Duke Marlborough di Oxford Inggris.
Pada 1750, Imhoff meninggal istana tersebut. Setelah itu, Istana Cipanas berkembang menjadi tempat persinggahan para petinggi Hindia Belanda. Di antaranya adalah Thomas Stamford Raffles hingga Herman Willem Daendels.
Usai kemerdekaan, Istana Cipanas mulai dijadikan tempat pernikahan para keluarga Presiden Indonesia. Seperti pernikahan Sukarno dengan Siti Suhartini pada 1953. Serta Presiden SBY yang menikahkan anaknya Ibas Yudhoyono dengan Aliya Rajasa pada 2011.
ADVERTISEMENT

5. Istana Yogyakarta

Ilustrasi Istana Yogyakarta. Foto: Dok. Pemda DIY
Istana Yogyakarta atau bisa disebut Gedung Agung merupakan Istana Kepresidenan yang pertama digunakan setelah kemerdekaan. Bangunan ini merupakan bekas rumah kediaman resmi seorang Residen Ke-18 di Yogyakarta, seorang Belanda bernama Anthonie Hendriks Smissaert. Dia sekaligus merupakan penggagas pembangunan Istana ini.
Pembangunan gedung ini dimulai pada Mei 1824 dengan tujuan menjamu para tamu-tamu agung negara. Pecahnya Perang Diponegoro dan gempa bumi mengakibatkan pembangunan gedung ini tertunda.
Bangunan tersebut rampung digarap pada 1869. Kemudian sejak 1927, bangunan tersebut menjadi tempat tinggal Gubernur Hindia Belanda di Yogyakarta sejak perubahan administratif wilayah residen menjadi provinsi.
Istana ini menjadi penting setelah ibu kota harus hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta. Selama tiga tahun (1946-1949), Gedung Agung berfungsi sebagai tempat kediaman resmi Presiden Sukarno.
ADVERTISEMENT

2 Istana Buatan Pemerintah Indonesia

6. Istana Tampak Siring

Gedung Istana Tampak Siring Foto: Dok. Istimewa
Istana Tampak Siring menjadi istana pertama yang dibangun oleh pemerintah Indonesia. Letaknya berada di luar Pulau Jawa, tepatnya di Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar Pulau Bali.
Istana Tampak Siring diprakarsai oleh Presiden Sukarno yang menginginkan adanya tempat peristirahatan bagi Presiden Republik Indonesia beserta keluarga, serta bagi tamu-tamu negara saat berkunjung ke Bali.
Sebelumnya, Sukarno memang sudah sering bermalam di rumah Raja Gianyar di Tampak Siring. Presiden Sukarno akhirnya jatuh cinta dengan daerah tersebut. Setelah itu, Raja Gianyar akhirnya memberikan lahan seluas 19 hektare miliknya ke negara.
Nama Tampak Siring berasal dari dua buah kata bahasa Bali yaitu tampak (bermakna ”telapak”) dan siring (bermakna “miring”). Konon, menurut sebuah legenda yang terekam pada daun lontar Usana Bali, nama itu berasal dari bekas tapak kaki seorang raja yang bernama Mayadenawa.
Presiden Pertama Indonesia Sukarno. Foto: Getty Images
Rencana pembangunan dimulai pada 1957 yang dilakukan Jawatan Pekerjaan Umum (Kementerian PUPR). Lalu, Sukarno menunjuk arsitek R.M. Soedarsono untuk mendesain bangunan yang berdiri 700 meter di atas permukaan laut. Bangunan ini rampung pada 1960.
ADVERTISEMENT
Dalam rangka menyongsong kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN XIV (ASEAN Summit XIV) yang diselenggarakan pada tanggal 7 sampai dengan 8 Oktober 2003, Istana Tampak Siring menambah bangunan baru berikut fasilitas-fasilitasnya, yaitu gedung untuk konferensi dan untuk resepsi, serta Balai Wantilan sebagai gedung pergelaran kesenian.
Seiring berjalannya waktu, fungsi dari Istana Kepresidenan Tampak Siring mengalami perkembangan. Selain sebagai tempat pelaksanaan kegiatan-kegiatan Kepresidenan, Istana Tampak Siring juga berfungsi sebagai tempat pariwisata. Masyarakat umum dapat mengunjungi Istana Tampak Siring dalam waktu-waktu tertentu.

7. Istana Garuda

Sejumlah pekerja menyelesaikan pembangunan instalasi pedestrian dengan latar belakang Istana Negara dan Istana Garuda di IKN, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Jumat (9/8/2024). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Istana yang baru saja rampung dibangun berada di Ibu Kota baru Indonesia, tepatnya di IKN, Kalimantan Timur. Istana ini dibangun pada 2022 lalu di atas lahan seluas 55,7 hektare dengan luas bangunan mencapai 334.200 meter persegi. Anggarannya mencapai Rp 1,34 triliun.
ADVERTISEMENT
Istana ini didesain oleh Nyoman Nuarta dengan menggunakan filosofi Garuda. Namun, banyak masyarakat yang menilai istana tersebut bernuansa mistis karena gelap hingga menyerupai kelelawar.
Nyoman Nuarta sendiri tidak ambil pusing terkait komentar bernuansa mistis tersebut. Menurutnya, istana negara di ibu kota baru tersebut dirancang untuk menunjukkan kewibawaan.
"Jadi kalau itu menjadi aura mistis dan segala macam, ya itu terserah masing-masing lah, tapi kita membuat itu tentu Istana itu agar berwibawa, kita butuh, butuh wibawa itu," kata Nyoman seperti dikutip dari Antara, Minggu (11/8).
Nyoman Nuarta. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Nyoman juga mengklarifikasi bahwa warna yang tampak gelap dari Istana merupakan kuningan yang akan berubah warna menjadi hijau. Perubahan warna ini akan teroksidasi mengikuti warna alam di sekitar karya tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada 17 Agustus 2024 mendatang, upacara HUT RI untuk pertama kalinya akan diadakan di istana tersebut.