5 Fakta Mengejutkan Guinea: Sunat Perempuan hingga Kaya Emas Sampai Bauksit

7 September 2021 19:36 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Guinea Alpha Conde berbicara kepada para pendukungnya selama kampanye di Conakry, pada 16 Oktober 2020. Foto: JOHN WESSELS / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Guinea Alpha Conde berbicara kepada para pendukungnya selama kampanye di Conakry, pada 16 Oktober 2020. Foto: JOHN WESSELS / AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Guinea merupakan negara di Afrika barat dengan sumber daya alam yang berlimpah. Kendati demikian, Guinea termasuk salah satu negara paling miskin di dunia.
ADVERTISEMENT
Belakangan ini, perhatian masyarakat internasional tersorot pada negara produsen bauksit ini. Musababnya, pemerintahan Presiden Alpha Conde digulingkan oleh pasukan militer lewat sebuah kudeta.
Negara ini dulunya adalah koloni Prancis, dan menjadi satu-satunya negara berbahasa Prancis di Afrika yang menolak bergabung dengan komunitas Prancis-Afrika yang diusung oleh eks Presiden Charles de Gaulle.
Kemudian, apa saja lima hal lainnya yang menjadi ciri khas dari Guinea?

Rezim Otoriter

Dikutip dari AFP, setelah menolak bergabung dengan komunitas Prancis-Afrika pada 1958 silam, Guinea menyatakan kemerdekaannya dan menerapkan rezim sosialis yang dipimpin oleh Ahmed Sekou Toure.
Pemerintahan tangan besi Sekou Toure berlangsung hingga 25 tahun lamanya. Di bawah Toure, sekitar 50.000 warga Guinea dibunuh atau hilang secara misterius, menurut lembaga-lembaga HAM.
Warga bersorak pada tentara saat mereka merayakan pemberontakan di Conakry, Guinea 5 September 2021. Foto: REUTERS/Souleyman
Selama berpuluh-puluh tahun, Guinea tak bisa dilepaskan dari pemerintahan otoriter atau kediktatoran. Dimulai dari Sekou Toure, kemudian dilanjutkan oleh Lansana Conte--yang meninggal dunia pada 2008.
ADVERTISEMENT
Junta militer di bawah Kapten Moussa Dadis Camara kemudian mengambil alih kekuasaan Conte lewat kudeta yang tergolong damai.
Pada 28 September 2009, pasukan keamanan membunuh hingga 157 warga pada unjuk rasa di Ibu Kota Conakry. Aksi yang diikuti hingga puluhan ribu warga itu memprotes kemungkinan partisipasi Camara pada pemilihan presiden selanjutnya.
Selain korban tewas, sebanyak 109 perempuan diperkosa, menurut laporan dari PBB.

Dari Otoriter Menuju Pemerintahan Demokratis dan Perubahan Konstitusi

Pada 7 November 2010, tokoh oposisi Alpha Conde menjadi presiden pertama Guinea yang dipilih secara demokratis oleh rakyat. Ia kemudian kembali dipilih untuk periode kedua pada tahun 2015.
Selama kurang lebih satu dekade, Guinea dipuji karena bisa menjalankan pemerintahan secara demokratis. Hal itu dinilai sebagai perkembangan pesat setelah sempat dikuasai rezim otoriter selama kurang empat dekade.
ADVERTISEMENT
Namun predikat demokratis luntur, saat Conde kembali mencalonkan diri sebagai presiden pada Oktober 2020 silam. Ia “direstui” untuk menjalani periode ketiga setelah ia melakukan amandemen konstitusi yang disahkan pada Maret 2020.
Presiden Guinea Alpha Conde berbicara kepada para pendukungnya selama rapat umum kampanye di Kissidougou pada 12 Oktober 2020. Foto: AFP
Pencalonan diri Conde memicu protes keras dari masyarakat dan tokoh oposisi. Tetapi, pada 7 November 2020, Conde dinyatakan sebagai pemenang Pilpres, meskipun lawannya, Cellou Dalein Diallo dan tiga kandidat lainnya, mengeklaim adanya kecurangan.

Musik Mandingo

Guinea, bersama dengan Mali, merupakan tempat lahirnya musik Mandingo.
Musik ini dimainkan dengan instrumen tradisional, meliputi alat musik kora dan balafon. Kora adalah instrumen petik yang mirip dengan harpa, sementara balafon merupakan sejenis xilofon.
Salah satu musisi Mandingo paling tersohor Guinea, Mory Kante, memopulerkan lagu berjudul “Yeke Yeke” pada tahun 1987 secara global. Kante meninggal dunia pada Mei 2020 silam.
ADVERTISEMENT

Sumber Daya Alam yang Kurang Dimanfaatkan

Guinea, negara yang berbatasan langsung dengan Sierra Leone, Liberia, Pantai Gading, Mali, Senegal, dan Guinea-Bissau, terdiri dari 80 persen Muslim. Negeri ini memiliki suku bangsa beragam, dengan suku Fulani dan Malinkes menjadi dua suku bangsa terbesar.
Negara ini memiliki sumber daya pertambangan yang sangat berlimpah, namun sayangnya, kurang dimanfaatkan secara maksimal.
Ebola merebak di Guinea jadi epidemi Foto: WHO/Junior D. Kannah
Guinea menjadi salah satu produsen bauksit terbesar di dunia. Bauksit adalah logam utama dalam pembuatan aluminium. Selain itu, Guinea juga terkenal akan produksi baja, emas, berlian, dan minyak tanah.
Sektor pertanian menjadi mata pencaharian utama rakyat Guinea.
Menurut Bank Pembangunan Afrika, GDP (Produk Domestik Bruto) Guinea tumbuh hingga 5,6 persen pada 2019 dan 5,2 persen pada tahun 2020. Pada tahun ini, GDP diperkirakan akan tetap berada di atas 5 persen.
ADVERTISEMENT
Hal ini berdasarkan hasil pertambangan yang menjanjikan dan segera beroperasinya stasiun pembangkit listrik tenaga air Souapiti di timur laut Conakry.
Tetapi, korupsi menjadi masalah utama mereka. Transparency International menempatkan Guinea pada posisi ke 137 dari 180 dalam indeks tahun 2020. Kesenjangan sosial yang lebar juga sangat terlihat dengan jelas. Hampir setengah dari 13 juta populasi Guinea hidup dalam kemiskinan.
Anggota pasukan khusus mengambil posisi selama pemberontakan yang menyebabkan penggulingan presiden Alpha Conde di lingkungan Kaloum di Conakry, Guinea 5 September 2021. Foto: REUTERS/Saliou Samb
Menurut Bank Dunia, banyak warga Guinea yang tidak memiliki akses listrik atau air bersih.

Sunat Perempuan dan Ebola

Guinea merupakan salah satu negara dengan tingkat kejadian sunat perempuan tertinggi di dunia. UNICEF melaporkan, sekitar 97 persen anak perempuan dan wanita di Guinea melewati proses sunat perempuan (Female Genital Mutilation, FGM) ini.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Guinea dilanda wabah virus Ebola terburuk sepanjang sejarah. Wabah ini dimulai pada Desember 2013 dan berlangsung selama tiga tahun lamanya.
Akibatnya, 11.000 penduduk Afrika bagian barat meninggal dunia, dengan 2.500 di antaranya adalah warga Guinea.