5 Fakta Pidato Jokowi di Sidang Umum PBB

23 September 2020 10:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo memberikan pidato pada Sidang Majelis Umum ke-75 PBB. Foto: Youtube/@ Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo memberikan pidato pada Sidang Majelis Umum ke-75 PBB. Foto: Youtube/@ Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi pada Rabu (23/9) WIB menyampaikan pidato di Sidang Majelis Umum PBB.
ADVERTISEMENT
Pidato Jokowi organisasi multilateral dunia itu menyita perhatian. Sebab, banyak kejadian menarik terkait peristiwa tersebut.
Fakta menarik termasuk penggunaan bahasa Indonesia, dan pertama kalinya Jokowi ikut serta di ajang tahunan pemimpin dunia tersebut.
Berikut lima fakta pidato Jokowi di Sidang Majelis Umum PBB:

Pertama Kali Hadir

Suasana saat Presiden Joko Widodo memberikan pidato pada Sidang Majelis Umum ke-75 PBB di Manhattan, New York City, New York, Amerika Serikat. Foto: Kementerian Luar Negeri
Semasa periode pertama pemerintahan dari 2014 sampai 2019, Jokowi selalu absen pada ajang tahunan itu.
Jokowi selalu mengutus Wapres ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla mewakilinya di Sidang Umum PBB.
Namun, pada 2020 ini berbeda, Jokowi sendiri yang menyampaikan pidato di Sidang Majelis Umum PBB secara daring.

Pidato Daring

Karena pandemi virus corona mayoritas acara di Sidang Majelis Umum digelar secara online. Pada perhelatan di tahun-tahun sebelumnya, hampir seluruh pemimpin dunia negara anggota PBB hadir di New York dan menyampaikan pidato langsung.
ADVERTISEMENT
Kini, seluruh pemimpin negara anggota memilih pidato daring. Bahkan tuan rumah, Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga memilih pidato online.
Jokowi pun demikian. Dia menyampaikan pidato secara online selama kurang lebih sembilan menit dan disiarkan di ruang sidang di depan perwakilan tetap negara anggota PBB yang berada di New York.

Pakai Bahasa Indonesia

Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato yang telah direkam sebelumnya pada Sidang Majelis Umum ke-75 PBB secara virtual di Markas PBB, New York, Amerika Serikat, Rabu (23/9/2020). Foto: Kemenlu/HO ANTARA FOTO
Jokowi pidato di Sidang Majelis Umum PBB menggunakan bahasa Indonesia.
Ini tidak dilakukan oleh Wapres Jusuf Kalla dan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Saat pidato di PBB mereka menggunakan bahasa Inggris.
Penggunaan bahasa di forum internasional kini sudah diatur di dalam Perpres Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia yang diteken Jokowi pada 30 September 2019.
ADVERTISEMENT
Dalam Perpres Nomor 63 ini, Jokowi mengatur seluruh pejabat negara untuk berpidato dengan bahasa Indonesia dalam forum internasional. Aturan itu berlaku untuk seluruh pejabat RI baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

Singgung Vaksin Virus Corona

Layar memperlihatkan Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato yang telah direkam sebelumnya pada Sidang Majelis Umum ke-75 PBB secara virtual di Markas PBB, New York, Amerika Serikat, Rabu (23/9/2020). Foto: Kemenlu/HO ANTARA FOTO
Ada beberapa poin penting yang disampaikan Jokowi pada pidato perdananya di PBB. Salah satunya soal vaksin virus corona.
"Vaksin akan menjadi game changer dalam perang melawan pandemi," kata Jokowi.
Karena pentingnya vaksin, Jokowi menegaskan seluruh negara tanpa terkecuali wajib mendapat vaksin.
"Kita harus bekerja sama untuk memastikan bahwa semua negara mendapatkan akses setara terhadap vaksin yang aman dan dengan harga terjangkau," kata Jokowi.

Komitmen Dukung Kemerdekaan Palestina

Presiden Joko Widodo bersiap memberikan pidato pada Sidang Majelis Umum ke-75 PBB. Foto: Lukas/ Biro Pers Sekretariat Presiden
Jokowi saat menyampaikan pidato di PBB menegaskan dukungan Indonesia kepada perjuangan Palestina tidak akan pernah berhenti.
ADVERTISEMENT
Palestina saat ini sedang berhadapan dengan pendudukan wilayah oleh Israel. Indonesia mendukung Palestina mendapat hak-haknya.
"Indonesia terus konsisten memberikan dukungan kepada Palestina untuk mendapatkan hak-haknya," ucap Jokowi dalam pidatonya, Rabu (23/9).
Jokowi menuturkan, Palestina adalah satu-satunya negara peserta Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955 yang hingga saat ini belum mendapatkan kemerdekaan. Padahal, dalam konferensi tersebut, juga dibahas masalah penyelesaian perselisihan secara damai.