5 Fakta soal Marianus Sae, Calon Gubernur NTT yang Ditangkap KPK

12 Februari 2018 6:15 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Ngada, Marianus Sae. (Foto: marianusemi.id)
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Ngada, Marianus Sae. (Foto: marianusemi.id)
ADVERTISEMENT
Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur, Marianus Sae, terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Minggu (11/2) malam. Dia diduga menerima suap terkait beberapa proyek di Kabupaten Ngada.
ADVERTISEMENT
Informasi yang diterima kumparan, kader PKB itu ditangkap bersama sejumlah kepala dinas. Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebutkan, KPK mengamankan beberapa pihak di sejumlah daerah.
"Jadi satu OTT di beberapa daerah," ujar Febri saat dikonfirmasi.
Sebenarnya, nama Marianus sudah tak asing di kancah politik. Marianus adalah bupati petahana Ngada yang menjabat dua periode, yaitu pada 2010-2015 dan 2015-2020 bersama wakilnya, Paulus Soliwoa. Dengan pengalamannya itu, dia memantapkan diri bersama kader PDIP, Emmilia Nomleni, untuk maju di Pilgub NTT 2018.
Berikut kumparan rangkum lima fakta soal Marianus:
1. Diusung PDIP dan PKB di Pilgub NTT
PDIP dan PKB mendaftarkan Marianus di Pilgub NTT pada 10 Januari 2018. Saat ini, PKB sudah buka suara terkait penangkapan calon yang diusungnya itu.
ADVERTISEMENT
"Turut prihatinlah. Kita menghormati semua proses hukum," kata Ketua DPP PKB Jazilul Fawaid kepada kumparan, Minggu.
Pasangan Marianus-Emmilia sebenarnya menjadi pasangan terkuat kedua dengan perolehan 15 kursi. PDIP memiliki sepuluh kursi, dan PKB memiliki lima kursi. Namun, penangkapan Marianus tentunya akan mempengaruhi pemilih di NTT.
2. Mengawali karier sebagai karyawan perusahaan
Sebelum terjun ke dunia politik, Marianus pernah menjadi karyawan Asuransi Bumi Asih Jaya Kupang pada 1986 -1988. Dia melanjutkan kariernya menjadi karyawan PT Interpack Jasa Tama Cabang Denpasar hingga 1990. Selanjutnya, juga pernah berencana untuk bekerja sama dengan investor asal Australia.
Gagal menjadi pengusaha, Marianus pindah ke Kalimantan. Namun setahun berselang, Marianus kembali ke NTT untuk bertani. Hingga akhirnya, Marianus memutuskan untuk berpindah haluan ke dunia politik menjadi pengurus DPC Partai Demokrasi Indonesia Kabupaten Ngada tahun 1994-1997.
ADVERTISEMENT
3. Kekayaannya lebih dari Rp 33 miliar
Berdasakan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara yang dirilis KPK, Marianus terakhir kali melaporkan kekayaannya pada 10 Juli 2015. Total seluruh harta kekayaannya mencapai Rp 33.776.400.000,-. Harta itu, terdiri dari harta bergerak dan tidak bergerak.
Untuk harta tidak bergerak, Marianus memiliki tanah dan bangunan yang tersebar di Badung, Bali, dan Manggarai Barat, NTT, dengan total Rp 5.350.000.000.
Sementara untuk harta bergerak, dia memiliki lima mobil, empat motor, peternakan, dan perkebunan dengan total Rp 15.070.800.000.
Selain itu, Marianus juga memiliki surat-surat berharga senilai Rp 10.500.000 dan giro setara kas senilai Rp 60.700.000.
4. Namanya viral setelah memblokir bandara
Pada akhir 2013, Marianus menjadi perbincangan publik. Dia memblokir Bandara Turelelo Soa, lantaran kesal tak mendapatkan tiket pesawat Merpati Nusantara Airlines rute Kupang-Bajawa.
ADVERTISEMENT
Bahkan, dia sempat memerintahkan anggota Satpol PP, untuk menduduki landasan bandara, sehingga saat itu, pesawat tidak bisa mendarat dan terpaksa kembali ke Bandara El Tari, Kupang.
Akibat peristiwa ini, 15 anggota Satpol PP Kabupaten Ngada ditetapkan sebagai tersangka.
5. Marianus tetap bisa maju Pilgub
Saat ini, status Marianus baru bisa ditentukan setelah kurang lebih 1 x 24 jam diperiksa KPK. Kendati demikian, pun nantinya sudah ditetapkan sebagai tersangka, Marianus masih bisa mencalonkan diri menjadi gubernur.
"Status tersangka tidak menghalangi seseorang untuk meneruskan proses kandidasi. Status tersangka tidak membuat seseorang bakal calon dapat diganti," ujar Komisioner KPU RI, Pramono Ubaid kepada kumparan.
"Paslon (pasangan calon) dapat diganti dengan sejumlah syarat, salah satunya dijatuhi vonis dengan kekuatan hukum tetap," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Pramono lantas memberi contoh saat Gamawan Fauzi masih menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri. Saat itu, terdapat salah satu calon bupati yang menjadi tersangka KPK. Dia tetap bisa mengikuti proses pencalonan, kendati berada di dalam penjara.
"Dan ternyata menang. Akhirnya Mendagri waktu itu Gamawan Fauzi melantik yang bersangkutan di dalam tahanan tapi langsung diberhentikan pada saat yang sama. Lalu wakilnya ditetapkan sebagai Penjabat (Pj) Bupati," tuturnya.