Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
5 Fakta soal SBY dan Kasus e-KTP yang Menyeret Namanya
7 Februari 2018 8:47 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB

ADVERTISEMENT
Nama Presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turut sempat disebut dalam sidang lanjutan kasus e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto, Kamis (25/1). Hal tersebut diungkapkan saat mantan Wakil Ketua Banggar Mirwan Amir dihadirkan sebagai saksi dan mengaku pernah berbincang dengan SBY saat proyek e-KTP bergulir di 2010.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Mirwan menyampaikan pendapatnya bahwa proyek e-KTP seharusnya tidak dilanjutkan sebab dinilai ada masalah dalam prosesnya. Namun, SBY menyebutkan proyek tersebut harus tetap dilanjutkan karena saat itu sudah menjelang Pilkada.
Seusai persidangan, pengacara Setnov, Firman Wijaya, mengaku saat persidangan hanya meneruskan pertanyaan yang sempat dilontarkan penuntut KPK sebelumnya kepada Mirwan. Penuntut umum sempat bertanya kaitan proyek e-KTP dengan Pemilu 2009 kepada Mirwan.
SBY menganggap Firman telah memfitnah dan mencemarkan nama baiknya di depan publik melalui media elektronik. Mengetahui namanya dicatut, SBY pun tidak terima dan melaporkan Firman ke Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (6/2). Firman disebut telah melanggar Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP juncto Pasal 27 ayat 3 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
ADVERTISEMENT
Berikut kumparan (kumparan.com) rangkum fakta-fakta soal SBY dan kasus e-KTP yang menyeret namanya.
1. SBY sebut ini sebagai konspirasi

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono meradang setelah namanya disebut-sebut dalam sidang dugaan korupsi e-KTP. Ia menyebutkan, penyeretan namanya tersebut merupakan bentuk konspirasi di tahun politik.
"Ini skenario siapa, konspirasi siapa ini. Menjelang tahun politik. Ini yang harus kita ungkap, inilah jihad saya untuk mendapatkan keadilan, mungkin panjang, saya akan tempuh sampai kapan pun juga," kata SBY di kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa (6/2).
Meski demikian, ia tidak menyebutkan nama dituduh menjadi dalang konspirasi untuk menggulingkan citranya. Ia hanya mengaku mendapatkan informasi bahwa sebelum bersaksi di sidang e-KTP, Wakil Ketua Badan Anggaran di DPR saat proyek e-KTP dibahas, Mirwan Amir, dan pengacara Setya Novanto, Firman Wijaya, sempat menggelar pertemuan.
ADVERTISEMENT
2. SBY kecewa dengan Setya Novanto

SBY merasa kecewa ketika namanya disebut terlibat dalam kasus e-KTP oleh pengacara Setnov, Firman Wijaya, saat sidang. Padahal, saat Setnov di-bully karena drama kecelakaannya, SBY mengaku sudah melarang seluruh kadernya memberikan tanggapan negatif.
SBY menyebutkan, kebaikan hatinya tersebut kini malah dibalas dengan tuduhan yang menyatakan dirinya terlibat dalam kasus korupsi besar tersebut.
"Tampaknya air susu dibalas dengan air tuba," kata SBY.
3. Sebut nama SBY di kasus e-KTP, Firman Wijaya dilaporkan ke Peradi dan Bareskrim

Atas tuduhan tersebut, SBY tidak tinggal diam. Ia pun melaporkan Firman ke Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (6/2) atas tuduhan pencemaran nama baik. Aduan SBY tersebut diterima dengan bukti lapor Nomor TBL/144/II/Bareskrim serta laporan polisi Nomor LP/187/11/2018/Bareskrim.
ADVERTISEMENT
SBY menyebutkan Firman telah melanggar Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP juncto Pasal 27 ayat 3 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dalam pelaporan tersebut, ia juga membawa sejumlah bukti berupa video yang diunduh dari Youtube serta rekaman Firman dan print out dari media online.
"Saya sebagai warga negara yang menaati hukum tetapi juga ingin mencari keadilan secara resmi melaporkan saudara Firman Wijaya yang saya nilai telah melakukan fitnah dan mencemarkan nama baik saya berkaitan dengan permasalahan e-KTP. Selebihnya saya serahkan kepada Tuhan maha kuasa, Allah subhanahu wa ta'ala," tutur SBY di Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (6/2).
Selain mengadu ke Bareskrim, SBY juga melaporkan Firman ke Peradi karena diduga melanggar kode etik advokat dalam persidangan kasus korupsi e-KTP untuk Setya Novanto. Laporan itu langsung diterima oleh Sekjen Peradi, Thomas Tampubolon.
ADVERTISEMENT
"Ingin menyampaikan surat aduan kepada DPN Peradi," ujar Sekretaris Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat, Ardy Mbalembout, di Kantor DPN Peradi di Grand Slipi Tower, Jakarta, Senin (5/2).
4. Selain laporan Firman Wijaya, SBY juga pertanyakan kelanjutan kasus Antasari

Usai memberikan laporannya, SBY rupanya juga sempat menyinggung soal kasus hukumnya dengan Antasari Azhar yang sampai saat ini belum ada kejelasannya. Padahal, aduannya tersebut sudah dilakukan lebih dari satu tahun yang lalu.
"Sudah lebih dari satu tahun, aduan saya terhadap Antasari belum memiliki kejelasan. Saya masih percaya Kabareskrim, saya masih percaya Kapolri, dan Presiden RI. Mudah-mudahan mereka menindaklanjuti apa yang akan saya laporkan nanti," ujar SBY di kantor DPP Demokrat, Wisma Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (6/2).
ADVERTISEMENT
Antasari Azhar pada Februari 2017 silam sempat melontarkan tuduhan bahwa SBY memerintahkan Hary Tanoesoedibjo--kini Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo)--untuk menemuinya dan meminta agar KPK tidak menahan Aulia Pohan, besan SBY.
Tidak lama kemudian, beredar kabar bahwa Antasari melaporkan SBY. Namun, kabar tersebut dibantah oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menyebutkan Antasari justru melaporkan para penyidik kasus yang membawanya ke penjara, termasuk, Kapolda Metro Jaya, Irjen Muhammad Iriawan yang dulu memimpin penyidikan.
Dalam laporannya, Antasari menuding ada rekayasa untuk melengserkannya dari jabatan tertinggi lembaga antirasuah dan masuk ke jeruji besi. Para terlapor diduga melanggar Pasal 318 KUHP terkait dugaan rekayasa untuk menghukum orang.
Namun, kasus tersebut tutup buku karena kurangnya bukti yang diserahkan Antasari kepada pihak Kepolisian.
ADVERTISEMENT
5. Nama putra Bungsu SBY, Ibas juga terseret

Tidak hanya SBY, putra bungsu, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) juga pernah terseret dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. Meski, dugaan tersebut langsung dibantah keras oleh pihak Partai Demokrat.
"Sampai saat ini, terlalu jauh mengaitkannya dengan Mas Ibas. Apalagi tulisan itu kan hanya tulisan yang ditebel-tebelin. Kita tidak tahu itu nama Ibas atau siapa. Bisa saja Abas," ujar perwakilan tim hukum SBY, Ferdinand Hutahahean, di Gedung Bareskrim, Jakarta Pusat, Selasa (6/2).
Pencatutan nama Ibas, menurut Ferdinand, diduga merupakan upaya Setnov untuk mengamankan posisinya. Sebab, Setnov kini diketahui sedang mengejar justice collaborator.
"Tentu dia akan berupaya melakukan apa saja. Tentu bagi kami, kita mengaitkan Ibas di proyek e-KTP ini agak janggal karena dari banyak saksi yang diperiksa, Ibas kan tidak pernah ada disebut," katanya.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Partai Demokrat mengaku sejumlah nama anggota Fraksi Demokrat memang disebut terlibat dalam kasus tersebut. Namun, nama Ibas tidak pernah ada dalam kasus e-KTP.
"Jadi yang dituliskan kemarin itu, kita anggap omong kosong saja. Itu bukan Mas Ibas, karena Mas Ibas sama sekali tak terkait e-KTP," tuturnya.