5 Landmark Ciamik di Jakarta yang Hadir di Tahun 2017

30 Desember 2017 20:16 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Uji Coba Mobil di Simpang Susun Semanggi (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Uji Coba Mobil di Simpang Susun Semanggi (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sejak beberapa tahun belakangan, Jakarta gencar membangun berbagai landmark atau simbol visual, mulai dari infrastruktur hingga ruang publik. Tahun ini, sejumlah landmark tersebut telah diresmikan dan menambah daftar ikon kota Jakarta.
ADVERTISEMENT
Apa saja landmark Jakarta yang hadir di 2017?
1. Simpang Susun Semanggi
Uji Coba Simpang Susun Semanggi (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Uji Coba Simpang Susun Semanggi (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Simpang Susun Semanggi dibangun sejak 7 Maret 2016. Pembangunan jembatan layang sepanjang 1,6 kilometer ini dilakukan dengan menggunakan dana kompensasi pengembang dari PT Mitra Panca Persada sebesar Rp 345 miliar.
Simpang ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo, didampingi oleh Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, bersamaan dengan peringatan HUT ke-78 RI.
Sebelum adanya Simpang Susun Semanggi, kendaraan dari arah Tomang menuju Blok M harus memutar cukup jauh. Pengguna jalan harus melalui kolong Semanggi kemudian memutar di Bundaran HI. Sebelum sampai Blok M, kendaraan juga harus melintasi Jalan Sudirman.
ADVERTISEMENT
Situasi yang sama juga dialami kendaraan dari Cawang menuju Thamrin. Mereka harus melewati kolong Semanggi dan memutar di Bundaran Senayan. Kendaraan juga masih harus melintasi Jalan Sudirman sebelum memasuki kawasan Thamrin.
Setelah jembatan melengkung ini bisa dilalui pengguna jalan, kendaraan dari Tomang ke Blok M dan dari Cawang menuju Thamrin, cukup naik ke Simpang Susun Semanggi.
Dana yang dianggarkan dalam pembangunan jembatan layang ini mencapai Rp 600 miliar. Karena dana yang dihabiskan sebesar Rp 345 miliar, Pemprov DKI masih memiliki dana sebesar Rp 219 miliar. Sisa dana itu, kini digunakan untuk membangun trotoar.
2. RPTRA Kalijodo
RPTRA Kalijodo. (Foto: Antara/Aprillio Akbar)
zoom-in-whitePerbesar
RPTRA Kalijodo. (Foto: Antara/Aprillio Akbar)
Kalijodo hanyalah salah satu Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA) yang tersebar di Jakarta. Namun, sejarah di balik pembangunannya, menjadi catatan tersendiri: ia dibangun di atas kawasan lokalisasi.
ADVERTISEMENT
Pada Februari 2016 yang lalu, Pemprov DKI menggusur permukiman di kawasan Kalijodo. Sebanyak 3.000-an warga yang bermukim di sana, dipindahkan ke Rumah Susun Marunda.
Namun, penggusuran yang melibatkan sejumlah polisi dan TNI untuk mengamankan lokasi itu tak berjalan dengan mudah. Jauh sebelum eksekusi penggusuran dilakukan, banyak warga yang menolak wacana penggusuran tersebut.
Sayangnya, sikap tegas yang ditunjukkan Gubernur DKI pada masa itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), tak mampu dilawan oleh warga. Ahok bahkan sempat melakukan razia besar-besaran untuk membuktikan bahwa Kalijodo kala itu memang menjadi kawasan pelacuran.
Setelah semua rata dengan tanah, Ahok mulai membangun RPTRA di kawasan tersebut. Dengan dibiayai oleh dana tanggung jawab sosial dari PT Sinarmas Land sebesar Rp 3,6 miliar, perlahan tapi pasti RPTRA dibangun.
RPTRA Kalijodo (Foto: Johanes Hutabarat/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
RPTRA Kalijodo (Foto: Johanes Hutabarat/kumparan)
Pada Februari 2017, tepatnya pada tanggal 22, Ahok meresmikan RPTRA Kalijodo. RPTRA Kalijodo memiliki total luas lahan 5.489 meter persegi dan luas bangunan 1.468 meter persegi.
ADVERTISEMENT
Area RPTRA Kalijodo diberi berbagai fasilitas, di antaranya taman papan luncur dan sepatu roda (skate park), arena bermain sepeda gunung (BMX) dan olahraga luar ruang (outdoor gym).
Tak hanya itu, di area tersebut juga terdapat ruang khusus untuk ibu menyusui, ruang perpustakan, aula, dan tempat bermain anak-anak seperti ayunan dan jungkat-jungkit.
3. Masjid Raya KH Hasyim Asy’ari
Masjid Raya KH Hasyim Asyari Jakarta (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Raya KH Hasyim Asyari Jakarta (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
Masjid Raya KH Hasyim Asy’ari dibangun di Jalan Raya Daan Mogot, Duri Kosambi, Kalideres, Jakarta Barat. Masjid ini disebut-sebut sebagai masjid raya pertama yang dibangun Jakarta.
Ide pembangunan masjid tersebut berasal dari Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Sayangnya, peletakan batu pertama pembangunan masjid di atas lahan seluas 2,4 hektar itu baru bisa dilakukan pada tahun 2014, saat Jokowi sudah menjabat sebagai Presiden.
ADVERTISEMENT
Masjid yang memiliki daya tampung hingga 12.500 jemaah itu memiliki luas bangunan sebesar 16.985 meter persegi. Pembangunan masjid ini menelan biaya sebesar Rp 165 miliar.
Masjid ini diresmikan pada Sabtu (15/4) 2017 oleh Presiden Joko Widodo. Peresmian ditandai dengan penabuhan bedug oleh Jokowi didampingi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Plt Gubernur DKI Sumarsono, dan keluarga besar Almarhum KH Hasyim Ashari yang diwakilkan oleh Salahudin Wahid.
Sementara itu, Ahok dan Djarot saat itu tak bisa ikut menghadiri peresmian masjid tersebut, lantaran tengah cuti dan berstatus sebagai calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.
Bangunan masjid tersebut terdiri dari lima menara dan dua lantai. Masjid ini juga dilengkapi dengan gedung serba guna, ruang salin, dan antara lantai 1 dan lantai 2 terdapat ruang kelas, ruang sosial, serta ruang DKM.
ADVERTISEMENT
4. Air Mancur Menari Monas
Monas Djakarta's Fountain atau Air Mancur Menari di kawasan Monumen Nasional diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat pada Sabtu (12/8). Peresmian itu juga dihadiri oleh Dirjen Otonomi Daeraah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumarsono.
Peresmian Air Mancur Menari tersebut dilakukan dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun ke-42 Monas. Sejak 2005, air mancur di Monas memang sudah rusak dan belum pernah direnovasi.
Air mancur menari di Monas (Foto: M. Iqbal/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Air mancur menari di Monas (Foto: M. Iqbal/kumparan)
Biaya untuk renovasi air mancur menari itu, berasal dari patungan Djarot, Ahok, hingga Kepala UPT Monas Sabdo Kristianto.
"Itu dananya patungan. Ada Pak Ahok, Saya, Mas Addie MS, dan Pak Sabdo Kepala UPT Monas Sabdo Kristianto. Ya kurang lebih Rp 400 juta," jelas Djarot di Balai Kota, Jalan Merdeka Selatan, Rabu (26/7).
ADVERTISEMENT
Air mancur tersebut akan menari diiringi lagu-lagu daerah dan lagu-lagu bertema ke-Indonesia-an pada malam hari. Air Mancur Menari hadir setiap Sabtu dan Minggu malam di dua sesi tersebut, pukul 19.30 WIB dan 20.30 WIB.
5. Koridor 13 TransJakarta
Ruas Jalan Layang TransJakarta Koridor 13 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ruas Jalan Layang TransJakarta Koridor 13 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Koridor 13 TransJakarta merupakan satu-satunya jalur TransJ tertinggi di Jakarta. Hal itu disebabkan karena Halte CSW yang menjadi salah satu halte yang berada di jalur itu berada di ketinggian 23 meter dari dasar tanah. Selain itu, ada beberapa halte lain di koridor ini yang berada di ketinggian, tak seperti halte TransJ pada umumnya.
Koridor yang menghubungkan Tendean-Ciledug ini dibangun sejak Maret 2015. Jalur sepanjang 9,3 kilometer ini, memiliki 12 halte di antaranya Tendean, Rawa Barat, Tirtayasa, CSW, Mayestik, Velbak, Kebayoran Lama, Seskoal, Cipulir, Swadarma, dan Adam Malik.
Jalan Layang Khusus Transjakarta Koridor 13. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jalan Layang Khusus Transjakarta Koridor 13. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Koridor 13 diresmikan oleh Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat pada Rabu (16/8). Didampingi oleh Wali Kota Tangerang Arief Rachadiono Wismansyah dan Dirut PT TransJakarta Budi Kaliwono, Djarot memotong pita dan melepas balon untuk meresmikan koridor tersebut secara simbolis.
ADVERTISEMENT
Koridor 13 ini sempat dikritik oleh Gubernur DKI saat ini, Anies Baswedan. Anies menyebut, koridor 13 TransJakarta yang dibangun pada masa pemerintahan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) itu sebagai contoh pembangunan infrastruktur transportasi yang tak memikirkan integrasi antarmoda.
Menurutnya, warga masih harus berjalan kaki setidaknya 15 menit dari Halte TransJakarta terdekat di dekat Pasar Kebayoran Lama, untuk sampai ke Stasiun Kebayoran Lama.