Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Komisi III DPR memilih lima pimpinan KPK periode 2024-2029, Kamis (21/11). Penetapan dilakukan usai Komisi Hukum rampung melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) kepada para calon Pimpinan KPK.
ADVERTISEMENT
Dalam melakukan pemilihan, Komisi III melakukan pemungutan suara alias voting terhadap 10 calon Pimpinan KPK. Lima calon yang mendapat suara paling banyak kemudian dipilih oleh Komisi III.
Berikut hasil voting Komisi III:
Dengan mekanisme suara terbanyak itu, maka yang terpilih menjadi Pimpinan KPK periode 2024-2029 adalah:
ADVERTISEMENT
Dalam voting tersebut, Komisi III juga turut memilih Ketua KPK. Setyo Budiyanto menjadi calon yang paling banyak mendapatkan suara yakni 45 suara.
Para calon yang terpilih ini nantinya akan ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna. Kemudian, mereka akan membacakan sumpah jabatan di hadapan Presiden pada 20 Desember 2024.
Tak Ada Calon Perempuan yang Lolos untuk Jadi Pimpinan KPK 2024–2029
Usai menghitung perolehan suara untuk Capim KPK, tak ada pimpinan lembaga antirasuah yang berasal dari kalangan perempuan.
Adapun dalam fit and proper test itu, ada 2 orang Capim KPK yang berasal dari kalangan perempuan. Mereka adalah Poengky Indarti dan Ida Budhiati.
Poengky merupakan komisioner Kepolisian Nasional (Kompolnas) periode 2016–2020 dan 2020–2024. Sementara itu, Ida adalah anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) periode 2012–2017 dan 2017–2022.
ADVERTISEMENT
Dalam rapat pleno itu, Poengky hanya memperoleh total 2 suara. Sementara, Ida meraup total 8 suara.
Dewas yang Pilihan Komisi III DPR
Dalam melakukan pemilihan, Komisi III melakukan pemungutan suara alias voting. Lima calon yang mendapat suara paling banyak kemudian dipilih oleh Komisi III.
Berikut hasil voting Komisi III:
Dengan mekanisme suara terbanyak itu, maka yang ditetapkan menjadi Dewas KPK periode 2024-2029 adalah:
Kelima orang yang dipilih menjadi Dewas KPK itu, yakni Benny Jozua Mamoto, Chisca Mirawati, Gusrizal, Sumpeno, dan Wisnu Baroto.
ADVERTISEMENT
Berikut profil mereka:
1. Benny Jozua Mamoto
Benny merupakan purnawirawan perwira tinggi Polri. Lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1977 ini pensiun dengan pangkat jenderal bintang dua alias Irjen.
Pria kelahiran Manado, 7 Juni 1957 itu banyak berpengalaman di bidang Reserse, sejumlah jabatan strategis pernah didudukinya. Seperti, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri dan Wakil Sekretaris NCB Interpol Divhubinter Polri.
Benny juga pernah mendapat penugasan di luar struktur, salah satunya di BNN. Di sana, ia sempat menjadi Deputi Pemberantasan Narkotika BNN.
Setelah pensiun, Benny terpilih menjadi Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) periode 2020-2024.
2. Gusrizal
Gusrizal berlatar belakang sebagai seorang Hakim. Ia kini masih menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Samarinda.
ADVERTISEMENT
Gusrizal banyak dikenal masyarakat karena putranya menikahi komika Kiky Saputri. Pernikahan itu digelar mewah sehingga sempat menjadi sorotan publik.
Di dunia kehakiman, pria kelahiran Jambi, 22 Mei 1958 itu sudah pernah mengemban sejumlah posisi penting.
Ia sempat mengemban posisi Ketua Pengadilan Negeri Bogor, Wakil Ketua PN Surabaya, hingga Wakil Ketua PN Jakarta Selatan. Ia juga sempat menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
3. Chisca Mirawati
Chisca merupakan seorang wanita yang sudah malang melintang di dunia perbankan. Kebanyakan, ia mengisi posisi sebagai Direktur Kepatuhan.
Tercatat, Chisca pernah bekerja di Standard Chartered Bank, Bank Andara, hingga PT MNC Bank International.
Teranyar, Chisca lalu banting setir dan membangun firma hukum yang diberi nama CMKP Law -- Chisca Mirawati, Kanya & Partners.
ADVERTISEMENT
4. Wisnu Baroto
Wisnu berlatar belakang sebagai jaksa. Saat ini, ia tengah mengemban jabatan sebagai Staf Ahli Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung.
Sebagai insan Adhyaksa, Wisnu juga sudah mengemban sejumlah jabatan lainnya. Seperti Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, hingga Aspidum Kejati Sulawesi Selatan.
Wisnu juga sempat menangani beberapa perkara terkait keuangan saat menjabat Kepala Subdit Tindak Pidana Ekonomi di Kejagung.
5. Sumpeno
Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar Sumpeno menjadi calon hakim agung (CHA) terakhir yang diwawancara Komisi Yudisial (KY).
Sama seperti Gusrizal, Sumpeno juga memiliki latar belakang sebagai seorang Hakim. Saat ini, ia tengah bertugas sebagai hakim di Pengadilan Tinggi Jakarta.
Tak hanya itu, Sumpeno juga pernah mengemban posisi lainnya seperti menjadi Ketua Pengadilan Negeri Bengkalis, Ketua Pengadilan Negeri Balikpapan, hingga menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Capim dan Dewas yang Terpilih Dikritik: Bermasalah dan Dekat dengan Kepentingan Politik
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menyebut, di tengah krisis integritas, seharusnya DPR memilih Pimpinan dan Dewan Pengawas yang memiliki rekam jejak nyaris sempurna, berpihak kepada agenda pembenahan kelembagaan KPK dan pemberantasan korupsi.
"Faktanya, Komisi III DPR memilih calon dengan latar belakang bermasalah yang dekat dengan kepentingan politik. Koalisi Masyarakat Sipil menilai bahwa proses seleksi ini sudah cacat sejak awal," kata Julius dalam keterangannya, Kamis (21/11).
Setidaknya ada tiga poin yang menjadi sorotan Koalisi Masyarakat Sipil.
Pertama, Panitia Seleksi (Pansel) diduga kuat memilih calon yang memiliki kedekatan personal dengan Presiden ke-7 RI, Jokowi. Adapun Pansel KPK ditunjuk dan mulai bekerja saat Jokowi masih menjabat presiden.
ADVERTISEMENT
"Hal itu dapat dibuktikan dari banyaknya nama yang secara rekam jejak dinilai cukup baik dan berkomitmen dalam pemberantasan korupsi justru dipenggal dalam proses seleksi awal. Pansel justru meloloskan nama-nama yang jelas-jelas memiliki rekam jejak buruk," kata Julius.
Kedua, proses seleksi yang terkesan sekadar formalitas. Seleksi wawancara yang dilakukan oleh Pansel maupun Fit and Proper Test di Komisi III DPR tidak menggali lebih dalam kepada calon terkait mulai dari tidak patuh dalam melaporkan harta kekayaan, harta kekayaan yang mengalami fluktuasi tidak wajar, nir-integritas dan potensi benturan konflik kepentingan, hingga langkah konkret dalam upaya membenahi kelembagaan KPK pasca Revisi UU KPK 2019.
ADVERTISEMENT
"Padahal tanpa adanya perbaikan internal, KPK hanya jadi harimau yang kehilangan taringnya," kata Julius.
ADVERTISEMENT
Ketiga, Fit and Proper test yang justru menetapkan lima calon sebagai Komisioner KPK 2024-2029 dengan rekam jejak buruk tanpa komitmen dalam memberantas korupsi.
"Salah satunya Johanis Tanak yang diduga melanggar kode etik karena pertemuan dengan Tersangka Kasus Suap Penangkapan Perkara di Mahkamah Agung yakni mantan Komisaris PT Wika Beton, Tbk. pada 28 Juli 2023," kata Julius.
Selain itu, dalam paparannya saat Fit and Proper Test, Johanis Tanak menegaskan akan menghapus OTT KPK karena dianggap tidak sesuai dengan aturan KUHP yang berlaku.
"Koalisi menilai bahwa Johanis Tanak tidak mampu mengukur efektivitas dan persentase keberhasilan pemberantasan korupsi melalui OTT atau niat menghapus OTT karena adanya transaksi politik dengan seseorang dan atau kelompok tertentu sehingga menjadikan KPK sebagai lembaga yang mati suri dalam menjalankan mandatnya sebagai pemberantas korupsi," ucap Julius.
ADVERTISEMENT
"Lebih parahnya, Komisi III DPR RI bahkan memberikan apresiasi dan tepuk tangan meriah saat Johanis Tanah menjelaskan bahwa akan menghapuskan OTT KPK," sambungnya.
Julius juga menyoroti soal komposisi pimpinan KPK pilihan DPR ini didominasi oleh aparat penegak hukum (APH). Hal tersebut, kata dia, menjadi tantangan untuk mengaktifkan kembali fungsi trigger mechanism KPK.
Semangat trigger mechanism ini sejatinya muncul ketika Kejaksaan dan Kepolisian dianggap belum cukup efektif dalam pemberantasan korupsi.
"Faktanya, calon yang dipilih oleh DPR adalah mereka dengan rekam jejak Kejaksaan dan Kepolisian yang juga tidak efektif dalam melakukan pemberantasan korupsi di lembaga sebelumnya," kata dia.
"Bahkan, Kejaksaan dan Polri menjadi lembaga yang paling banyak melakukan korupsi," sambungnya.
Julius mengatakan, meski pihaknya dan Transparency International Indonesia telah mengirimkan rekam jejak seluruh nama Capim dan Dewas yang sedang menjalankan Fit and Proper Test, sayangnya Komisi III DPR RI tidak mengindahkan rekam jejak tersebut.
ADVERTISEMENT
"Padahal rekam jejak tersebut dapat menjadi indikator nilai apakah calon yang ada memiliki niat baik dalam pemberantasan korupsi atau tidak," kata dia.