5 Putusan MK yang Jadi Perhatian Publik di 2024: Syarat Kepala Daerah-UU KPK

2 Januari 2025 12:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana gedung Mahkamah konstitusi (MK) di jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat jelang sidang pembacaan putusan MKMK, Selasa (7/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana gedung Mahkamah konstitusi (MK) di jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat jelang sidang pembacaan putusan MKMK, Selasa (7/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
MK memberikan laporan tahunan 2024 sekaligus membuka masa sidang 2025. Dalam laporannya, MK menyebut ada beberapa gugatan terhadap Undang-Undang yang menyita perhatian publik selama setahun ke belakang.
ADVERTISEMENT
Ketua MK Suhartoyo menyebut bahwa MK memutus 158 perkara terkait pengujian UU sepanjang tahun 2024.
"Dalam mengadili perkara pengujian undang-undang tersebut, terdapat beberapa putusan yang menyita perhatian publik dan memengaruhi sistem ketatanegaraan, sistem pemilu serta penguatan prinsip demokrasi dan hak konstitusional warga negara," kata Suhartoyo di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1).
Pertama, terkait UU Pilkada. MK menurunkan ambang batas syarat parpol untuk mengusung kepala daerah. Kini, syarat bagi parpol, disamakan dengan syarat bagi calon independen atau perseorangan.
“Dalam pengujian Undang-Undang Pilkada, MK menyatakan ambang batas persyaratan kepala daerah turun menjadi 6,5 persen sampai dengan 10 persen,” ujar Suhartoyo.
Kedua, terkait UU Pemilu. MK memutus ambang batas parlemen konstitusional bersyarat yang mulai berlaku 2029 dan Pemilu selanjutnya. Pada 2024, ambang batas parlemen masih berlaku minimal 4 persen. Namun, MK memerintahkan pembentuk UU dan pemerintah agar menyusun ulang aturan tersebut dalam putusannya.
ADVERTISEMENT
Ketiga, pengujian UU KUHP. Terdapat dua poin utama yang diubah MK.
"Pasal penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran dinyatakan inkonstitusional dan dalam pengujian undang-undang terorisme, Mahkamah Konstitusi memutus bahwa pemenuhan kompensasi korban terorisme paling lama 10 tahun," papar Suhartoyo.
Ketua majelis hakim yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memimpin jalannya sidang lanjutan sengketa pemilu di Jakarta, Kamis (15/8/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Keempat, terkait UU Cipta Kerja. Ada beberapa pasal yang menjadi sorotan.
"Mahkamah Konstitusi menyatakan klaster ketenagakerjaan harus dipisahkan dari Undang-Undang Cipta Kerja serta memutuskan bahwa sistem unbundling dalam usaha penyediaan listrik tetap inkonstitusional. Sementara dalam pengujian hak cipta, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa platform layanan digital dilarang membiarkan penjualan, penayangan, dan atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta," sebut Suhartoyo.
Kelima, terkait UU KPK. Kaitannya dalam kewenangan KPK dalam menangani perkara koneksitas.
ADVERTISEMENT
"Mahkamah Konstitusi menyatakan KPK berwenang menangani perkara korupsi koneksitas sepanjang dimulai oleh KPK,” ujar Suhartoyo.
Lebih lanjut, Suhartoyo menyebut rata-rata waktu pengujian Undang-undang pada 2024 itu dilakukan selama 71 hari kerja per perkara.
“Hal ini terbilang relatif cepat karena selama 2024 Mahkamah praktis tidak menangani pemeriksaan pengujian undang-undang selama hampir 3 bulan karena memprioritaskan penyelesaian perselisihan hasil pemilihan pemilu presiden dan pemilu legislatif,” tutup dia.