5 Rekomendasi KPAI Terkait Kasus Siswi Nonmuslim Wajib Berjilbab di Padang

23 Januari 2021 16:22 WIB
Komisioner KPAI,  Retno Listyarti di SMPN 147 Ciracas. Foto: Reki Febrian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Komisioner KPAI, Retno Listyarti di SMPN 147 Ciracas. Foto: Reki Febrian/kumparan
ADVERTISEMENT
KPAI segera bereaksi setelah mereka mengetahui ada kasus seorang siswi non-muslim di SMKN 2 Padang yang diminta berjilbab dengan alasan aturan sekolah. KPAI menilai, sekolah negeri tersebut tidak menghargai prinsip keberagaman.
ADVERTISEMENT
"KPAI prihatin dengan berbagai kasus di beberapa sekolah negeri yang terkait dengan intoleransi dan kecenderungan tidak menghargai keberagaman, sehingga berpotensi kuat melanggar hak-hak anak, seperti kasus mewajibkan semua siswi bahkan yang beragama non Islam untuk mengenakan jilbab di sekolah, atau kasus beberapa waktu lalu di mana ada pendidik di SMAN di Depok dan DKI Jakarta yang menyerukan untuk memilih ketua OSIS yang beragama Islam”, ujar Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (23/1).
Padahal, sekolah negeri sudah seharusnya bersifat majemuk. Mereka mewakili kebhinekaan yang jadi dasar negara Indonesia.
Ilustrasi siswi SMA berjilbab. Foto: Aditia Rijki Nugraha/kumparan
Retno juga tak sepakat dengan pendapat dari Kepala SMKN 2, saat dipanggil oleh Ombudsman. Kepala sekolah menyatakan, selama ini, kecuali siswi non muslim yang berinisial JHC tidak menolak aturan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada yang menolak bukan berarti kebijakan atau aturan sekolah tidak melanggar ketentuan perundangan lain yang lebih tinggi. Aturan sekolah seharusnya berprinsip pada penghormatan terhadap HAM dan menjunjung nilai-nilai kebangsaan, apalagi di sekolah negeri. Melarang peserta didik berjilbab jelas melanggar HAM, namun memaksa peserta didik berjilbab juga melanggar HAM,” ungkap Retno.
Pelanggaran HAM yang diucapkan Retno ia dasarkan pada aturan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015. Aturan tersebut mengatur tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan di lingkungan pendidikan untuk menciptakan proses pembelajaran yang aman dan nyaman.
"Dalam Permendikbud tersebut pada pasal 6 huruf (i) mengkategorikan tindakan kekerasan termasuk di antaranya adalah, tindak kekerasan atas dasar diskriminasi terhadap suku,agama, ras, dan/atau antar golongan (SARA) merupakan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada SARA yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan, pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan atas hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan," terang Retno.
ADVERTISEMENT
5 Rekomendasi KPAI
Atas peristiwa yang tak mengenakkan ini, KPAI pun menyusun 5 rekomendasinya. Berikut rekomendasi tersebut:
ADVERTISEMENT