6 Remaja WNI yang Pernah Dipenjara di Australia Menangi Banding Pembersihan Nama

27 April 2022 19:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Anak Indonesia di Penjara Australia Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anak Indonesia di Penjara Australia Foto: Indra Fauzi/kumparan
Enam remaja WNI berlayar di perairan Australia pada 2009. Berumur antara 13 dan 17 tahun, mereka terlena bujukan orang-orang dari desa asal mereka yang menjanjikan bayaran uang besar untuk mengangkut pencari suaka secara ilegal.
ADVERTISEMENT
Modus seperti itu merupakan sesuatu yang sering terjadi di desa-desa. Anak di bawah umur biasanya diturunkan untuk melakukan pekerjaan kotor ini.
Bila tertangkap, mereka hanya perlu mengaku bahwa mereka belum cukup umur, sehingga Polisi Federal Australia tak punya pilihan selain mengirimkan mereka pulang.
Namun, takdir berkata lain untuk enam remaja tersebut. Sebuah kapal penangkap ikan Australia menghampiri dan mencegat mereka. Otoritas berwenang sama sekali tidak percaya bahwa mereka masih di bawah umur.
Anak Indonesia di Penjara Australia Foto: Indra Fauzi/kumparan
Tahun 2009 adalah masa yang panas untuk iklim politik Negeri Kanguru tersebut. Isu perlindungan perbatasan menjadi salah satu sorotan utama dalam negeri.
Alhasil, mereka akhirnya di penjara selama sekitar 3 tahun bersama napi-napi dewasa. Tetapi, pemerintah Australia menerima banyak keluhan tentang keputusan ini dari berbagai penjuru dunia. Keenam anak itu pun dibebaskan dengan izin dan dipulangkan ke tanah air.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, nama keenam remaja tersebut belum bersih. Data pengadilan Australia tetap menganggap mereka sebagai kriminal dewasa nyaris satu dekade kemudian, sampai sebuah pernyataan pengadilan pada Selasa (26/4) akhirnya meluruskan fakta.
Pengadilan Australia akhirnya menyatakan, mereka salah telah memenjarakan keenam pemuda tersebut, terlebih ke dalam tahanan dewasa.
Ilustrasi penjara anak. Foto: Shutterstock
Pengadilan banding membatalkan vonis para pemuda itu dan mengakui putusan sebelumnya sebagai kegagalan besar yang mencemarkan keadilan
Semua ini menimbulkan pertanyaan, apa yang membuat mereka percaya diri untuk membekuk remaja-remaja tersebut di tahun 2009, dan apa yang mengubah kepercayaan tersebut pekan ini.
Berikut adalah ringkasan kasus yang kini disebut sebagai 'kegagalan sistemik Australia di setiap langkah', dilansir oleh The Guardian.

Sinar-X Pergelangan Tangan

Pemindaian Sinar-X. Foto: AA Elbeialy, dkk Scientific Reports
Berikut adalah identitas para pemuda yang ditangkap pada 2009, beserta umur mereka saat kejadian: Rudi Usman (13), Hamzah Gogo (15), Muhammad Maleng (13), Maikel Husa (15), Usman Ari (16), dan Vandi (17).
ADVERTISEMENT
Catatan internal pengadilan menunjukkan, mereka berulang kali mengatakan kepada petugas imigrasi dan polisi bahwa mereka adalah anak-anak di bawah umur.
Namun, polisi malah memutuskan untuk menggunakan sebuah tes yang mengandalkan sinar-X untuk memperkirakan umur mereka berdasarkan struktur pergelangan tangan.
Metode ini menggunakan tulang orang Amerika kelas menengah yang sehat sebagai tolak ukur. Artinya, hasil yang ditunjukkan tidak akan selalu akurat.
Ilustrasi Pengadilan. Foto: Shutter Stock
Saat banding, pengadilan menemukan bahwa keenam anak tersebut tidak mungkin dituntut sebagai orang dewasa tanpa bukti rontgen pergelangan tangan.
ADVERTISEMENT
"Dari bukti yang tersedia mengenai tanggal lahir masing-masing pemohon banding, kami tidak dapat mendukung temuan bahwa pada saat kejadian, salah satu pemohon berusia 18 tahun atau ke atas," kata pengadilan tersebut.
Sejak kejadian 13 tahun lalu itu, metode rontgen pergelangan tangan sudah tidak lagi digunakan di pengadilan Australia. Sebab, banyak ilmuwan dan pihak-pihak yang terlibat meragukan tingkat akurasi metode tersebut.
Pengadilan mengatakan bahwa jaksa persemakmuran kini telah mengakui bahwa mereka terlalu bergantung kepada bukti rontgen. Tindakan itu menimbulkan keraguan serius atas integritas pengakuan bersalah, serta integritas semua keputusan yang tidak mempermasalahkan usia pemohon.
"[Australia] telah mengakui bahwa kegagalan keadilan disebabkan oleh masing-masing hukuman; penilaian keyakinan harus dikesampingkan, dan putusan bebas harus dimasukkan," lanjut pengadilan.
ADVERTISEMENT

Zaman Ketidakpastian

Ilustrasi Pengadilan. Foto: Shutter Stock
Sejak pertama keenam anak tersebut dihukum, telah muncul banyak keraguan bahkan dari pihak penuntut perihal umur mereka. Namun, penuntut memilih untuk tidak menggubris kejanggalan tersebut dan melanjutkan proses hukuman.
Dokumen pengadilan yang dilihat The Guardian menujukkan bahwa pengadilan Australia pernah membuat keputusan yang sama untuk kasus-kasus lainnya.
Polisi Australia ternyata mengubah tanggal lahir yang diberikan kepada mereka oleh enam anak terdakwa. Mereka mengubah tahun lahir masing-masing anak, agar semua dianggap cukup umur sesuai dengan hasil rontgen. Pengacara anak-anak tersebut lantas membantah tahun lahir baru itu, menyebutnya 'fiktif'.
Pada 2012, Komisi Hak Asasi Manusia Australia menyelidiki penahanan anak-anak atas tuduhan penyeludupan manusia. Pihaknya lalu merilis sebuah laporan pedas bertajuk 'The Age of Uncertainty', yakni 'Zaman Ketidakpastian'.
Ilustrasi perdagangan manusia. Foto: Shutterstock
Laporan ini mengatakan, perlakuan Australia terhadap anak-anak tersebut tergolong mengerikan. Pemerintah Australia disebut tidak menanggapi kasus-kasus itu secara serius.
ADVERTISEMENT
Komisaris HAM saat itu, Catherine Branson, mengatakan bahwa lembaga pemerintah Australia mungkin merasa tertekan. Sehingga, mereka berupaya membuktikan diri sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam mengatasi isu penyeludupan manusia.
"Saya menyimpulkan bahwa badan-badan ini ingin terlihat bahwa mereka dapat membawa tuntutan dan hukuman yang signifikan. Mereka ingin terlihat serius dalam menangani penyeludupan manusia," sergah Branson.
"Mereka ingin menemukan cara untuk menentukan usia. Tetapi, pada akhirnya, ketergantungan mereka pada rontgen pergelangan tangan terbukti tidak berdasar," pungkas Branson.