6 Temuan Komnas HAM Usai Pantau Sidang Mutilasi Mimika

21 Januari 2023 20:44 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Struktur Pimpinan Komnas HAM 2022-2027, dari kiri ke kanan: Saurlin P Siagian; Prabianto mukti wibowo; Pramono Ubaid Thantowi; Atnike Sigiro; Anis Hidayah; Putu Elvina; Abdul haris semendawai; Uli Parulian Sihombing; dan Hari Kurniawan. Foto: Dok. Komnas HAM
zoom-in-whitePerbesar
Struktur Pimpinan Komnas HAM 2022-2027, dari kiri ke kanan: Saurlin P Siagian; Prabianto mukti wibowo; Pramono Ubaid Thantowi; Atnike Sigiro; Anis Hidayah; Putu Elvina; Abdul haris semendawai; Uli Parulian Sihombing; dan Hari Kurniawan. Foto: Dok. Komnas HAM
ADVERTISEMENT
Sidang kasus mutilasi empat warga sipil di Mimika, Papua, sudah bergulir. Komnas HAM turun langsung memantau jalannya sidang dengan terdakwa para anggota Brigif R/20/IJK/3 di Kabupaten Mimika itu.
ADVERTISEMENT
"Sebagai upaya tindak lanjut rekomendasi terkait penegakan hukum, Komnas HAM RI melakukan pemantauan tahapan proses persidangan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab Komnas HAM RI untuk memastikan seluruh proses persidangan berjalan dengan baik dan dapat memenuhi rasa keadilan, utamanya bagi keluarga korban," kata Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan, Sabtu (21/1).
Pemantauan dilakukan Komnas HAM melalui Kantor Perwakilan Provinsi Papua. Setidaknya ada tiga sidang terpisah yang dipantau pada 10, 19, dan 20 Januari 2023.
Tiga sidang tersebut ialah:
Empat tersangka yang merupakan prajurit TNI AD melakukan adegan saat mengikuti rekonstruksi pembunuhan dan mutilasi empat warga di Timika, Papua, Sabtu (3/9/2022). Foto: Sevianto Pakiding/ANTARA FOTO
Terdapat enam temuan Komnas HAM dari hasil pemantauan tersebut, yakni:
ADVERTISEMENT
1. Sidang dapat dihadiri dan diikuti oleh keluarga korban dan masyarakat secara langsung dengan pengamanan dari Kepolisian dan TNI. Namun, proses persidangan tidak berjalan dengan efektif karena minimnya kesiapan perangkat pengadilan, antara lain:
ADVERTISEMENT
2. Proses peradilan mengabaikan aksesibilitas bagi keluarga untuk mengikuti seluruh tahapan persidangan. Terpisahnya proses peradilan sangat tidak efisien secara waktu dan biaya khususnya bagi keluarga yang diperiksa sebagai saksi.
3. Proses pertanggungjawaban pidana tidak maksimal karena proses hukum para terdakwa dari anggota militer dan sipil diadili secara terpisah, saksi pelaku sipil juga tidak dapat dihadirkan secara langsung dalam persidangan terdakwa anggota TNI. Selain itu, tersangka sipil hingga saat ini belum menjalani proses persidangan melalui pengadilan umum dan informasi terakhir berkas perkara masih di pihak Kejaksaan Negeri Timika.
4. Keluarga korban tidak puas dengan konstruksi dakwaan Oditurat Militer Tinggi Makassar terhadap terdakwa Mayor Helmanto Fransiskus Dakhi, karena menempatkan Pasal 480 KUHP sebagai dakwaan premier, Pasal 365 KUHP sebagai dakwaan pertama subsidair, sedangkan Pasal 340 KUHP sebagai dakwaan pertama lebih subsidair. Hal ini berimplikasi pada putusan yang sangat ringan bagi pelaku sehingga kasus serupa dimungkinkan dapat terulang kembali.
ADVERTISEMENT
5. Keluarga korban dan pengacara korban menilai proses persidangan terdakwa Mayor Helmanto Fransiskus Dakhi terkesan dilakukan maraton, padahal proses tahapan persidangan harus memberikan waktu yang cukup agar seluruh fakta dapat diuji dengan detail.
6. Keluarga korban menyampaikan bahwa mereka memerlukan jaminan perlindungan dan pemulihan dari LPSK selama proses persidangan kasus ini berlangsung
Untuk itu, Komnas HAM meminta Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengawasi jalannya sidang. Sehingga seluruh proses peradilan bisa berjalan efektif dan akuntabel. Apalagi, kasus ini melibatkan anggota TNI.
“Komnas HAM RI meminta Panglima TNI untuk melakukan pengawasan terhadap proses peradilan dan penegakan hukum agar berjalan efektif dan akuntabel,” tuturnya.
Serta, meminta Mahkamah Agung juga mengawasi perangkat pengadilan yang memeriksa perkara tersebut.
ADVERTISEMENT
"Yang menyidangkan terdakwa anggota militer maupun sipil agar proses peradilan dan penegakan hukumnya berjalan efektif dan akuntabel," ujar Atnike.
Berikut adalah rincian temuan dan rekomendasi Komnas HAM selama proses persidangan berlangsung:
Berikut enam sikap Komnas HAM:
a. Komnas HAM RI mendesak agar persidangan dilakukan secara independen dan imparsial sesuai dengan prinsip persidangan yang adil (fair trial) menurut UU HAM dan Konvenan Hak Sipil dan Politik.
b. Komnas HAM RI meminta Panglima TNI untuk melakukan pengawasan terhadap proses peradilan dan penegakan hukum agar berjalan efektif dan akuntabel.
c. Komnas HAM meminta Mahkamah Agung RI untuk pengawasan terhadap perangkat peradilan yang menyidangkan terdakwa anggota militer maupun sipil agar proses peradilan dan penegakan hukumnya berjalan efektif dan akuntabel.
ADVERTISEMENT
d. Komnas HAM RI meminta LPSK untuk memberikan perlindungan serta pemulihan bagi keluarga para korban.
e. Komnas HAM RI menghimbau kepada masyarakat untuk mendukung kelancaran proses persidangan agar proses persidangan dapat berjalan dengan baik.
f. Komnas HAM RI mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan informasi dan keterangan yang dibutuhkan dalam proses pemantauan ini.

Kasus Mutilasi Mimika

Rekonstruksi kasus mutilasi di Papua yang melibatkan prajurit TNI, Sabtu (3/9/2022). Foto: Dok. Istimewa
Dalam kasus ini, total ada 10 orang yang dijerat tersangka. Enam di antaranya anggota TNI.
Sedangkan korban berjumlah empat orang. Kepada korban, para pelaku berpura-pura ingin menjual senjata api. Para korban yang diyakini berjumlah empat orang kemudian tertarik dan mendatangi para pelaku dengan membawa uang Rp 250 juta.
"Keempat korban dipancing oleh pelaku untuk membeli senjata jenis AK 47 dan FN seharga Rp 250 juta," ujar Direskrimum Polda Papua Kombes Faizal Ramadhani beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Pada 22 Agustus 2022 sekitar pukul 21.50 WIT, di SP 1, Distrik Mimika Baru, para pelaku bertemu dengan korban dan membunuh mereka.
Setelah melakukan pembunuhan, selanjutnya para pelaku memasukkan jenazah ke dalam mobil korban dan membawanya ke Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, untuk kemudian dibuang. Sebelum membuang para korban, pelaku terlebih dahulu memasukkan mereka ke dalam karung.
"Sebelum dibuang, keempat korban semuanya dimutilasi dan dimasukkan ke dalam enam karung," kata dia.
Setelah membuang para korban ke Sungai Kampung Pigapu, para pelaku menuju ke Jalan masuk Galian C Kali Iwaka untuk membakar mobil Toyota Calya yang disewa oleh korban.
Keesokan harinya, para pelaku kembali berkumpul di gudang milik salah satu pelaku berinisial APL dan membagikan uang Rp 250 juta yang mereka rampas dari korban. Di hari yang sama, polisi menemukan mobil yang disewa korban dalam keadaan hangus terbakar.
ADVERTISEMENT
Pada Jumat (26/8), masyarakat dan polisi berhasil menemukan salah satu korban yang diketahui berinisial AL. Masih di hari yang sama, polisi menemukan salah satu mobil Avanza hitam yang disewa korban di SP 1.
Sehari berselang, Sabtu (27/8), masyarakat kembali menemukan satu jenazah lagi di Sungai Kampung Pigapu. Namun hingga kini identitasnya belum diketahui. Polisi masih mencari keberadaan jasad dua korban lainnya.
Tiga orang yang diduga menjadi pelaku pembunuhan empat korban sipil itu kemudian ditangkap, mereka adalah APL, DU dan R.