Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
600 Lebih Dokter Meninggal karena COVID-19, IDI Ungkap Penyebabnya
31 Juli 2021 23:27 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Paling banyak merupakan dokter umum yaitu sebesar 53%, sementara 45,2% spesialis, dan 1,5% residen. Adapun hingga Sabtu (31/7) ini, sudah lebih dari 600 dokter meninggal dunia.
"Update-nya sampai hari ini sudah 600 lebih yang meninggal," ujar Ketua MKEK IDI, dr Pukovisa Prawiroharjo, pada Forum Komunikasi IDI secara virtual, Sabtu (31/7).
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban juga membenarkan laporan tersebut.
"Sementara itu, sudah lebih dari 115 ribu nakes yang gugur karena virus COVID-19 di seluruh dunia," tutur Prof Zubairi.
Ia juga menggarisbawahi program vaksinasi yang berjalan selama ini. Zubairi menilai vaksin masih belum cukup memberikan perlindungan kepada masyarakat, terutama para dokter dan nakes yang berhadapan langsung dengan pasien corona.
ADVERTISEMENT
"Sekarang menjadi penting untuk disadari bahwa Amerika dan Inggris sudah 50% divaksinasi, tapi di Amerika yang meninggal juga sampai 1.141. Sudah 2x suntik dan jarak infeksinya 2 minggu setelah vaksinasi kedua. Ini menjadi peringatan bagi kita," tuturnya.
Sementara itu, dr Patrianef selaku Dokter Bedah Vaskular yang juga anggota IDI, memaparkan sejumlah penyebab meningkatnya jumlah dokter yang gugur melawan virus corona.
Menurutnya, salah satu faktor adalah jam kerja dokter di masa pandemi yang sudah di luar batas normal. Membludaknya pasien terpapar COVID-19 membuat dokter tidak bisa menolak pasien yang datang untuk diberi penanganan.
"Selain itu APD masih terbatas, tracing terbatas, kemudian pemeriksaan swab baik antigen maupun PCR berbayar, saya saja ditanyai, dokter mau yang berbayar atau bagaimana," tuturnya.
Bahkan, imbuhnya, tracing dalam level fasilitas kesehatan masih dalam kategori buruk.
ADVERTISEMENT
Patrianef juga menyoroti strategi pemerintah dalam membentuk kebijakan selama pandemi. Menurutnya, sampai saat ini pemerintah hanya melibatkan pakar dan ahli di bidang kesehatan sebagai pekerja di hilir.
"Kalau Presiden Jokowi mendengar ini, tolong yang menangani COVID-19 adalah dokter. Tolong, tolong dengar ini. Satgas COVID-19 memang dokter tapi bukan dari IDI. Jubirnya saja bukan dokter. Saya menghormati beliau-beliau, tapi mereka bukan dokter. Kita harus sampaikan secara jujur, kalau bapak mendengar tolong perhatikan hal tersebut," tegasnya.
Melihat realita Indonesia yang semakin terpuruk karena COVID-19, Patrianef tak sepakat bila pemerintah menggaungkan ajakan kepada masyarakat untuk hidup berdampingan dengan COVID-19.
"Hidup berdampingan itu bukan saat kita kalah. Itu gila. Itu pertarungan yang tidak seimbang. Kalau Anda dalam satu rumah yang sama dengan singa, ya mati kita. Seharusnya singanya dikrangkeng, kita pelajari singa seperti apa itu hidup, bagaimana menghadapinya, baru bisa kita katakan hidup berdampingan dengan singa," tegasnya.
ADVERTISEMENT
==