Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
7 Keterlibatan Amerika Serikat dalam Penggulingan Rezim
19 Oktober 2017 16:54 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
ADVERTISEMENT
National Security Archive (NSA) di The George Washington University merilis dokumen telegram Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia dalam rentang tahun 1965 hingga 1967. Dalam dokumen tersebut Amerika Serikat ternyata mengetahui rencana pembantaian anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia. Negeri Paman Sam itu bahkan disebutkan oleh NSA mendukung tindakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dokumen itu dianggap menjadi indikasi keterlibatan Amerika Serikat dalam politik dalam negeri Indonesia kala itu. Namun, campur tangan Amerika Serikat semasa Perang Dingin dan setelahnya terbilang sering. The Washington Post mencatat sejak 1947 hingga 1989 ada 72 kali upaya langsung atau tidak langsung yang dilakukan Pemerintah Amerika Serikat untuk mengganti pemerintahan di negara lain.
Dari sejumlah upaya kudeta yang didukung Amerika Serikat, kumparan merangkum beberapa di antaranya. Ada upaya kudeta yang dilakukan dengan dukungan badan intelijennya, Central Intelligence Agency (CIA), ada pula yang melibatkan invasi militer secara langsung.
1. Perdana Menteri Iran Mohammad Mossadegh (1953)
Mohammad Mossadegh terpilih sebagai Perdana Menteri Iran pada 1951 secara demokratis. Namun, manuver politiknya dianggap menggangu kepentingan Barat. Mossadegh berencana menasionalisasi semua ladang minyak di Iran yang kala itu dikuasai perusahaan asing, termasuk milik Inggris dan Amerika.
ADVERTISEMENT
Dalam dokumen yang dipublikasi NSA, CIA disebut mendukung upaya kudeta Mossadegh pada 1953. Untuk menurunkan Mossadegh dari kekuasaan, CIA menjalankan Operation Ajax.
Untuk memuluskan upaya kudeta, Amerika Serikat menekan perekonomian Iran. Akibatnya, rakyat Iran mengamuk dan melakukan kudeta yang didukung militer.
Kudeta itu berhasil dan membuat Shah Iran kala itu, Reza Pahlavi, semakin kuat secara politik. Dia pun menjadi pemimpin otoriter hingga dikudeta dan digantikan Khomeini melalui Revolusi Islam pada 1979.
2. Presiden Guatemala Jacobo Arbenz (1954)
Kolonel Jacobo Arbenz menjadi Presiden Guatemala ke-25 pada 1951. Semasa memerintah Arbenz melakukan reformasi agraria yang menuntut bagi hasil lebih adil bagi buruh tani. Kala itu, buruh tani yang bekerja di perusahaan perkebunan dianggap menerima upah kurang layak.
ADVERTISEMENT
Kebijakan itu dianggap mengancam kepentingan perusahaan United Fruit Company. Korporasi itu kemudian melobi Pemerintah Amerika Serikat. Dalam dokumen CIA yang dimuat NSA di lamannya, badan intelijen itu mulai 1952 hingga 1954 merancang rencana pembunuhan Arbenz. Upaya menghabisi nyawa Arbenz tampaknya tidak berhasil.
Rencana CIA untuk menggulingkan Arbenz baru berhasil pada 1954. Mereka mendukung pemimpin militer Carlos Castillo Armas yang menurunkan Arbenz dari jabatan sebagai presiden lewat kudeta. Dukungan kudeta militer itu termasuk bagian dari Operation PBSUCCESS CIA.
3. Perdana Menteri pertama Kongo Partice Lulumba (1960)
Penurunan Lulumba dari jabatannya dilakukan hanya beberapa bulan setelah diangkat. Lulumba dikudeta karena kebijakannya dianggap menimbulkan kekacauan yang membuat ratusan warga asing tewas.
ADVERTISEMENT
Kekacauan selama Pemerintahan Lulumba membuat para militer di negaranya berontak. Akibatnya, dia coba membuat angkatan bersenjata yang mendukungnya. Suplai senjatanya diketahui berasal dari Uni Soviet.
Dalam buku Killing Hope yang ditulis William Blum, CIA disebut coba membunuh Lulumba. Mereka ingin meracuni Perdana Menteri Kongo pertama.
Kematian Lulumba pada 1961, setelah ditangkap oleh faksi lawannya, juga diduga tidak lepas dari pengaruh Amerika Serikat.
4. Presiden Brazil Joao Goulart (1964)
Joao Goulart merupakan Presiden Brazil ke-24. Dia mulai menjabat pada 1961. Keberadaan Goulart di pucuk kekuasaan Brazil pun membuat gerah Amerika Serikat. Pasalnya, pemimpin negera terbesar di Amerika Selatan itu dianggap berideologi kiri dan dekat dengan pemimpin negara komunis.
ADVERTISEMENT
Amerika Serikat kala itu sedang mengadang pengaruh komunis yang sedang meluas pun berang. Dalam dokumen yang dipublikasi NSA, perintah untuk menurunkan Goulart dari jabatannya datang langsung dari Presiden Lyndon Johnson. "(Gunakan) setiap langkah yang kita bisa," perintah Johnson seperti yang ditulis dalam laman NSA.
Dalam telegram Johnson dengan Duta Besar Amerika Serikat untuk Brazil, Lincoln Gordon, disebutkan CIA terlibat dalam kudeta Goulart. Kudeta itu dieksekusi militer Brazil di bawah pimpinan Humberto Castello.
5. Pembasmian simpatisan Partai Komunis Indonesia 1965-1967 dan Rencana Penggulingan Sukarno
Kedubes AS di Jakarta dalam berbagai telegram yang diungkapkan oleh NSA melaporkan pembantaian anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) oleh tentara Indonesia.
Menurut NSA dalam pernyataan pembukanya, diplomat AS dalam hal ini mengetahui soal pembantaian anggota PKI, bahkan mendukung tentara Indonesia memberantas gerakan sayap kiri di negara ini.
ADVERTISEMENT
Telegram dalam bocoran NSA dimulai pada 12 Oktober 1965. Para diplomat AS mengutip laporan dari kolega mereka di Kedutaan Jerman kala itu yang mengatakan beberapa tentara Indonesia mulai mendatangi kantor-kantor perwakilan negara Barat di Jakarta.
Mereka mengatakan, tentara mulai berencana menggulingkan Sukarno karena sikapnya yang mendukung PKI. Sumber diplomat Jerman mengatakan para pejabat angkatan bersenjata Indonesia pada 10 Oktober menyambangi Sukarno untuk membicarakan pemberontakan PKI pada 30 September yang menculik dan membunuh enam jenderal.
Telegram dari Kedubes AS banyak menyinggung soal pembunuhan massal anggota PKI di Indonesia. Dalam dokumen tertanggal 4 November 1965, upaya pembersihan PKI dilakukan di Surabaya, terutama di daerah Blitar.
Dalam sejarahnya, daerah Blitar menjadi salah satu wilayah terakhir yang dikuasai PKI. Pemberantasan PKI di Blitar dikenal dengan operasi Trisula, sebuah perang gerilya yang berlangsung hingga tahun 1966.
ADVERTISEMENT
Sentimen terhadap PKI meluas menjadi kebencian terhadap warga keturunan China di beberapa wilayah Indonesia. Hal ini tertuang dalam telegram Kedubes AS tanggal 12 November 1965.
Duta Besar AS Marshall Green saat itu mengutip laporan pemimpin Protestan yang mengatakan "90 persen toko milik warga China di Makassar diserang dan isinya dihancurkan pada kerusuhan 10 November yang melibatkan semua masyarakat."
"Muslim di Bone dilaporkan menerobos ke kamp detensi dan membunuh 200 tahanan PKI."
6. Presiden Chile Salvador Allende (1973)
Salvador Allende menjadi Presiden Chile ke-30 pada 1970. Politisi yang berideologi sosialis ini, berencana melakukan nasionalisasi perusahaan asing saat menjabat.
Upaya menjatuhkan Allende sudah dilakukan setelah dia memenangi pemilihan umum. Presiden Richard Nixon dalam telegram dengan Duta Besar Amerika Serikat untuk Chile sampai meminta Allende tidak dilantik.
ADVERTISEMENT
"Cegah Allende dari kekuasaan atau turunkan dia," kata Nixon dalam dokumen yang dipublikasi NSA.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat kala itu, Henry Kissinger pun, diungkap NSA, berkomunikasi dengan CIA untuk menurunkan Allende. CIA pun melancarkan Project FUBELT yang berlangsung sebelum Allende berkuasa. Salah satu rencana operasi CIA itu adalah menekan pendahulunya untuk mencegah pelantikan Allende.
Kudeta Allende baru berhasil setelah militer ikut campur. Jenderal Augusto Pinochet berhasil mengkudeta Allende pada 1973.
7. Presiden Irak Saddam Husein (2003)
Presiden Saddam Husein merupakan seteru Amerika Serikat setelah invasi irak ke Kuwait pada 1990. Presiden Irak ini berkuasa sejak 1979 hingga dikudeta Amerika melalui invasi militer.
Untuk menginvansi Irak, Pemerintahan George W Bush berdalih Saddam menyimpan senjata pemusnah massal. Dalih yang tidak terbukti hingga kini.
ADVERTISEMENT
Saddam yang melarikan diri setelah Baghdad dikuasai militer Amerika Serikat, tertangkap pada Desember 2003. Kemudian dia disidang terkait kejahatannya yang dilakukan selama berkuasa dan dijatuhi hukuman mati. Saddam menjalani eksekusi mati dengan digantung pada Desember 2006.