Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 Ā© PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
ADVERTISEMENT
Sebanyak 73 guru besar menyurati Presiden Jokowi . Mereka meminta Jokowi terus memantau dan bahkan turut mengusut tuntas masalah Tes Wawasan Kebangsaan pegawai KPK yang kini menjadi polemik.
ADVERTISEMENT
Para guru besar ini lintas kampus. Tetapi mereka disatukan dengan satu prinsip, yakni antikorupsi. Beberapa di antaranya adalah Prof Emil Salim selaku Guru Besar FEB UI, Prof Sulistyowati Irianto Guru Besar FH UI, hingga Prof Sigit Riyanto Guru Besar FH UGM.
Beberapa waktu lalu, Jokowi meminta KPK, BKN, dan KemenPAN RB mencari jalan keluar untuk 75 pegawai yang dinonaktifkan akibat tak lulus TWK. Jokowi pun menegaskan bahwa TWK tak bisa menjadi dasar pemberhentian 75 pegawai itu.
Diketahui penonaktifan ini merupakan imbas dari 75 pegawai tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang merupakan syarat alih status menjadi ASN. TWK ini dinilai cacat hukum dan bermasalah dari segi substansi.
Dalam suratnya, mereka mengapresiasi pernyataan Jokowi beberapa waktu lalu. Namun, mereka berharap Jokowi terus memantau kiruh ini hingga ada jalan keluar yang terbaik.
ADVERTISEMENT
Dalam paparannya, para guru besar menilai masih ada banyak permasalahan di KPK yang perlu untuk dituntaskan. Mulai dari penanganan perkara yang tidak maksimal, serangkaian dugaan pelanggaran kode etik, sampai pada kekisruhan akibat kebijakan komisioner. Hal itu mengakibatkan penurunan kepercayaan publik terhadap KPK yang cukup drastis sejak tahun 2020.
Yang kemudian menjadi sorotan adalah penonaktifan 75 pegawai KPK. Sebagian pegawai itu merupakan penyidik yang menangani kasus besar di KPK, mulai dari kasus benur, bansos COVID-19, hingga e-KTP.
Para guru besar itu menilai penonaktifan para penyidik akan berdamapak pada penanganan perkara-perkara itu. Mereka pun menduga kuat kemungkinan ada pihak yang untuk mengintervensi kasus di balik permasalahan TWK.
Sebab, salah satu poin dari SK Pimpinan KPK yang diteken Firli Bahuri untuk 75 pegawai adalah menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasannya. Menurut para guru besar itu, jika hal tersebut benar, maka hal tersebut berpotensi melanggar hukum yakni menghalangi proses hukum sebagaimana Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
ADVERTISEMENT
Para guru besar itu menilai kisruh di KPK harus segera diselesaikan. Sebab, berpotensi mempengaruhi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.
"Untuk memastikan agar tindak lanjut dari pidato Bapak Presiden dapat berjalan dengan baik, kami beranggapan akan sangat baik dan penting jika dilakukan pengawasan sekaligus pengusutan atas permasalahan penyelenggaraan TWK ini," bunyi petikan surat tersebut.
Berikut isi surat para guru besar yang ditujukkan kepada Jokowi:
Perihal: Pemohonan Pengawasan atas Tindak Lanjut Pengalihan Status Kepegawaian Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia
Dengan hormat,
Bapak Presiden Republik Indonesia, teriring doa kami agar Bapak selalu diberi kesehatan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Presiden karena telah menegaskan sikap untuk mengakhiri polemik dan kekisruhan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terlebih saat Bapak Presiden mengutip putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sekaligus memberikan pesan bahwa pengalihan pegawai tidak bisa diartikan dengan pemberhentian atau penon-aktifan pegawai KPK.
ADVERTISEMENT
Melalui surat ini izinkan kami menyampaikan pokok-pokok pikiran terkait situasi terkini perihal permasalahan yang ada di KPK.
Sebagaimana diketahui bersama, mandat KPK dalam struktur ketatanegaraan adalah melaksanakan fungsi penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi. Namun, berbagai perubahan menimbulkan dampak yang luas terutama terhadap kemampuan lembaga ini untuk menjalankan mandatnya.
Dalam pengamatan kami, ada banyak permasalahan yang perlu untuk dituntaskan. Mulai dari penanganan perkara yang tidak maksimal, serangkaian dugaan pelanggaran kode etik, sampai pada kekisruhan akibat kebijakan komisioner. Hal itu mengakibatkan penurunan kepercayaan publik terhadap KPK yang cukup drastis sejak tahun 2020.
Satu di antara permasalahan yang sedang dibincangkan publik adalah penon-aktifan 75 pegawai KPK, dengan alasan dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) ketika mengikuti TWK.
ADVERTISEMENT
Sejak awal kalangan masyarakat sipil, organisasi keagamaan, maupun akademisi telah menganalisis keabsahan TWK ini. Setidaknya ada dua kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis tersebut. Pertama, penyelenggaraan TWK tidak berdasarkan hukum, dan berpotensi melanggar etika publik.
Merujuk pada dua peraturan perundang-undangan, yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), tidak ditemukan kewajiban bagi pegawai KPK untuk mengikuti TWK.
Dua regulasi juga diperkuat oleh putusan MK yang menegaskan bahwa peralihan pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan pegawai KPK. Maka dari itu, pelaksanaan TWK berdasarkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tidak dapat dibenarkan.
ADVERTISEMENT
Kedua, diperoleh informasi bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada pegawai KPK saat mengikuti TWK terindikasi rasis (intoleran), melanggar hak asasi manusia, dan diskriminatif terhadap kelompok tertentu. Hal ini menunjukkan kegagalan penyelenggara dalam memahami secara utuh konsep dan cara mengukur wawasan kebangsaan. Selain itu, proses wawancara dilakukan secara tidak profesional dan cenderung tertutup.
Isu ini menciptakan kecurigaan dan kritik tentang tujuan diadakannya TWK ,dari berbagai kalangan yang peduli pada upaya pemberantasan korupsi. Namun, kritik dari berbagai elemen masyarakat sepertinya tidak dihiraukan oleh pemegang kebijakan tertinggi di KPK. Sampai pada akhirnya tanggal 5 Mei 2021 Komisioner KPK menyebutkan ada 75 pegawai yang dikategorikan TMS.
Bapak Presiden yang kami muliakan,
Sebagian besar pegawai KPK yang disebutkan TMS merupakan Penyelidik dan Penyidik perkara dugaan tindak pidana korupsi. Adapun perkara yang sedang mereka tangani berkaitan langsung dengan hajat hidup masyarakat, mulai dari korupsi suap pengadaan bantuan sosial di Kementerian Sosial, suap ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan, pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik, dan lain sebagainya. Tentu konsekuensi logis dari permasalahan ini akan berkaitan dengan kelanjutan penanganan perkara tersebut yang kemungkinan besar menjadi terhambat.
ADVERTISEMENT
Dengan berbagai permasalahan TWK, khususnya pada dampak penanganan perkara, besar kemungkinan ada sejumlah pihak yang merancang dan memiliki keinginan untuk mengintervensi proses penindakan. Sebab, salah satu poin dari perintah Pimpinan KPK terhadap pegawai yang dikategorikan TMS adalah menyerahkan tugas dan tanggungjawab kepada atasannya. Jika itu benar, maka hal tersebut berpotensi melanggar hukum (Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi/obstruction of justice).
Bapak Presiden yang kami muliakan,
Kekisruhan internal KPK mesti segera diakhiri. Polemik tak berujung semacam ini berpotensi mempengaruhi citra Indonesia, khususnya dalam konteks Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Sebagaimana diketahui, pada akhir Januari lalu Transparency International mempublikasikan IPK Indonesia. Sangat disayangkan, baik skor maupun peringkat Indonesia mengalami penurunan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Segenap masyarakat berharap besar agar penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi di KPK, dapat berjalan sebagaimana mestinya, tanpa gangguan kekisruhan internal lembaganya. Untuk memastikan agar tindak lanjut dari pidato Bapak Presiden dapat berjalan dengan baik, kami beranggapan akan sangat baik dan penting jika dilakukan pengawasan sekaligus pengusutan atas permasalahan penyelenggaraan TWK ini.
Bapak Presiden yang kami muliakan,
Kami sangat terbuka jika Bapak ingin mengadakan dialog ihwal permasalahan yang kami sampaikan ini demi masa depan upaya pemberantasan korupsi Indonesia yang lebih baik.
Demikian surat ini kami sampaikan. Atas perhatian Bapak Presiden Republik Indonesia, kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
Koalisi Guru Besar Antikorupsi
Guru Besar Antikorupsi
1. Prof Emil Salim (Guru Besar FEB UI)
ADVERTISEMENT
2. Prof Sulistyowati Irianto (Guru Besar FH UI)
3. Prof Azyumardi Azra (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah)
4. Prof Sigit Riyanto (Guru Besar FH UGM)
5. Prof Niāmatul Huda (Guru Besar FH UII)
6. Prof. em. Dr. Franz Magnis-Suseno (Guru Besar STF Driyarkara)
7. Prof Jan S Aritonang (Guru Besar Sekolah Tinggi Teologi Jakarta)
8. Prof Ningrum Natasya Sirait (Guru Besar FH USU)
9. Prof Anna Erlyana (Guru Besar FH UI)
10. Prof Andri G Wibisana (Guru Besar FH UI)
11. Prof. Dr. Zainul Daulay, S.H ( Guru Besar FH Unand)
12. Prof. Dr. Masri Mansoer, M. A. (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
13. Prof. Dr. Sukron Kamil (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
ADVERTISEMENT
14. Prof Herlien D Setio (Guru Besar FT ITB)
15. Prof Dr Frans Limahelu (Guru Besar FH UNAIR)
16. Prof. Sonny Priyarsono (Guru Besar FEM IPB)
17. Prof. Evy Damayanthi (Guru Besar FEMA IPB)
18. Prof Asep Saefuddin (Guru Besar Statistik IPB)
19. Prof Atip Latipulhayat (Guru Besar FH UNPAD)
20. Prof Muhammad Chirzin, M.Ag. (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
21. Prof. Bambang Hero Saharjo (Guru Besar Fakultas Hutan IPB)
22. Prof Dr Hibnu Nugroho (Guru Besar FH UNSOED Purwokerto)
23. Prof Riris K. Toha Sarumpaet (Guru Besar FIB UI)
24. Prof Manekke Budiman (Guru Besar FIB UI)
25. Prof Akmal Taher (Guru Besar FK UI)
26. Prof. Pratiwi Soedharmono (Guru Besar FK UI)
ADVERTISEMENT
27. Prof. Ratna Sitompul (Guru Besar FK UI)
28. Prof. Harun Joko Prayitno (Guru Besar UMS Surakarta)
29. Prof Dr M Zaidun (Guru Besar FH UNAIR)
30. Prof Didik J Rachbini (Guru Besar FE Universitas Mercubuana)
31. Prof. Dr. M. Dien Madjid (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
32. Prof Hendra Gunawan (Guru Besar FMIPA ITB)
33. Prof Iwan Pranoto (Guru Besar FMIPA ITB)
34. Prof Muhadjir Darwin (Guru Besar FISIP UGM)
35. Prof Harihanto (Guru Besar FISIP UNMUL)
36. Prof Elita Rahmi (Guru Besar FH Universitas Jambi)
37. Prof. Agustinus Kastanya (Guru Besar Kehutanan, UNPATII, Ambon)
38. Prof Dr Marwan Mas, SH MH (Guru Besar FH Universitas Bosowa)
39. Prof. Aminuddin Mane Kandari (Guru Besar FHIL, UHO, Kendari)
ADVERTISEMENT
40. Prof. Achmad Nurmandi M.Sc (Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)
41. Prof. Ahmad Khairuddin (Guru Besar UM Banjarmasin)
42. Prof H. R. Partino (Guru Besar Fakultas Psikologi UNCEN Papua)
43. Prof. Dr. Muhammad Azhar (Guru Besar UMY)
44. Prof. Dr. Bambang Cipto (Guru Besar UMY)
45. Prof Wahyudi Kumorotomo (Guru Besar Fisipol UGM)
46. Prof PM Laksono (Guru Besar FIB UGM)
47. Prof Haryono Umar (Guru Besar FE Universitas Trisakti)
48. Prof Andi Faisal Bakti (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
49. Prof Ramlan Surbakti (Guru Besar FISIP UNAIR)
50. Prof. Dr. RM. Teguh Supriyanto (Guru Besar FBS UNNES)
51. Prof Dr Budi Setiadi Daryono (Guru Besar FB UGM)
52. Prof Dr Syafrinaldi SH, M.C.L (Guru Besar FH Universitas Islam Riau)
ADVERTISEMENT
53. Prof Dr Ir Ali Agus (Guru Besar Fakultas Peternakan UGM)
54. Prof Widi A Pratikto (Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan ITS)
55. Prof Ir Syamsir Abduh (Guru Besar FTI Universitas Trisakti)
56. Prof Melanie Sadono (Guru Besar FKG Universitas Trisakti)
57. Prof Agus Sardjono (Guru Besar FH UI)
58. Prof Rosa Agustina (Guru Besar FH UI)
59. Prof Dr Ir Saratri Wilonoyudho (Guru Besar FT UNNES)
60. Prof Dr Tri Marhaeni Pudji Astuti (Guru Besar FIS UNNES)
61. Prof Dr Kuntjoro (Guru Besar Fakultas Psikologi UGM)
62. Prof. Achmad Romsan (Guru Besar FH UNSRI)
63. Prof Mas Roro L Ekowanti (Guru Besar FISIP UHT Surabaya)
64. Prof Daniel M Rosyied (Guru Besar ITS)
ADVERTISEMENT
65. Prof Bedjo Suyanto (Guru Besar UNJ)
66. Prof Koesmawan (Guru Besar STIE Ahmad Dahlan)
67. Prof Jafar Haruna (Guru Besar Universitas Mulawarman)
68. Prof Daryono Hadi Tjahjono (Guru Besar Farmasi ITB)
69. Prof Emy Susanti (Guru Besar FISIP UNAIR)
70. Prof Emir M Husni (Guru Besar STIE ITB)
71. Prof Hariadi Kartodihardjo (Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB)
72. Prof Mayling Oey (Guru Besar FEB UI)
73. Prof Supriadi Rustad (Guru Besar UDINUS)