773 Orang Tewas dan 2.880 Luka Akibat Serangan Pemberontak di Kongo

2 Februari 2025 11:39 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga sipil Kongo yang melarikan diri membawa barang-barang saat bentrokan antara pemberontak M23 dan Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Kongot di Gisenyi, distrik Rubavu, Rwanda, Jumat (30/1/2025). Foto: Thomas Mukoya/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Warga sipil Kongo yang melarikan diri membawa barang-barang saat bentrokan antara pemberontak M23 dan Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Kongot di Gisenyi, distrik Rubavu, Rwanda, Jumat (30/1/2025). Foto: Thomas Mukoya/Reuters
ADVERTISEMENT
Usai berlangsung selama satu dekade, konflik di Kongo tengah mengalami eskalasi besar-besaran.
ADVERTISEMENT
Pemberontak M23 merebut kota Goma, pusat utama di timur Republik Demokratik Kongo.
Setidaknya 773 orang tewas dan 2.880 lainnya terluka akibat pertempuran itu. Ribuan warga pun dipaksa mengungsi.
Juru bicara pemerintah Kongo, Patrick Muyaya, menyebut jumlah korban masih bisa bertambah.
“Pemberontak meminta warga membersihkan jalanan, dan kemungkinan ada kuburan massal yang belum teridentifikasi,” ujarnya dalam pengarahan di Kinshasa, Sabtu (1/2).

Kota yang Hancur dan Warga yang Kembali

Warga sipil mengambil air dari Danau Kivu setelah kota tersebut diambil alih oleh pemberontak M23, di Goma, Kivu Utara, Republik Demokratik Kongo bagian timur, Kamis (30/1/2025). Foto: Thomas Mukoya/Reuters
Sebagian warga mulai kembali ke Goma pada Sabtu setelah pemberontak berjanji memulihkan layanan dasar seperti air dan listrik. Namun, kota mereka sudah porak-poranda.
“Saya lelah dan tidak tahu harus ke mana. Di setiap sudut, ada pelayat,” ujar Jean Marcus (25 tahun), yang kehilangan kerabatnya dalam pertempuran.
Mengutip Guardian, jalanan kota itu dipenuhi puing-puing senjata dan bau darah masih menyengat. Rumah-rumah sakit kewalahan menerima korban luka, sementara fasilitas kesehatan kekurangan pasokan medis.
ADVERTISEMENT

M23 dan Dukungan Rwanda

Petugas keamanan Rwanda mengawal anggota Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Kongo (FARDC) yang menyerah, setelah pertempuran antara pemberontak M23 dan Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Kongo (FARDC) di Gisenyi, Rwanda, Selasa (27/1/2025). Foto: Jean Bizimana/REUTERS
M23 adalah kelompok paling kuat di antara lebih dari 100 kelompok bersenjata yang beroperasi di timur Kongo, wilayah yang kaya mineral.
Menurut laporan PBB, kelompok ini mendapat dukungan sekitar 4.000 tentara Rwanda, jauh lebih banyak dibanding 2012 saat mereka pertama kali merebut Goma.
Pertempuran terus berlanjut di berbagai wilayah. Tentara Kongo berhasil merebut kembali desa-desa Sanzi, Muganzo, dan Mukwidja di wilayah Kivu Selatan.
Namun, militer semakin melemah setelah kehilangan ratusan prajurit dan tentara bayaran yang menyerah kepada pemberontak.

Krisis Kemanusiaan dan Pelanggaran HAM

Warga sipil mengambil air dari Danau Kivu setelah kota tersebut diambil alih oleh pemberontak M23, di Goma, Kivu Utara, Republik Demokratik Kongo bagian timur, Kamis (30/1/2025). Foto: Thomas Mukoya/Reuters
Konflik ini juga telah melumpuhkan operasi kemanusiaan. Enam juta orang yang mengungsi akibat pertempuran kini kehilangan akses bantuan vital.
PBB melaporkan peningkatan pelanggaran HAM dalam pertempuran ini.
Pemberontak M23 dituduh melakukan eksekusi kilat terhadap setidaknya 12 orang serta wajib militer paksa bagi warga sipil. Sementara itu, pasukan Kongo juga dituduh melakukan kekerasan seksual terhadap 52 wanita di Kivu Selatan.
ADVERTISEMENT
Direktur Mercy Corps di Kongo, Rose Tchwenko, menyatakan kekhawatiran akan pengungsian yang lebih besar.
“Jalur bantuan terputus. Ribuan orang kehilangan akses makanan, air, dan layanan medis,” katanya.
Pemberontak M23 mengancam akan terus bergerak hingga mencapai ibu kota Kinshasa, yang berjarak lebih dari 1.600 km ke barat.
Jika pertempuran berlanjut, PBB memperingatkan bahwa situasi di Kongo bisa menjadi salah satu krisis kemanusiaan terbesar di dunia.