78 Tahun Berdiri, PBB Akui Reformasi Perlu Dilakukan

24 Oktober 2023 17:28 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Gedung PBB. Foto: Viktor_IS/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gedung PBB. Foto: Viktor_IS/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PBB menganggap reformasi sangat penting dilakukan agar bisa tetap relevan dalam memberikan kontribusi nyata menyikapi permasalahan atau krisis global.
ADVERTISEMENT
Fungsi FBB sebagai organisasi perdamaian saat ini sangat diharapkan — tetapi juga diuji di tengah berkecamuknya konflik antara Israel dan Hamas, berimbas pada bencana kemanusiaan di Jalur Gaza.
Keterangan mengenai pentingnya melanjutkan reformasi sistem PBB diberikan Koordinator di Kantor Perwakilan PBB di Indonesia, Valerie Julliand, dalam peringatan 78th United Nations Day di Perpustakaan Nasional RI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, pada Selasa (24/10).
Julliand mengatakan, sebenarnya reformasi besar-besaran PBB telah berlangsung sejak awal masa jabatan Sekjen PBB, Antonio Guterres, pada 2017.
Aspek-aspek yang dirombak kala itu, menurut Julliand, seperti manajemen, sistem mekanisme perdamaian, keamanan sistem PBB, serta sistem pembangunan — semuanya demi membuat PBB lebih sesuai dengan tujuan awal didirikan.
UN Resident Coordinator di Kantor Perwakilan PBB di Indonesia, Valerie Julliand (24/10/2023). Foto: Aliyya Bunga/kumparan
Meski begitu, Julliand mengakui ada beberapa reformasi lainnya yang perlu dilakukan salah satunya adalah di Dewan Keamanan (United Nations Security Council/UNSC).
ADVERTISEMENT
"Seperti yang Anda ketahui, di dalam PBB — seperti yang diuraikan pada tahun 1945, Dewan Keamanan adalah badan di mana isu-isu perdamaian dan keamanan dibahas. Dan para anggota harus setuju untuk menandatangani sebuah resolusi dan melangkah maju," ujar Julliand.
Secara keseluruhan, dari total 15 anggota UNSC terdapat 5 negara yang memiliki hak veto — hak untuk membatalkan keputusan atau menolak suatu resolusi yang diajukan para anggota lainnya. Dengan kata lain, jika salah satu dari lima negara pemilik hak veto menolak suatu resolusi maka resolusi tersebut tidak akan diadopsi.
Menurut Oppenheim's International Law, kelima negara anggota tetap UNSC: China, Inggris, Amerika Serikat, Rusia, dan Prancis diberikan hak veto berdasarkan pengaruh mereka yang besar dalam mengakhiri Perang Dunia II.
ADVERTISEMENT
Sidang pertama Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dibuka pada 10 Januari 1946 di Central Hall di London, Inggris. Selama sesi inilah Dewan Keamanan bertemu untuk pertama kalinya. Foto: News.un.org/PBB/Marcel Bolomey
Menurut Julliand, di satu sisi kelima negara itu menjadi peluang agar dapat memajukan isu-isu tertentu yang penting. "Namun terkadang hal ini telah menghambat sejumlah isu, termasuk dalam kasus konflik dengan Palestina. Ya, hal ini juga terjadi," jelasnya.
Sehingga, kata Julliand, untuk mengubah PBB kelima negara pemilik hak veto itu harus menyetujui perubahan tersebut. Sebab, PBB yang beranggotakan 193 negara itu bergerak sesuai dengan keputusan para anggotanya pula.
"Itulah sebabnya Sekretaris Jenderal dalam tugas yang diembannya melakukan segala upaya yang mungkin untuk membuat PBB lebih menyesuaikan diri dengan tantangan masa kini. Negara-negara harus menyesuaikan diri. Jadi ada begitu banyak tantangan, jadi ya, reformasi itu penting," tutup Julliand.

Didukung Menlu Retno

Dalam keterangan terpisah, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi juga menyinggung soal pentingnya melakukan reformasi PBB terlebih di saat dunia sedang dilanda berbagai krisis seperti saat ini.
ADVERTISEMENT
Retno menyayangkan PBB yang dinilai lambat dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan terhadap jutaan rakyat Palestina di Jalur Gaza — yang saat ini sedang dikepung dan digempur zionis Israel.
"Situasi di Gaza dan respons yang lamban PBB mengingatkan kita pentingnya reformasi PBB secara menyeluruh agar PBB tetap relevan & memberikan manfaat nyata bagi permasalahan dunia," ujar Retno melalui pidato video di peringatan 78th United Nations Day.
Menlu Retno Marsudi memberikan keterangan pers secara virtual, 19 Oktober 2023. Foto: Kemlu RI
Seruan Retno terhadap reformasi PBB sebenarnya telah digaungkan beberapa kali. Sebelumnya, saat berpidato di Sidang Majelis Umum PBB bulan September tahun lalu, Retno mengatakan diperlukannya paradigma baru di dalam PBB sebagai organisasi multilateral.
"Paradigma win-win, bukan zero-sum. Paradigma keterlibatan, bukan penahanan. Paradigma kolaborasi, bukan kompetisi," kata Retno pada Senin (26/9/2022), seperti dikutip dari situs web resmi Kementerian Luar Negeri RI.
ADVERTISEMENT
Retno menjelaskan bahwa ada tiga alasan mengenai pentingnya reformasi paradigma PBB ini. Pertama, menghidupkan kembali semangat perdamaian. Retno mencontohkan kasus di dunia ketika kebencian dan ketakutan menghasilkan konflik, misalnya Palestina dan Perang Rusia-Ukraina.
"Indonesia senantiasa berkomitmen memperkuat multilaterisme dan menjadi bagian dari solusi. Dalam kaitan ini, 2 minggu lalu Indonesia kembali terpilih mendapatkan kepercayaan sebagai anggota Dewan HAM PBB untuk periode 2024-2026," tutup Retno dalam pidatonya di peringatan 78th United Nations Day.