8 Kekurangan Perma Pidana Korporasi

6 Januari 2017 19:33 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung (MA) (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mahkamah Agung (MA) (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Mahkamah Agung resmi menerbitkan Peraturan MA Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi pada 29 Desember 2016. Peraturan ini memungkinkan suatu perusahaan dijerat secara hukum jika melanggar suatu tindak pidana.
ADVERTISEMENT
Perma telah memuat sejumlah hal krusial seperti definisi korporasi, ruang lingkup, hukum acara, hingga hukuman pidana. Hanya saja, Perma tersebut dinilai masih terdapat beberapa kekurangan.
Salah satunya terkait hukuman kepada korporasi jika terbukti melakukan tindak pidana. Fokus Perma dinilai hanya terbatas pada pidana denda.
Untuk itu, dua lembaga hukum independen, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Masyarakat Pemantau Peradilan (MaPPI FH UI), memberikan delapan catatan penting dalam hal menyempurnakan rumusan Perma.
Peraturan Mahkamah Agung Pidana Korporasi. (Foto: dok. Mahkamah Agung)
zoom-in-whitePerbesar
Peraturan Mahkamah Agung Pidana Korporasi. (Foto: dok. Mahkamah Agung)
Pertama, Perma masih bersifat transisi untuk mengisi kekosongan hukum. Pengaturan lebih lanjut seharusnya berada dalam KUHP. Namun rancangan KUHP masih dibahas.
Kedua, isi Perma dianggap akan bertabrakan dengan aturan internal yang serupa di institusi lain. Sebagai contoh, Kejaksaan RI telah memiliki Peraturan Jaksa Agung Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara Pidana dengan Subjek Hukum Korporasi.
ADVERTISEMENT
Ketiga, Perma hanya mengatur persoalan formal-prosedural, belum mengatur hal-hal yang substansial. Seperti menarik pertanggungjawaban pidana korporasi, kapan suatu perbuatan dapat dibebankan kepada korporasi, dan kapan suatu perbuatan tidak dapat dibebankan kepada korporasi.
Keempat, Perma belum menyentuh korporasi dalam bentuk non badan hukum. Perma juga disebut tidak menjelaskan apa-apa saja korporasi yang merupakan badan hukum dan apa-apa saja korporasi yang merupakan bukan badan hukum serta bagaimana pengaturan antara yang satu dengan yang lain.
Kelima, batasan dalam menentukan perbuatan seseorang yang tidak punya kewenangan mengambil keputusan namun dapat mengendalikan atau mempengaruhi kebijakan korporasi atau dalam Perma disebut "Pengurus". Batasan ini dinilai masih belum jelas.
Keenam, tidak ada penjelasan tentang perbedaan pertanggungjawaban grup korporasi dengan penyertaan tindak pidana.
ADVERTISEMENT
Ketujuh, sanksi yang diberikan masih terbatas denda. Seharusnya sanksi bisa ditambah dengan pencabutan izin usaha, status badan hukum, perampasan keuntungan, penutupan sebagian atau seluruhnya perusahaan, perbaikan akibat dari tindak pidana atau menempatkan perusahaan dibawah pengampuan paling lama tiga tahun.
Kedelapan, Perma tidak mengatur perbedaan signifikan dalam menetapkan korporasi atau pengurus sebagai tersangka/terdakwa.