Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
“Tembak, woi. Tembak! Tembak! Tembak!! Woi, tembak!!”
Diperintah Sambo, Richard mengarahkan pistol Glock 17 miliknya ke arah Yosua . Dor-dor-dor-dor. Yosua tergeletak bersimbah darah.
“Tewaslah seorang polisi. Anak manusia jadi korban kegalauan Ferdy Sambo,” kata pengacara Bharada Richard, Deolipa Yumara, menceritakan detik-detik penembakan Yosua di rumah dinas eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat sore, 8 Juli 2022.
Kepada Deolipa, Richard berkata tak bisa menolak perintah Sambo. Ia berada di bawah tekanan atasan dan tak sanggup berpikir jernih.
“Dia masih muda. Umur 24 tahun, jadi Brimob, tiba-tiba harus melakukan itu (menembak kawan sendiri). Dia harus bicara apa? Otak dia belum sanggup untuk mengalisa semuanya. Dia baru lulus, jiwa korsanya masih tinggi, baru dididik di [Pusdik Brimob] Watukosek,” ujar Deolipa.
Sebulan setelah peristiwa berdarah di rumah dinas Sambo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan bahwa yang terjadi bukanlah baku tembak seperti pertama kali dilaporkan, melainkan penembakan searah terhadap Yosua. Sambo menjadi dalangnya.
“Tidak ditemukan fakta peristiwa tembak-menembak seperti yang dilaporkan. Timsus (Tim Khusus) menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah penembakan terhadap J (Yosua) yang dilakukan RE (Richard Eliezer) atas perintah FS (Ferdy Sambo),” kata Listyo Sigit dalam konferensi pers di Mabes Polri, Selasa malam (9/8).
Usai Richard menembak Yosua, Sambo menggunakan pistol HS-9 milik Yosua untuk menembak sejumlah titik di dinding rumah dinasnya guna mengesankan telah terjadi tembak-menembak.
Dalam konpers itu pula, Polri menetapkan Sambo sebagai tersangka pembunuhan berencana terhadap Yosua. Ia dijerat Pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman mati bersama Richard, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.
Bripka Ricky adalah anggota Polantas yang bertugas sebagai Patwal bagi istri Sambo, Putri Candrawathi. Sementara Kuat ialah asisten rumah tangga keluarga Sambo. Keduanya menjadi tersangka karena turut membantu dan menyaksikan penembakan Yosua.
“[Ricky] memberi kesempatan penembakan terjadi. Ia ikut hadir bersama Kuat, Richard, saat diarahkan FS (Sambo). [Ia juga] tidak melaporkan rencana pembunuhan itu,” kata Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto kepada kumparan.
Perintah Sambo kepada Richard untuk mengeksekusi Yosua pernah muncul dalam Liputan Khusus kumparan edisi 18 Juli.
Berikutnya, pada Lipsus kumparan edisi 25 Juli, seorang sumber di lingkaran Timsus menceritakan sekuens baku tembak antara Yosua dan Richard. Cerita tersebut berdasarkan hasil penyelidikan Timsus hingga 23 Juli, sebelum Richard mengubah keterangan dan membuka peristiwa sesungguhnya saat pemeriksaan terakhir pada 6 Agustus.
Namun, sebelum Richard mengubah kesaksiannya itu, seorang sumber yang mengetahui proses penyidikan terbaru mengungkap bahwa peristiwa yang sebenarnya bukanlah tembak-menembak, tetapi penembakan. Ini bisa dilihat di Lipsus kumparan edisi 1 Agustus.
Delapan Menit Menuju Kematian
Dari hasil penyidikan Timsus Polri sejauh ini, Sambo berperan sebagai perencana dan pemberi perintah dalam penembakan Yosua. Timsus masih mengusut apakah Sambo juga ikut mengeksekusi Yosua.
“Apakah FS [hanya] menyuruh atau terlibat langsung [menembak Yosua], saat ini tim terus melakukan pendalaman terhadap saksi-saksi dan pihak terkait,” kata Kapolri.
Di sisi lain, sumber kumparan yang mengetahui kasus tersebut menyebut bahwa Sambo ikut menembak Yosua. Bahkan, menurutnya, Sambolah yang pertama kali menembak Yosua.
Jumat sore, 8 Juli itu, di rumah dinas Sambo, Yosua didudukkan, dipegangi, dan langsung ditembak di dada. Yosua yang dalam posisi berlutut pun roboh.
Sebelum penembakan itu, Sambo meminta senjata Glock 17 milik Richard. Saat memegang pistol, ia memakai sarung tangan hitam. Itu sebabnya tidak ditemukan sidik jari dan DNA Sambo pada Glock 17 tersebut.
Tembakan di dada Yosua sangat krusial dan mematikan.
Setelahnya, Sambo memerintahkan Richard ikut menembak Yosua. Rentetan kejadian itu berlangsung cepat dalam 8 menit, antara pukul 17.12 sampai 17.20 WIB.
Pistol Glock-17 yang dipakai menghabisi nyawa Yosua, sehari-hari dipegang Richard. Sambo membekali Richard dengan senjata itu sejak November 2021, terkait tugas Richard sebagai ajudan Kadiv Propam.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Praseyo menyatakan belum mendapat informasi bahwa Sambo juga terlibat dalam penembakan Yosua. Ia hanya mengetahui sebatas yang telah disampaikan Kapolri dan Kabareskrim dalam konferensi pers.
“Bharada E (Richard) menembak Brigadir J (Yosua); Bripka RR (Ricky) menyaksikan; Saudara K (Kuat) menyaksikan; dan Irjen FS (Sambo) yang memerintahkan dan membuat skenario,” ujarnya.
Soal ini, pengacara Richard belum merespon.
Sebelumnya, pengacara keluarga Yosua, Kamaruddin Simanjuntak, berdasarkan hasil autopsi ulang akhir Juli pun telah meyakini bahwa Yosua ditembak dari jarak dekat dengan efek fatal.
Ia menyebut, luka di dada Yosua menunjukkan sudut tembakan yang lurus, bukan diagonal dari atas ke bawah seperti posisi Yosua dan Richard yang—berdasarkan karangan Sambo—berhadapan diagonal dari bordes tangga ke bawah tangga.
Tegang dari Magelang
Petaka bermula saat Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, mengantar anak mereka bersekolah ke SMA Taruna Nusantara di Magelang, Jawa Tengah, pada 4 Juli. Selasa, 5 Juli, Sambo menuju Semarang dalam rangka tugas.
Rabu, 6 Juli, Sambo kembali lagi ke Magelang untuk merayakan ulang tahun pernikahannya dengan Putri. Namun, menurut Richard kepada pengacaranya, M. Boerhanuddin, Putri menangis-nangis di Magelang. Ia menduga ada pertengkaran dengan Sambo.
Keesokannya, Kamis, 7 Juli, Sambo kembali ke Jakarta dengan pesawat via Yogyakarta, bersama salah satu ajudannya, Briptu Daden.
Kamis malamnya, menurut sumber kumparan, Sambo mendapat laporan tak mengenakkan yang melibatkan Yosua dan Putri. Laporan ini terkait dugaan affair yang dianggap Sambo sebagai pelecehan.
Sambo disebut mengantongi bukti, dan ini diduga memicu kemarahannya. Ketika itu, ajudan Sambo yang masih berada di Magelang bersama Putri ialah Bripka Ricky dan Bharada Richard.
Isu affair ini senada dengan ucapan sumber kumparan lain pada awal kasus kematian Yosua mencuat. Ia menyebut, memang ada kedekatan antara Yosua dan Putri.
Mendengar laporan dari Magelang itu, Sambo emosi. Menurut Deolipa, Richard tak tahu persis apa yang terjadi di Magelang. Namun yang pasti, ketika sudah tiba di Jakarta, tepatnya di rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling, Duren Tiga, situasi memanas.
“Pasti ada kejadian di Magelang yang membuat dendam atau kemarahan memuncak, dan itu menimbulkan kecelakaan. Emosi meletup-letup sampai enggak bisa berpikir rasional lagi. [Semacam] ‘Gengsi gue kena, mati aja lu,’” kata Deolipa.
Tiba Disambut Petaka
Rombongan Putri bersama Richard, Yosua, dan Ricky tiba di rumah pribadi Sambo di Jl. Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat, 8 Juli, menjelang pukul 16.00 WIB. Sebelum mereka sampai, Sambo lebih dulu datang di rumah itu sekitar pukul 15.30 WIB, lalu naik ke lantai atas.
Sepuluh menit kemudian, pukul 15.40 WIB, Putri masuk untuk tes PCR, disusul para ajudan yang menyertainya dari Magelang. Setelah tes PCR, Putri naik ke lantai 2 rumah itu. Di sini, kemungkinan terjadi cekcok antara keduanya.
Putri baru keluar dari rumah pribadi itu sekitar pukul 17.05 WIB. Ia, Richard, Yosua, dan Ricky melaju ke rumah dinas Sambo di Kompleks Polri yang hanya berjarak 500 meter dari situ. Pergerakan yang terekam kamera CCTV di rumah pribadi Sambo ini juga telah diulas dalam Lipsus edisi 25 Juli.
Lima menit kemudian, pukul 17.10 WIB, giliran Sambo keluar dari rumah pribadinya di Saguling. Setelah mobilnya jalan, tiba-tiba mobil itu berhenti, lalu mundur dan berbalik arah menuju rumah dinasnya di Kompleks Polri.
Sementara itu, rekaman CCTV di area Kompleks Polri Duren Tiga menunjukkan bahwa rombongan Putri tiba di rumah dinas sebelum pukul 17.12 WIB. Mereka disambut Kuat, asisten rumah tangga di rumah itu.
Sambo tiba pukul 17.12 WIB atau selang beberapa menit dari rombongan Putri. Dengan demikian, terdapat 6 orang di dalam rumah itu: Putri, Richard, Yosua, Ricky, Kuat, dan Sambo.
Pukul 17.20 WIB, Ricky dan Putri keluar dari rumah dinas untuk kembali ke rumah pribadi. Mereka tiba lagi di rumah Jl. Saguling pada pukul 17.23 WIB. Kamera CCTV di Saguling tak menangkap sosok Yosua ikut bersama mereka. Saat ini, Yosua telah tewas.
Ini menandakan peristiwa berdarah di rumah dinas Sambo terjadi dalam rentang waktu 8 menit yang sempit. Hal ini sekaligus membantah keterangan awal Mabes Polri dan Polres Jaksel saat kasus pertama kali dirilis. Ketika itu, disebutkan bahwa Yosua tewas dalam baku tembak dengan Richard sekitar pukul 17.00 WIB.
Lakon Sambo sang Dalang
Upaya Sambo mengaburkan fakta pembunuhan Yosua berlangsung sejak awal. Setelah Yosua tewas, ia mengambil pistol HS-9 milik Yosua dan menembakkan sejumlah peluru dari pistol itu ke beberapa tempat di rumahnya, termasuk ke dinding di bordes tangga, agar seolah-olah terjadi tembak menembak.
Setelahnya, menurut sumber kumparan, Sambo memanggil para anak buahnya di Divisi Propam untuk membersihkan TKP, membawa jenazah Yosua ke RS Polri, dan memanggil Inafis.
Tak cuma itu, sumber lain mengatakan bahwa Sambo memerintahkan anak buahnya untuk mengambil rekaman CCTV di rumah dinas dan merusaknya. Ini sebabnya dalam rilis awal, Polri menyebut CCTV di rumah dinas Sambo rusak dari dua minggu sebelum kejadian.
Padahal, jika rekaman CCTV tersebut masih utuh, kasus penembakan Yosua bisa diungkap lebih cepat dan tak berlarut-larut. Tanpa rekaman itu, Tim Khusus Polri sempat kesulitan mengusut kasus di pekan-pekan awal.
“Kami memahami, selama satu minggu pertama dibentuk, seolah-olah Timsus tidak bergerak. Kami kesulitan karena olah TKP awal tidak profesional dan beberapa alat bukti pendukung sudah diambil,” kata Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto.
Pada 8 Juli jelang magrib, rumah dinas Sambo mulai dipenuhi sejumlah personel, mayoritas dari Propam. Melihat rumah dinas Sambo ramai personel, Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan saat itu, AKBP Ridwan Soplanit yang bertetangga dengan Sambo, keluar rumah karena penasaran.
Saat kejadian, Ridwan sedang isolasi mandiri di rumahnya sambil berpuasa Arafah jelang Idul Adha. Ridwan tak tahu ada insiden berdarah di rumah Sambo. Saat ia datang ke rumah dinas Sambo jelang azan Magrib, TKP sudah mulai bersih. Di situ, Sambo bercerita ada baku tembak antara dua ajudannya, Yosua dan Richard.
Mendengar hal itu, AKBP Ridwan melapor ke Kapolres Jaksel saat itu, Kombes Budhi Herdi Susianto yang kemudian menelepon Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran untuk mengabarkan peristiwa tembak-menembak tersebut.
Dalam laporannya ke Irjen Fadil Imran, Kombes Budhi—yang juga sedang berpuasa—mengatakan akan mendatangi rumah dinas Sambo usai berbuka.
Bakda Magrib, Budhi berangkat dari rumahnya di BSD, Tangerang Selatan. Ia tiba di rumah dinas Sambo sekitar pukul 20.00 WIB. Kombes Budhi mendapati TKP sudah bersih. Ia tak melihat jenazah Yosua maupun genangan darah.
Kepada Kombes Budhi, Sambo kembali menyampaikan cerita karangannya soal baku tembak antara Yosua dan Richard. Malam itu pula, Sambo melaporkan cerita yang sama kepada Kapolri Listyo Sigit.
Kebohongan pertama merembet ke kebohongan-kebohongan lain. Sambo konsisten pada lakon yang ia bangun: ada tembak-menembak antara Yosua dan Richard.
Langkah yang diambil Sambo tentu tidak sesuai prosedur operasi standar (SOP) olah TKP. Bukannya segera melapor ke Polres Jaksel agar penyidik bisa memeriksa TKP, Sambo justru memanggil tim Propam untuk membersihkan TKP.
Imbas ketidakprofesionalan olah TKP dan rekayasa kasus yang dikomandoi Sambo, sejumlah personel Polri terseret. Menurut Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto, Tim Inspektorat Khusus sudah memeriksa 56 personel Polri.
Dari 56 orang tersebut, 31 di antaranya diduga melanggar kode etik profesi. Pangkat mereka beragam, mulai perwira tinggi sampai tamtama. Mayoritas merupakan anak buah Sambo di Divisi Propam Polri.
Dari 31 personel itu, 11 di antaranya, termasuk Sambo, telah ditahan di tempat khusus di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
“Tim Propam, Tim Irsus yang di Propam, sedang mendalami apakah mereka (31 personel) sadar [telah melanggar] atau atas perintah. Ini yang kemudian akan kami putuskan apakah masuk pidana atau etik,” ucap Kapolri.
Bharada Richard Pembuka Kunci
Titik balik benderangnya kasus Yosua terjadi setelah Bharada Richard mengubah keterangan di Berita Acara Pemeriksaan pada Sabtu malam, 6 Agustus. Sebelumnya, sore harinya, Irjen Sambo terlebih dahulu dibawa ke Mako Brimob.
Sabtu itu, pengacara Richard, Deolipa Yumara, telah berada di Bareskrim sejak pukul 15.00 WIB. Ia ditunjuk Bareskrim sebagai salah satu kuasa hukum Richard, selang beberapa jam setelah tim advokat Richard yang sebelumnya, Andreas Nahot Silitonga dkk., mundur.
“Sekitar jam 3 atau 4 sore, saya ngobrol panjang sama dia (Richard). Berdoa dulu, nyanyi lagu-lagu rohani, sampai dia tenang batinnya,” kata Deolipa.
Ia menggunakan pendekatan religius agar Richard tenang saat memberikan keterangan. Pada momen inilah, Richard sempat menangis ketika berdoa.
Selepas pukul 18.00 WIB, Richard siap mengutarakan unek-uneknya soal kasus Yosua. Di depan pengacara dan penyidik, Richard memberikan keterangan dengan cara menulis tangan.
Di tengah-tengah menulis, Richard sempat bertanya soal konsekuensi hukuman yang bakal dia terima jika ia menceritakan hal yang sebenarnya, termasuk apabila cerita itu direkayasa.
Richard seperti terpengaruh sesaat dengan skenario yang selama ini disiapkan Sambo untuknya.
“Saya bilang, apa yang kamu lakukan, itulah yang kamu sampaikan. Jangan pikir-pikir soal hukuman. Akhirnya dia ceritakan apa adanya dengan hati yang plong—lengkap, selengkap-lengkapnya,” kata Deolipa.
Richard menuliskan seluruh kronologi kasus penembakan Yosua yang sebenarnya di kertas A4 sebanyak 4 halaman. Ia juga mengajukan diri sebagai justice collaborator.
Kabareskrim Komjen Agus Andrianto menyatakan, perubahan drastis sikap Richard salah satunya karena ia telah bertemu orang tuanya.
“Bukan karena pengacara itu dia mengaku, tapi karena apa yang dilakukan oleh penyidik, apa yang dilakukan oleh Timsus—didatangkan orang tuanya; supaya dia terbuka bahwa ancaman hukumannya cukup berat dan ditanggung sendiri, sehingga dia secara sadar membuat pengakuan,” kata Agus.
Menko Polhukam Mahfud MD berpandangan, keterangan Richard yang membuka tabir kematian Yosua bisa membantunya dalam proses persidangan.
“Nanti Bharada E sampai ke pengadilan dan memberikan kesaksian apa adanya. Mungkin saja jika dia diperintah, dia bisa bebas," kata Mahfud MD .
Mahfud menekankan pemerintah akan terus mengawal penanganan kasus Yosua sampai ke persidangan.
“Langkah-langkah Timsus merupakan wujud komitmen Polri untuk usut tuntas perkara ini secara akuntabel, jujur, terbuka, transparan, sesuai harapan masyarakat,” tegas Kapolri.