Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Selama 2 pekan terakhir KPK begitu gencar melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Penyelenggara negara yang ditangkap tak main-main, mulai dari kepala daerah hingga menteri di Kabinet Indonesia Maju.
ADVERTISEMENT
Terkini, KPK menangkap pejabat Kementerian Sosial (Kemensos ) atas dugaan suap bansos corona pada Jumat (4/12) malam.
OTT pejabat Kemensos ini bukanlah yang pertama di era kepemimpinan Firli Bahuri . Tercatat, sudah 8 kali KPK Jilid V menggelar OTT, berikut daftarnya:
Bupati Sidoarjo , Saiful Ilah, menjadi pejabat negara pertama yang terjaring OTT KPK di era Firli. Saiful ditangkap pada 7 Januari 2020.
Meski demikian, OTT Saiful merupakan hasil penyelidikan yang dilakukan ketika KPK masih dipimpin Agus Rahardjo dkk.
Proses penyadapan pun masih menggunakan UU KPK yang lama, UU 30/2002, yakni tanpa melalui izin Dewan Pengawas.
Saiful ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap terkait sejumlah proyek infrastruktur di Sidoarjo.
ADVERTISEMENT
Ia telah menjalani sidang dan divonis selama 3 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain pidana badan, Saiful juga dihukum membayar uang pengganti Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, ditangkap KPK sehari setelah OTT Saiful Ilah, tepatnya pada 8 Januari 2020.
Wahyu ditangkap di dalam pesawat Batik Air saat hendak berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Tanjung Pandan, Bangka Belitung.
Ia ditangkap atas dugaan menerima suap dari eks caleg PDIP, Harun Masiku, senilai SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta. Suap tersebut diberikan agar Wahyu mengupayakan Harun Masiku sebagai anggota DPR F-PDIP menggantikan Riezky Aprilia melalui mekanisme PAW.
ADVERTISEMENT
Dalam perkara ini, para pihak yang diduga terlibat suap telah divonis bersalah.
Wahyu divonis 6 tahun penjara, kader PDIP Saiful Bahuri yang diduga sebagai perantara suap divonis 1 tahun 8 bulan penjara. Begitu pula mantan caleg PDIP, Agustiani Tio Fridelina, yang divonis 4 tahun bui.
Meski demikian, kasus ini masih menyisakan utang. Harun menjadi satu-satunya tersangka dalam kasus suap Wahyu yang belum ditangkap dan belum disidang.
Harun ditetapkan sebagai buronan sejak 17 Januari 2020. Artinya sudah sekitar 11 bulan KPK gagal menangkap Harun.
Saat 2 OTT awal KPK begitu meyakinkan, tak demikian dengan OTT ketiga yang bisa dibilang berantakan.
Pada 20 Mei 2020, KPK menangkap Kabag Kepegawaian Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Dwi Achmad Noor. Penangkapan itu bekerjasama dengan Itjen Kemendikbud.
ADVERTISEMENT
Dalam OTT itu, KPK menyita uang sebesar USD 1.200 dan Rp 27.500.000. Diduga uang tersebut berasal dari pihak Rektor UNJ, Komarudin.
Komarudin diduga meminta Rp 5 juta kepada sejumlah orang di UNJ untuk dikumpulkan ke Dwi. Uang tersebut diduga ditujukan kepada pejabat di Kemendikbud sebagai THR.
Usai OTT tersebut, KPK memeriksa sejumlah saksi, salah satunya Komarudin. Dari hasil pemeriksaan, KPK belum menemukan unsur keterlibatan penyelenggara negara sesuai ranah lembaga antirasuah itu. Sehingga, KPK melimpahkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya.
Namun pada akhirnya, Polda Metro Jaya pun menghentikan perkara tersebut karena dinilai tidak cukup bukti.
Belakangan, diketahui OTT tersebut bermasalah hingga membuat mantan Direktur Pengaduan Masyarakat (Dumas), Aprizal, disanksi etik oleh Dewas KPK.
ADVERTISEMENT
OTT keempat KPK era Firli terjadi pada 3 Juli 2020. Ketika itu, KPK menangkap pasangan suami-istri Bupati Kutai Timur, Ismunandar dan Ketua DPRD Kutai Timur, Encek UR Firgasih.
Ismunandar dan Encek ditangkap di sebuah hotel di Jakarta bersama beberapa pihak di antaranya Musyaffa selaku Kepala Bapenda, Suriansyah selaku Kepala BPKAD, dan Aswandini selaku Kepala Dinas PU.
Ismunandar bersama Encek serta Aswandini, Musyaffa, Suriansyah diduga menerima suap dari dua orang rekanan proyek yakni Aditya Maharani dan Deky Aryanto.
Ismunandar diduga menerima Rp 2,1 miliar dan Rp 550 juta dari Aditya dan Deky melalui Suriansyah dan Musyaffa. Uang itu diduga suap proyek yang dikerjakan Aditya dan Deky.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Ismunandar, Suriansyah, Musyaffa, dan Aswandini juga diduga menerima THR masing-masing senilai Rp 100 juta. Selain itu ada juga transfer Rp 125 juta untuk kepentingan kampanye Ismunandar.
Mereka kini tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Samarinda.
ADVERTISEMENT
KPK menangkap Menteri KP, Edhy Prabowo, pada Rabu (25/11) dini hari di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng. Edhy ditangkap usai tiba dari Hawaii, AS, bersama 16 orang lain. Penangkapan Edhy dilakukan setelah 4 bulan KPK puasa OTT.
Berdasarkan hasil gelar perkara, Edhy ditetapkan sebagai tersangka bersama 6 orang lain. Ia diduga menerima suap miliaran rupiah terkait suap penetapan eksportir benih lobster.
Selain Edhy, tersangka lain yakni Stafsus Menteri KP Safri, Stafsus Menteri KP Andreau Pribadi Misanta.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Siswadi selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK), Ainul Faqih yang merupakan staf istri Edhy Prabowo dan Amiril Mukminin. Terakhir, Suharjito yang merupakan Direktur PT Dua Putra Perkasa.
Dua hari setelah OTT Edhy, KPK menangkap Wali Kota Cimahi, Ajay Priatna. Ajay ditangkap bersama beberapa orang lain pada Jumat (27/11).
Setelah melalui gelar perkara, KPK menetapkan Ajay dan Komisaris RS Kasih Bunda, Hutama Yonathan, sebagai tersangka.
Ajay diduga menerima Rp 1,6 miliar dari commitment fee Rp 3,2 miliar yang dijanjikan Yonathan. Suap diduga diberikan agar Ajay memberi izin pengembangan pembangunan RS Kasih Bunda.
Bupati Banggai Laut, Wenny Bukamo, menjadi kepala daerah selain Ajay yang ditangkap KPK dalam OTT beberapa hari terakhir. Ia ditangkap bersama 15 orang lain pada Kamis (3/12).
ADVERTISEMENT
Setelah melalui gelar perkara, KPK menetapkan Wenny dan 5 orang lainnya sebagai tersangka.
Mereka adalah orang kepercayaan Wenny, Recky Suhartono Godiman; Direktur PT Raja Muda Indonesia, Hengky Thiono; Komisaris PT Bangun Bangkep Persada, Hedy Thiono; Direktur PT Antarnusa Karyatama Mandiri, Djufri Katili; dan Direktur PT Andronika Putra Delta, Andreas Hongkiriwang.
Keenam orang tersebut diduga terlibat suap proyek, salah satunya pembangunan jalan di Dinas PUPR Banggai Laut. Wenny diduga menerima suap sekitar lebih dari Rp 1 miliar dari para kontraktor.
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, menyatakan suap yang diduga diterima Wenny terindikasi dipakai untuk kampanye pemenangan di Pilkada 2020. Bahkan diduga suap akan digunakan untuk 'serangan fajar' sebelum pencoblosan pada 9 Desember.
ADVERTISEMENT
Diketahui Wenny maju di Pilkada Banggai Laut 2020 untuk kedua kalinya. Ia maju berpasangan dengan Ridaya La Ode Ngkowe.
Sehari setelah OTT Wenny, KPK menangkap pejabat Kementerian Sosial (Kemensos) bersama beberapa pihak lain pada Jumat (4/12) malam.
KPK menyatakan OTT tersebut diduga terkait bansos corona. Pejabat Kemensos yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) diduga menerima suap dari para vendor bansos.
"Dugaan korupsi PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) telah menerima hadiah dari para vendor PBJ (pengadaan barang dan jasa) bansos di Kemensos RI dalam penanganan pandemi COVID-19," ujar Ketua KPK, Firli Bahuri.
Meski demikian, belum diketahui identitas pejabat Kemensos yang terjaring OTT. Mereka tengah menjalani pemeriksaan intensif di KPK.
ADVERTISEMENT