8 Parpol Tanpa PDIP Bertemu, Bahas Kemungkinan MK Ketuk Pemilu Jadi Tertutup

30 Mei 2023 14:32 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung. Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung. Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengungkap 8 parpol di DPR RI tanpa PDIP, kembali menggelar pertemuan untuk membahas gugatan sistem Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
ADVERTISEMENT
PDIP dan PBB merupakan 2 parpol yang mendukung sistem Pemilu proporsional tertutup atau coblos partai.
Pertemuan itu didasari pernyataan eks Wamenkumham Denny Indrayana yang mengeklaim mendapat informasi bahwa MK akan mengubah sistem Pemilu menjadi proporsional tertutup.
"Barusan pertemuan dengan ketua fraksi masing-masing 8 partai itu, nanti pukul 16.00 WIB kami mau prescon," kata Doli di Gedung DPR RI, Selasa (30/5).
"Ya kan ini menghangat lagi nih soal isu terbuka tertutup gitu kan, Saudara Denny Indrayana kan mendapatkan informasi katanya hakim konstitusi sudah memutuskan gitu, nah makannya kami tadi kumpul," imbuhnya.
Sejumlah elite parpol berkumpul di Hotel Darmawangsa pada Minggu (8/1). Elite parpol yang hadir membahas sistem pemilu proposional tertutup. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Doli enggan merinci apa yang akan disampaikan 8 parpol kepada publik. Namun ia menegaskan, 8 parpol konsisten masih mendukung pemilu tetap digelar secara proporsional terbuka atau coblos nama.
ADVERTISEMENT
"Apa objektivitas itu? Pertama, saya kira 9 hakim konstitusi itu tetap akan menjaga marwah MK yang pernah memutuskan sistem pemilu ini [terbuka] di 2008. Saya kira itu kan keputusan resmi konstitusi. Saya kira kalau berubah, itu juga nanti banyak pertanyaan kenapa hal yang sama yang sudah final itu diubah lagi," imbuh dia.
Doli menjelaskan, saat ini sudah masuk tahapan Pemilu dan sudah jauh berjalan. Ia mengingatkan perubahan sistem Pemilu akan memberikan dampak signifikan.
"Kita punya tahapan pemilu 20 bulan, ini sekarang sudah berjalan 11,5 bulan, tinggal 8,5 bulan lagi. Kalau kita mengubah secara tiba-tiba di tengah perjalanan yang prosesnya sudah cukup panjang, ini akan menimbulkan implikasi yang tidak sedikit. Contoh dalam konteks penyelenggaraan, kemarin di Komisi II sudah memutuskan surat suara, bilik suara, semua itu kan disiapkan dalam peraturan sistem Pemilu terbuka," papar dia.
ADVERTISEMENT
"Nah bayangkan kalau tiba-tiba itu, berarti ada pembahasan ulang lagi. Partai politik sekarang di semua tingkatan sudah memasukkan nama-nama bakal caleg yang kurang lebih 20 ribu kalau diisi. Jadi ada 360 ribu orang yang terlibat di dalam proses ini. Kalau tiba-tiba itu dihentikan, ini tertutup ini kan enggak ada, jadi bubar jalan ini," terang dia.
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) bersiap memimpin jalannya sidang pengujian materiil UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan agenda pembacaan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/1). Foto: Indrianto Eko Suwarso/Antara Foto
Selain itu, masyarakat juga sudah terdaftar lho sebagai pemilih. Sehingga perubahan sistem Pemilu membutuhkan sosialisasi dengan biaya yang tak sedikit.
"Jadi kalau memang tiba-tiba tertutup kita punya hanya waktu 8 atau 7 bulan kalau diputus cepat nih untuk sosialisasi, mengubah mindset mereka dari terbuka menjadi tertutup. Itu juga akan berimplikasi. Setidaknya nanti bisa mengganggu terhadap kredibilitas pemilik," ujar dia.
ADVERTISEMENT
"Nanti masyarakat bingung ini aturan yang mana yang benar. Jadi muncul ketidakpastian. Kemarin A, Hari ini B, besok A lagi, nanti apa lagi. Jadi harus kita jaga juga, pemilu ini harus kita jaga kewibawaannya. Jadi sangat sampai penuh ketidakpastian," tutur Doli.