8 Warga Jabar Jadi Korban Perdagangan Orang, Dijanjikan Jadi ART di Luar Negeri

18 Maret 2024 16:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, Kompol Henrikus Yossi dan Kepala BP3MI Jawa Barat, Kombes Pol Mulia Nugraha dalam konferensi pers terkait TPPO di Polres Metro Jakarta Selatan, Senin (18/3/2024). Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, Kompol Henrikus Yossi dan Kepala BP3MI Jawa Barat, Kombes Pol Mulia Nugraha dalam konferensi pers terkait TPPO di Polres Metro Jakarta Selatan, Senin (18/3/2024). Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebanyak 8 warga Jawa Barat menjadi korban perdagangan orang. Mereka dijanjikan bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Wakasat Polres Metro Jakarta Selatan, Kompol Henrikus Yossi, mengatakan korban hendak diberangkatkan oleh seorang tersangka berinisial DA (36). Namun, DA memberangkatkan mereka secara ilegal.
"Dalam perkara ini juga terdapat 8 orang yang menjadi korban atau calon PMI (pekerja migran Indonesia) yang akan diberangkatkan secara tidak prosedural atau CPMI non prosedural," ujar Kompol Henrikus Yossi dalam konferensi pers di Polres Metro Jakarta Selatan, Senin (18/3).
Kasus ini terungkap setelah polisi menerima laporan dari BP3MI Jawa Barat. Saat itu suami salah satu korban berinisial IF mengadu bahwa istrinya diinformasikan akan dipekerjakan di Arab Saudi.
"Hal ini menjadi keberatan si suami, karena yang diketahui oleh suami dan keluarganya bahwa istrinya akan bekerja di Dubai," ucap Yossi.
ADVERTISEMENT
"Tetapi setelah beberapa hari istrinya berangkat dari rumah, yakni di Jawa Barat di Kabupaten Garut, ternyata didapatkan informasi bahwa istrinya tidak jadi diberangkatkan ke Dubai, melainkan akan dipekerjakan di Arab Saudi," tambahnya.
Barang bukti dari kasus TPPO di Polres Metro Jakarta Selatan, Senin (18/3). Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan
Mendapat laporan itu, polisi melakukan penyelidikan. Korban diketahui berada di apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan.
"Kami mendapatkan informasi bahwa bukan saja Saudara IF yang pada saat itu ditampung di apartemen Kalibata, melainkan ada 7 orang lainnya, yang juga ditempatkan atau ditampung di apartemen Kalibata yang saat itu sedang dipersiapkan untuk keberangkatan ke Arab Saudi," ujarnya.
Yossi menjelaskan delapan korban itu berasal dari berbagai daerah di Jawa Barat. Mereka ditawari pekerjaan oleh para pencari CPMI di berbagai daerah. Dari sana langsung diserahkan ke DA.
ADVERTISEMENT
DA yang mengurus semua kebutuhan para korban untuk berangkat ke luar negeri. Mulai dari visa, medical check up, hingga memberikan uang bekal kepada para korban sekitar Rp 3 juta-Rp 4 juta.
"Ini adalah uang bekal yang diberikan kepada calon pekerja migran non prosedural ini, sebagai dana bekal apakah dipakai mereka atau diberikan kepada keluarganya," jelasnya.
Mereka lalu ditampung di apartemen di Kalibata untuk menunggu visa mereka selesai. Dari delapan korban ada tiga yang visanya sudah selesai, namun rupanya itu bukan visa untuk bekerja.
Pelaku kasus TPPO dalam konferensi pers di Polres Metro Jakarta Selatan, Senin (18/3/2024). Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan
"Jadi visa yang diterbitkan tiga ini adalah visa ziarah. Jadi bukan terkait dengan kerja bukan tapi visa ziarah," ujarnya.
Dalam penyelidikan polisi menemukan DA bekerja atas suruhan seseorang berinisial Mr. M. Dia berada di Riyadh, Arab Saudi.
ADVERTISEMENT
"Mr. M inilah yang nantinya akan menerima 8 orang CPMI Non Prosedural ini ketika mereka sampai di Arab Saudi. Di Arab Saudi mereka dijanjikan mendapatkan gaji sekitar 1.200 Real atau sekitar Rp 4,5 juta," kata Yossi.
Dalam kasus ini, Polres Metro Jakarta Selatan mengamankan barang bukti 7 paspor dan 3 visa. Pihaknya juga mengamankan 1 handphone pelaku.
DA dijerat Pasal 81 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran dengan ancaman pidana 10 tahun. Ia juga dipersangkakan Pasal 2 UU Nomor 2021 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Perdagangan Orang dengan ancaman Pidana maksimal 15 tahun penjara.