92% Pemilih Dukung Konstitusi Baru Tunisia yang Beri Kuasa Penuh pada Presiden

26 Juli 2022 11:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Orang-orang mengambil bagian dalam protes terhadap referendum Presiden Kais Saied tentang konstitusi baru, di Tunis, Tunisia, 23 Juli 2022. Foto: REUTERS/Zoubeir Souissi
zoom-in-whitePerbesar
Orang-orang mengambil bagian dalam protes terhadap referendum Presiden Kais Saied tentang konstitusi baru, di Tunis, Tunisia, 23 Juli 2022. Foto: REUTERS/Zoubeir Souissi
ADVERTISEMENT
Mayoritas pemilik suara yang berpartisipasi dalam referendum, memberikan dukungannya terhadap perubahan Konstitusi Tunisia pada Senin (25/7/2022).
ADVERTISEMENT
Hasil tersebut diungkap oleh pusat penelitian opini publik, Sigma Conseil. Jajak pendapatnya menunjukkan, 92,3 persen dari seluruh pemilik suara yang berpartisipasi mendukung perubahan konstitusi.
Kendati demikian, pemilik suara yang mengikuti referendum itu hanya sedikit. Sigma Conseil menerangkan, jumlah pemilih hanya mencapai 25 persen.
Sementara itu, Otoritas Tinggi Independen untuk Pemilihan (ISIE) mencatat 27,5 persen jumlah pemilih. ISIE menjelaskan, sekitar 9,3 juta dari 12 juta penduduk terdaftar sebagai pemilik suara. Angka itu meliputi 356.000 warga di luar negeri.
Tetapi, hanya sekitar 7.500 di antara mereka yang mengikuti pemungutan suara tersebut. Sebab, oposisi telah menyerukan boikot.
Meski begitu, Sigma Conseil meyakini bahwa jumlah itu sebenarnya cukup bagus. Pasalnya, partisipasi dalam pemilu menurun secara bertahap sejak revolusi Tunisia pada 2011.
Orang-orang memberikan suara mereka di tempat pemungutan suara selama referendum konstitusi baru di Tunisia, Tunisia 25 Juli 2022. Foto: REUTERS/Zoubeir Souissi
CEO Sigma Conseil, Hasan al-Zarkoni, menanggapi survei tersebut. Menurutnya, orang-orang yang memberikan dukungan dalam referendum konstitusi berharap dapat memperbaiki kondisi negara.
ADVERTISEMENT
Sebagian lainnya merupakan pendukung Presiden Tunisia, Kais Saied. Mereka umumnya berusia 18-25 tahun. Zarkoni mengatakan, kaum muda dan kelas pekerja jarang mengikuti pemilu.
"[Mereka] berasal dari kelas menengah yang paling terkena dampak [krisis ekonomi selama bertahun-tahun] dan orang dewasa yang sadar akan situasi negara dan merasa tertipu secara ekonomi, politik dan sosial," jelas Zarkoni, dikutip dari AFP, Selasa (26/7/2022).
Setelah survei itu dipublikasikan, ratusan pendukung sang presiden merayakannya di pusat Kota Tunis. Mereka menepis peringatan bahwa rancangan konstitusi baru akan membangkitkan kediktatoran.
"Kedaulatan adalah untuk rakyat," teriak mereka, dikutip dari Reuters.
"Rakyat ingin memurnikan negara," seru yang lainnya.
Saied mengatakan, pihaknya akan merancang undang-undang pemilu segera setelah referendum tersebut. UU itu akan mengubah format pemilu lama yang dinilai tidak mencerminkan kehendak pemilih.
Presiden Tunisia Kais Saied. Foto: Fethi Belaid/AFP
Saied sempat menunjuk sebuah komite untuk merumuskan konstitusi baru. Namun, rancangan miliknya berbeda dengan yang diuraikan oleh komite tersebut.
ADVERTISEMENT
Ahli hukum yang memimpin komite itu adalah sekutu presiden hingga baru-baru ini, Sadeq Belaid. Dia mengatakan, versi sang presiden sangat berbeda dengan rancangan sebelumnya. Menurut Belaid, rancangan tersebut dapat membentuk rezim diktator.
Rancangan konstitusi tersebut akan memperkuat kekuasaan kepala negara. Perubahan itu akan menempatkannya sebagai panglima tertinggi dan kepala kekuasaan eksekutif.
Presiden akan dapat mengangkat dan memberhentikan seorang perdana menteri. Dia juga akan memiliki memiliki hak prioritas untuk rancangan undang-undang.
Saied hampir tak mungkin diberhentikan sebelum akhir masa jabatan lima tahunnya pada 2024. Pemungutan suara itu pun dilakukan setelah dia merebut kuasa setahun yang lalu.
Calon Presiden Tunisia, Kais Saied. Foto: AFP
Saied memecat pemerintah dan menggulingkan parlemen, sehingga memperburuk krisis politik dan ekonomi. Lawannya menuduh, Saied berupaya mencengkeram kekuasaan penuh.
ADVERTISEMENT
Pendukung Saied menolak tuduhan tersebut. Mereka mengatakan, perubahan itu diperlukan untuk memperbaiki sistem yang telah menciptakan pemerintahan buruk selama satu dekade.
Saied mengeklaim, Tunisia membutuhkan perubahan konstitusi untuk menyelamatkannya dari kelumpuhan.
Langkah Saied untuk melawan parlemen telah menuai popularitas dari kalangan rakyat. Ribuan orang bahkan membanjiri jalanan untuk mendukungnya saat itu.
Namun, ekonomi negara justru memburuk sejak tindakan tersebut. Dukungan terhadap Saied lantas semakin berkurang.
"Sekarang kami telah memberinya mandat politik baru untuk menghadapi lobi-lobi politik, kami meminta Saied untuk menjaga situasi ekonomi, harga dan pasokan makanan kami," kata salah satu pendukung Saied, Naceur.