Aceh Disebut Kota Intoleran, Sejumlah Anggota Dewan Protes

11 Desember 2018 12:05 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh pada 7 April 2012. (Foto: AFP PHOTO / Adek Berry)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh pada 7 April 2012. (Foto: AFP PHOTO / Adek Berry)
ADVERTISEMENT
Sejumlah anggota Dewan Rakyat Perwakilan Daerah Aceh (DPRDA) protes terkait hasil riset Setara Institute yang menempatkan Kota Banda Aceh sebagai salah satu kota paling rendah tingkat toleransinya. Mereka menganggap Setara Institute tidak mempertimbangkan kearifan lokal dan hukum yang berlaku di Aceh sehingga menempatkan Banda Aceh sebagai kota intoleran.
ADVERTISEMENT
Anggota DPRDA M. Tanwier Mahdi menyatakan, hasil riset Setara Institute tidak menggambarkan kenyataan. Kelompok agama dan etnis minoritas, disebut Tanwier, hidup tenteram di Banda Aceh.
Bentuk toleransi warga Banda Aceh dengan pemeluk agama dan etnis minoritas, kata Tanwier, tampak di kawasan Peunayong. Warga keturunan Tionghoa di kawasan pecinan itu bisa hidup tanpa pernah diganggu.
"Setara Institute telah mengeluarkan hasil riset yang tak wajar. Di Banda Aceh tidak pernah terjadi pergesekan antara kaum minoritas dan mayoritas hingga mengakibatkan pertumpahan darah dan mengorbankan nyawa akibat konflik antaragama seperti yang pernah terjadi di Ambon," ujar Tanwier Mahdi, di Banda Aceh Selasa (11/12).
Perayaan Imlek di Negeri Serambi Mekkah (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Perayaan Imlek di Negeri Serambi Mekkah (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Landasan Setara Institute yang menggunakan teori Brian J. Grim dan Roger Finke (2006) untuk menetapkan tingkat toleransi juga dikritisi Tanwier. Menurutnya, standar toleransi masyarakat di Indonesia tidak seharusnya berpatokan ke barat.
ADVERTISEMENT
"Indonesia sebagai negara hukum tidak sepatutnya mendefinisikan toleransi menurut versi Barat. Wacana toleransi tersebut standarnya harus dirumuskan menjadi undang-undang sehingga penilaian derajat kota toleran berlandaskan hukum yang berlaku," tegas anggota DPRA Komisi VI itu.
Perayaan Imlek di Negeri Serambi Mekkah (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Perayaan Imlek di Negeri Serambi Mekkah (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Di sisi lain, Tanwier melihat Setara Institute berlaku tidak intoleran terhadap hukum-hukum yang berlaku di Aceh. Pernyataan ini sesuai dengan definisi toleransi secara umum yaitu saling menghargai satu sama lain.
"Di Banda Aceh sikap saling menghargai satu sama lain telah mengakar turun temurun dan hukum-hukum yang berlaku ialah representatif dari seluruh kemajemukan yang ada di Aceh," ucapnya.
Perayaan Imlek di Negeri Serambi Mekkah (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Perayaan Imlek di Negeri Serambi Mekkah (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Mengkerdilkan Syariat Islam
Sementara anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh Irwansyah menilai riset Setara Institute terindikasi ingin mengkerdilkan pemberlakuan syariat Islam di Banda Aceh. Anggota DPRK Fraksi PKS ini, mempertanyakan apakah Setara Institute datang langsung dan melihat kondisi Banda Aceh saat ini.
ADVERTISEMENT
“Kalau dilihat realita di lapangan semua umat beragama hidup berdampingan dengan aman dan nyaman. Apakah mereka datang survei ke Banda Aceh? Atau hanya dengar dari orang-orang, lalu membuat kesimpulan, ini sebenarnya metode apa yang digunakan? Atau jangan-jangan ini seperti ada rencana untuk mengkerdilkan pemberlakuan syariat Islam di Banda Aceh,” sebut Irwan dalam keterangannya pada kumparan.
Polisi syariat Islam di Banda Aceh kembali menjatuhkan eksekusi hukuman cambuk terhadap pasangan gay. (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Polisi syariat Islam di Banda Aceh kembali menjatuhkan eksekusi hukuman cambuk terhadap pasangan gay. (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Saat ini kehidupan antarumat beragama di kota Banda Aceh terjalin dengan sangat harmonis. Semua umat beragama bebas menjalankan aktivitasnya tanpa ada gangguan. Bahkan bagi nonmuslim, kata Irwansyah, juga tidak terusik dengan pemberlakuan syariat Islam di Aceh. Dia mencontohkan, ada nonmuslim di Banda Aceh yang bersedia dihukum cambuk.
“Bahkan di Banda Aceh meskipun umat Islam mayoritas, namun nonmuslim bisa hidup berdampingan tanpa ada gangguan apapun. Maka kami sesalkan jika Banda Aceh dianggap tidak toleran,” kata Irwansyah yang merupakan politisi dari PKS ini.
Suasana Masjid Raya Baiturrahman di Aceh. (Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Masjid Raya Baiturrahman di Aceh. (Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa)
Irwansyah meminta Pemerintah Kota Banda Aceh menyampaikan protes secara resmi kepada Setara Institute atas hasil rilis mereka yang dinilai sangat merugikan ditengah sedang giat-giatnya menggerakkan sektor pariwisata Islami.
ADVERTISEMENT
“Meskipun Banda Aceh menjalankan syariat Islam, bukan berarti hal itu akan menghambat orang untuk datang, justru kami ingin menampakkan indahnya Islam itu dari Aceh,” ucapnya.
SETARA Institute sebagai lembaga penelitian demokrasi, kebebasan politik dan HAM merilis indeks kota toleran tahun 2018. Kota Banda Aceh sebagai ibu kota provinsi Aceh menempati urutan kedua paling bawah dari 92 kota yang diteliti dengan skor 2,830.