Aceh Masih Termiskin se-Sumatera, BPS Soroti Pengelolaan Dana Desa

15 Januari 2020 17:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh,  Wahyudin.  Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Wahyudin. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Aceh masih menempati urutan pertama provinsi termiskin se-Sumatera. Namun, secara nasional Aceh masuk dalam tujuh provinsi dengan penurunan persentase penduduk miskin tertinggi di Indonesia periode Maret-September 2019.
ADVERTISEMENT
Adapun tujuh provinsi yang mengalami penurunan persentase penduduk miskin ialah, Papua (0,98 persen), NTB (0,68 persen), Papua Barat (0,66 persen), NTT (0,47 persen), Bengkulu (0,32 persen), Lampung (0,32 persen), dan Aceh (0,31 persen).
September 2019 jumlah penduduk miskin di Aceh mencapai 810 ribu orang (15,01 persen). Angka ini berkurang sebanyak 9 ribu dibandingkan dengan penduduk miskin Maret 2019 yang jumlahnya 819 ribu orang (15,32 persen). Sementara jika dibandingkan dengan September 2018, jumlah penduduk miskin turun sebanyak 21 ribu (15,68 persen).
Kepala BPS Aceh, Wahyudin, menyebutkan selama periode Maret-September 2019 persentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan desa mengalami penurunan. Di perkotaan, persentase penduduk miskin turun sebesar 0,21 persen (dari 9,68 persen menjadi 17,68 persen). Sedangkan di pedesaan turun 0,35 persen (dari 18,03 persen menjadi 17,68 persen).
ADVERTISEMENT
“Periode Maret, Aceh masuk urutan ke lima dan sekarang sudah tujuh. Mudah-mudahan dengan program yang dijalankan pemerintah mampu menempatkan Aceh pada urutan ke satu penurunan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia,” kata Wahyudin di kantor BPS Aceh, Rabu (15/1).
Kendati demikian, meski secara persentase penurunan angka kemiskinan Aceh cukup bagus, tetapi provinsi paling barat Indonesia ini masih menempati posisi pertama termiskin se-Sumatera, dan urutan ke enam secara nasional.
Pemandangan dari atas Puncak Geurute, Meulaboh, Banda Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Meski anggaran yang dimiliki pemerintah Aceh cukup besar, seperti otsus dan dana desa tinggi, menurut Wahyudin, anggaran itu masih belum mampu secara efektif menurunkan angka kemiskinan. Disebabkan, anggaran yang dipergunakan tidak merata dan kurang tepat sasaran.
“Kita hanya ingin bagaimana Aceh keluar dari angka kemiskinan tertinggi di Sumatera. Salah satu solusinya dengan program lebih efektif. Sebenarnya sudah banyak program yang dilaksanakan pemerintah, termasuk program perlindungan sosial. Tapi memang keterjangkauannya belum merata dan sasarannya mungkin belum tepat.”
ADVERTISEMENT
Wahyudin berharap, kepada semua pihak terkait yang ada di Aceh untuk terus mengupdate data-data, khususnya mikro kemiskinan. Sehingga punya data dasar yang bagus untuk program penanggulangan kemiskinan.
“Update itu dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri,” ungkapnya.
Soroti Program Dana Desa
Program dana desa bisa dijadikan sebagai salah satu upaya untuk menurunkan angka kemiskinan di Aceh. Dikatakan Wahyudin, selama ini banyak dana desa dipergunakan untuk bantuan-bantuan seperti pembuatan jalan, saluran, dan infrastruktur lainnya.
“Tetapi yang mengerjakan itu bukan orang desa yang bersangkutan. Itu yang kita pantau. Mereka dari luar seperti Medan. Sehingga tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat tidak tercapai,” ujarnya.
Wahyudin menyarankan, setiap program atau kegiatan yang ada di desa, pemerintahan setempat harus mampu mengarahkan agar masyarakatnya sendiri yang mengerjakan. Hal itu menjadikan penambahan pendapatan untuk mereka.
ADVERTISEMENT
“Ada tiga lingkaran setan kemiskinan, yaitu pendapatan rendah, pendidikan rendah, dan kesehatan rendah. Akan tetapi kalau sudah ditingkatkan dari program desa, itu bisa mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Ruang itu dulu yang utama. Walaupun kita bahagia kalau tidak punya pendapatan tetap aja miskin,” tuturnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong Aceh, Azhari, mengaku mekanisme dana desa di Aceh sudah berjalan cukup baik. Bahkan, setiap tahun kepala daerah seperti bupati/wali kota mengatur kembali bagaimana penggunaan dana itu. Azhari juga membantah terkait pekerja yang didatangkan dari luar Aceh.
“Kalau konteks dana desa sih enggak. Itu kan beliau (kepala BPS) menyampaikan bisa jadi secara umum. Kalau dana desa itu sudah menggunakan orang desa,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT