Ada 135 Ribu Insiden Gigitan Ular di RI pada 2017, 35 Orang Tewas

24 Oktober 2018 15:37 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ular cokelat. (Foto: Benny Mazur via Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Ular cokelat. (Foto: Benny Mazur via Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Sebagai negara tropis, masyarakat Indonesia sangat rentan terkena serangan gigitan ular maupun hewan laut.
ADVERTISEMENT
Presiden Toxinology Society of Indonesia dr Tri Maharani mengatakan ada 135 ribu kasus insiden gigitan ular dan 35 orang di antaranya meninggal dunia.
“Kasus insiden 135 ribu dan kematian tahun 2017 kemarin 35 orang atau 4,8 persen karena kalau di WHO hanya boleh 2 persen saja. Itu sangat besar 2 kali lipat. Jadi Indonesia ini sedang dalam masalah karena data tidak ada, cara penanganan masih salah seperti diiket dan lain sebagainya,” ujar Tri kepada kumparan saat acara The 5th International Symposium on ASEAN Marine Animals and Snake Enviroment Envenoming Management (AMSEM) 2018 di Yogyakarta, Rabu (24/10).
Atas dasar tersebut, pihaknya telah meneken MoU dengan Malaysian Society Toxinology untuk edukasi, pelatihan, dan riset tentang gigital ular dan hewan laut.
ADVERTISEMENT
“Skil dari perawat dan dokter banyak yang juga tidak tahu. Makanya seminar ini digunakan untuk membuat dokter bisa mengupdate ilmu,” cetusnya.
Lanjutnya semua pulau di Indonesia ada kasus gigitan ular tapi memang jenisnya berbeda-beda sesuai lokasi. Indonesia bagian barat sama dengan Asia sedangkan bagian timur sama dengan Australia.
“Indonesia berusaha untuk mengubah. Memang bukan usaha yang mudah karena proses mengubah pandangan puluhan tahun untuk menjadi sebuah penanganan benar tidak mudah,” tuturnya.
“Ini kami sudah 6 tahun mengedukasi masyarakat awam, dokter, perawat dan tenaga kesehatan. Hasilnya sudah ada meski kurang. Jadi dibutuhkan kolaborasi antara provinsi demi provinsi dan negara-negara lain,” sebutnya.
Tri berharap kolaborasi tidak hanya berhenti dengan satu negara saja namun juga bisa merambah ke negara-negara lain.
ADVERTISEMENT
“Dengan kolaborasi harapannya masalah-masalah yang besar tidak bisa diselesaikan di Indonesia karena keterbatasan finansial dan teknologi itu bisa teratasi,” pungkasnya.
Sementara itu, Ahmad Khaldun Ismail dari Malaysian Society Toxinology mengatakan bahwa pihaknya akan memberikan dukungan agar penanganan gigitan ular dapat optimal. Selain itu, masyarakat juga perlu digugah kesadarannya untuk penanganan gigitan ular yang benar.
“Di Malaysia masih ada cara tradisional dan penyebaran maklumat-maklumat yang tidak betul disebarkan lewat teknologi juga di medsos WA dan lain-lain. Bukan hanya perawatan tapi bagaimana menangani maklumat yang tidak betul di luar sana,” pungkasnya.