Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Ditreskrimsus Polda Jatim telah mengantongi 3 nama calon tersangka kasus dugaan pemalsuan akta otentik dan korupsi penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) Gedung Graha Wismilak di Jalan Raya Darmo, Surabaya.
ADVERTISEMENT
Dirreskrimsus Polda Jatim, Kombes Pol M Farman, mengatakan pihaknya batal mengumumkan ketiga tersangka itu karena salah satunya baru meninggal dunia.
"Sementara untuk kita tetapkan harusnya tiga [calon tersangka], tapi kita baru dapat kabar duka ada salah satu calon tersangka meninggal dunia,” kata Farman kepada wartawan, Selasa (15/8).
Ketiga calon tersangka itu berkaitan dengan dugaan pelanggaran Pasal 266 dan 263 KUHP tentang pemalsuan surat. Mereka merupakan pihak penjual bangunan Graha Wismilak.
Farman menjelaskan, dalam periode tahun 1945 hingga 1993, gedung tersebut digunakan sebagai Mako Polresta Surabaya Selatan.
"Dikuasai dalam arti ditempati oleh Polri ini sejak tahun 1945 sampai tahun 1993 tanpa putus. Terakhir, tahun 1993 itu masih ditempati sebagai Mapolresta Surabaya Selatan,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam periode tersebut terdapat pihak-pihak yang ingin menguasai gedung itu lewat HGB. Gedung itu HGB-nya sempat mati, lalu muncul HGB baru dan diperjualbelikan. Hal itulah yang menjadi keanehan bagi polisi.
“Anehnya, dalam kurun waktu 1945 sampai 1993 pada posisi objek ini masih dikuasai. Kok ya bisa muncul HGB-HGB,” imbuhnya.
Akhirnya muncul HGB bernama Nyono Handoko pada 1992-1993 yang mengeklaim gedung itu. Kemudian, gedung itu pun dijual kepada Wismilak.
“Sehingga akhirnya ada PPJB [Perjanjian Pengikatan Jual Beli] antara Nyono Handoko dengan Willy Walla [Pemilik Wismilak] terhadap pembelian HGB yang sudah mati dan objek yang masih ditempati polisi tahun 1992,” ungkapnya.
Farman menerangkan, HGB degan nomor 648 dan 649 itu yang dijadikan dasar kepemilikan Graha Wismilak yang didasari pada SK Kanwil BPN Nomor 1051 dan 1052.
ADVERTISEMENT
Namun ternyata HGB tersebut tidak terdaftar di BPN yang seharusnya HGB itu muncul berdasarkan SK.
Berdasarkan itulah penyidik menganggap bahwa HGB yang dipegang Wismilak saat ini cacat hukum. Sehingga, penyidik juga akan memeriksa BPN.
“Namun faktanya kan jadi HGB itu. Makanya hasil dari gelar kemarin diputuskan bahwa HGB ini cacat hukum,” pungkasnya.
Wismilak Buka Suara
Di kesempatan lain, Kuasa Hukum Wismilak, Sutrisno, mengatakan penyidik tidak memilik dasar hukum untuk menyita dan menyegel Graha Wismilak.
“Itu tidak ada dasar hukumnya. Karena apa? Karena sampai hari ini sertifikat tanah dan bangunan masih milik Wismilak, sudah 30 tahun lebih sejak 1993,” kata Sutrisno.
Sutrisno menyampaikan, gedung itu telah dibeli oleh Wismilak melalui PT Gelora Djaja dari Nyono Handoko.
ADVERTISEMENT
"Jadi 1993, PT Gelora Djaja membeli tanah dan bangunan itu dari seseorang bernama Nyono. Nyono itu yang kemudian mendapatkan tanah dan bangunan itu, termasuk yang melakukan ruislag dengan Polres Surabaya Selatan,” terangnya.
“Jadi PT Gelora Djaja membeli tanah dan bangunan itu sudah dalam keadaan kosong, enggak ikut-ikut masalah ruislag. Jadi sertifikat HGB (hak guna bangunan) sudah atas nama Nyono, [Wismilak] enggak ada kaitan dengan Polres Surabaya Selatan,” lanjut dia.