Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Adu Beking di Pilkada Jakarta: Prabowo-Jokowi vs Anies-Ahok
25 November 2024 19:32 WIB
·
waktu baca 11 menitElektabilitas Pramono Anung dan Rano Karno salip Ridwan Kamil dan Suswono di Jakarta. Perang pengaruh tokoh publik seperti Anies Baswedan, Ahok, dan Jokowi dinilai ikut menentukan peta pilgub, termasuk di Pilkada Jakarta .
***
Taman Lapangan Banteng di Jakarta Pusat dipadati pendukung paslon nomor urut 1 Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil dan Suswono (RIDO). Hari itu, Sabtu 23 November 2024, adalah hari terakhir kampanye sebelum memasuki masa tenang. Namun, pucuk pimpinan parpol-parpol pendukung RIDO tak menghadiri kampanye akbar tersebut. Tidak juga Jokowi dan SBY yang sebetulnya ada di kubu itu.
Ironis, padahal RK-Suswono mendapat sokongan partai politik paling banyak di Jakarta (14 parpol anggota KIM Plus, termasuk 7 yang duduk di parlemen). Tapi hari itu, paling banter hanya perwakilan parpol yang berorasi di panggung, bukan ketua umumnya.
Meski dua mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jokowi, sempat disebut-sebut bakal hadir di Lapangan Banteng, nyatanya Jokowi memilih berkampanye di Jawa Tengah untuk memperkuat Ahmad Luthfi-Taj Yasin, sedangkan SBY terbang ke luar negeri untuk berobat.
Situasi “sepi” serupa terjadi pada kampanye akbar RK-Suswono 10 hari sebelumnya di Lapangan Cendrawasih, Jakarta Barat. Saat itu, Kamis 13 November, hanya Pelaksana Harian Presiden PKS Ahmad Heryawan yang menghadiri kampanye tersebut.
Ketua Tim Pemenangan RIDO Ahmad Riza Patria menjelaskan, para ketua umum partai anggota KIM Plus tidak ikut berkampanye di Jakarta pada 23 November karena mereka berbagi tugas untuk berkampanye di daerah-daerah lain. Sementara saat kampanye 13 November, menurut Jubir RIDO Herzaky Mahendra Putra, para ketum—yang sebagian di antaranya merupakan menteri—sedang menjalankan tugas kabinet.
“Ketidakhadiran ketum itu karena ada tugas dari negara. Mereka melakukan tanggung jawab utamanya. Nanti kalau datang [kampanye saat hari kerja], yang diomongin bukan ‘Solid karena ketum datang semua’ tapi ‘Pejabat negara enggak kerja malah sibuk kampanye,’” kata Herzaky kepada kumparan, Jumat (22/11).
Di sisi lain, sumber berbeda di kalangan parpol mengatakan, dukungan Jokowi ke RK yang telah diutarakan terbuka diduga cenderung berdampak negatif ke elektabilitas RK yang kini turun beberapa persen. Artinya, menurut sumber itu, “cawe-cawe” Jokowi di Pilkada Jakarta malah menguntungkan lawan utamanya, Pramono Anung-Rano Karno, yang kini elektabilitasnya makin naik berkat dukungan Anies Baswedan.
Itu pula sebabnya, menurut sumber tersebut, Jokowi tak turun berkampanye untuk RK di Jakarta, dan fokus membantu pemenangan Ahmad Luthfi di Jawa Tengah.
Masih di hari kampanye terakhir, Sabtu 23 November, paslon nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno, berkampanye di Stadion Madya Gelora Bung Karno dihadiri dua mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Fauzi Bowo (Foke), plus keluarga besar Anies Baswedan (tanpa Anies).
Walau Anies tak hadir di kampanye terakhir Pram itu, ia telah ikut terjun berkampanye untuk Pram-Rano dua hari sebelumnya, Kamis 21 November, di Lapangan Blok S, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dalam kampanye bertajuk “Apel Siaga Kawal TPS dan Rapat Akbar Warga Kota” itu, Anies menitipkan keberlanjutan program-programnya semasa memimpin Jakarta kepada Pram-Rano.
Keesokannya, Jumat 22 November, Anies pun menemani Pram blusukan ke Kecamatan Kapuk di Cengkareng, Jakarta Barat. Ia terus menggemakan dukungannya secara terbuka untuk Pramono Anung-Rano Karno, termasuk dengan mengunggah konten-konten kebersamaannya dengan Pram di media sosial.
Sumber di lingkaran Pramono menyebut, Pram sengaja tidak menggabungkan Anies dan Ahok dalam satu kampanye meski mendapat dukungan dari keduanya. Pram berkampanye bersama Anies pada 21 dan 22 November, lalu bersama Ahok pada 23 November. Strategi ini diyakini tim Pram-Rano paling tepat dan bijaksana.
Selain itu, menurut sumber itu, Pram-Rano tidak membawa-bawa atribut PDIP selama berkampanye agar tidak diidentikkan dengan satu kekuatan politik saja. Alih-alih dominan merah warna khas PDIP, kampanye paslon nomor 3 itu selalu bernuansa oranye—warna yang dianggap identik dengan Jakarta.
Ketua Umum Megawati Soekarnoputri bahkan tak tampak ikut berkampanye untuk Pram dan Rano. Menurut Jubir Pram-Rano, Chico Hakim, Mega memang memutuskan memantau saja karena ia telah menugaskan banyak personel dan kader untuk turun ke lapangan memenangkan calon-calon usungan PDIP di berbagai daerah.
“Cukup diwakili oleh senior-senior DPP. Apalagi momentumnya juga sudah cukup baik, jadi Ibu merasa tidak perlu ikut turun,” jelas Chico.
Rangkaian strategi dan limpahan dukungan yang didapat Pram membuatnya yakin bakal memenangi Pilkada Jakarta satu putaran.
Sebelum Anies menyuarakan dukungan terbuka kepadanya pun, berdasarkan survei internal, Pram-Rano telah melejit elektabilitasnya ke angka 51%. Berikutnya, dukungan Ahok membuat elektabilitas mereka bertambah 1,5%; dan dukungan Anies diklaim menambah elektabilitas 4% lagi.
Elektabilitas Pramono-Rano Salip RK-Suswono
Situasi saat ini berbalik dengan September 2024, kala ketiga paslon di Pilkada Jakarta baru ditetapkan KPU. Ketika itu, dua lembaga survei kenamaan mencatatkan elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono berada di atas angin.
Pada survei 6–12 September 2024, Lembaga Survei Indonesia (LSI) memperlihatkan elektabilitas RK-Suswono berada di angka 51,8%, jauh meninggalkan pesaingnya, Pram-Rano di angka 28,4% dan Dharma-Kun 3,2%.
Begitu pula pada survei Poltracking 9–15 September mencatatkan keunggulan RIDO di angka 47,5%, disusul Pram-Rano 31,5% dan Dharma-Kun 5,1%. Namun, saat itu proporsi pemilih yang belum menentukan pilihan pada kedua survei tersebut berkisar 12,8–15,9%.
Memasuki masa kampanye, kedigdayaan RK-Suswono tak bertahan. Berdasarkan data enam lembaga survei yang menggelar jajak pendapat pada jangka waktu berbeda antara September hingga November 2024, tren elektabilitas RIDO, Dharma-Kun, dan undecided voters semakin turun.
Sebaliknya, elektabilitas Pram-Rano meningkat dan mulai menyalip Ridwan Kamil-Suswono pada pertengahan Oktober 2024. Tak lama kemudian, awal November, RK sowan ke kediaman Jokowi di Solo membawa tas merah muda berisi kue lapis khas Bogor.
Sebelum pertemuan di Solo itu, belum ada pernyataan terbuka mengenai dukungan Jokowi ke Ridwan Kamil. Menurut RK, Jokowi hanya memberi ragam nasihat dan saran, termasuk soal gagasan membangun Jakarta.
Seiring waktu, ujar Jubir RIDO Herzaky, pihaknya menerima informasi tentang adanya kubu politik tertentu yang mengeklaim dekat dengan Jokowi. Inilah pemicu pertemuan RK-Jokowi di Solo. Sesudahnya, Jokowi sepakat untuk menegaskan sikap di depan publik terkait dukungannya kepada RK di Pilkada Jakarta.
“Dari perbincangan [di Solo], muncul wacana [Jokowi] mau endorse (dukung). Sama-sama ngomongnya, [RK dan Jokowi] bersepakat. RK juga merasa terhormat Pak Jokowi berkenan,” kata Herzaky.
Alhasil, Jokowi—yang bermukim kembali di Solo selepas jabatannya sebagai presiden—bertolak ke Jakarta dan mendeklarasikan dukungan untuk RK-Suswono di Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (18/11).
Perkara survei RK-Suswono yang trennya turun, Herzaky menyebut pihaknya sudah mengalkulasi pertarungan akar rumput di tingkat tempat pemungutan suara (TPS). Ia mengeklaim bahwa berdasarkan hitungan itu, suara RIDO diperkirakan lebih dominan. Namun Herzaky enggan menyebut angkanya.
“Kalau masih sibuk bahas survei, apalagi untuk memengaruhi opini publik, [tak berpengaruh]. Nanti [toh akan] kelihatan kami punya basis kuat di grassroots. Semua yang sudah biasa bertarung di pilgub tahu betul, hari-hari [kampanye] gini yang paling penting adalah bagaimana kekuatan kita di grassroots,” kata politisi Demokrat itu saat diwawancara sebelum masa tenang.
Sementara kubu RK meragukan hasil survei, kubu Pram justru meyakini kebenarannya. Chico Hakim, misalnya, menyitir survei Polmark 7–15 November yang menunjukkan keunggulan Pram-Rano (40,3%) ketimbang RK-Suswono (34,8%).
Survei itu juga memperlihatkan 21,7% suara belum menentukan pilihan. Jika undecided voters itu turut dihitung, Chico meyakini Pram-Rano bakal menang satu putaran.
Chico juga menyitir hasil survei Indopolling 8–15 November yang memperlihatkan kedigdayaan Pram-Rano (47,3%) dibanding RK-Suswono (39,4%). Pada survei ini, terdapat 9,5% responden yang belum menentukan pilihan.
“Kalau kita bagi rata [suara undecided voters ke tiga paslon], itu pun kami (Pram-Rano) masih dapat di atas 50%,” tegas Chico.
Sementara itu, Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan berpendapat bahwa peluang terjadinya satu atau dua putaran di Pilkada Jakarta masih sama-sama kuat. Simpulan itu ia ambil setelah menganalisis hasil sejumlah survei seperti Kompas, SMRC, dan Polmark yang menunjukkan keunggulan Pram-Rano di kisaran 40%, belum melebihi 50%.
“RIDO dan Pram-Rano itu posisinya sama kuat. Memang ada kecenderungan tren Pram-Rano naik, sedangkan RIDO turun. Cuma belakangan terlihat turunnya RIDO itu mulai berhenti,” ujar Djayadi kepada kumparan, Kamis (21/11).
Menurut Djayadi, Pilgub Jakarta satu putaran bisa terjadi jika suara paslon nomor 2, Dharma-Kun, tetap 5% sesuai hasil survei sejumlah lembaga; dan suara undecided voters terdistribusi dominan ke salah satu paslon.
Pun begitu, ujar Djayadi, belum diketahui apakah peluang satu putaran bakal menguntungkan Pram-Rano atau RK-Suswono.
Pilgub dua putaran juga mungkin terjadi jika sebaran suara undecided voters terdistribusi secara proporsional ke setiap paslon. Asumsinya, RIDO dan Pram-Rano bakal mendapatkan masing-masing 40% suara sesuai hitungan kasar beberapa survei terakhir.
“Berarti masih ada 20% pemilih diperebutkan, 5%-nya punya Dharma-Kun, berarti tinggal 15%. Kalau terdistribusi secara proporsional, masing-masing 7,5% (bagi RIDO dan Pram-Rano), maka masing-masing dapat 47,5% kan tidak ada yang menang, lalu dua putaran,” ujar Djayadi.
Peneliti SMRC Saidiman Ahmad berpendapat bahwa data yang ada dari lembaganya menunjukkan Pram-Rano unggul di 46,0% pada survei 31 Oktober-9 November. Tetapi dengan memperhatikan margin of error (survei bisa melenceng lebih besar atau lebih kecil dari hasil yang ditunjukkan) sebesar 2,9%, maka tambahan angka tersebut juga belum bisa melampaui 50%.
“Tetapi kalau kita lihat tren 2 bulan terakhir, suara Pramono-Rano naik dari 28,4%, sekarang 46%. Sementara RK konsisten turun dalam 2 bulan terakhir. Kalau ini terus berlanjut tentu ada potensi 1 putaran walau data sekarang belum menunjukkan itu, dan Pram-Rano lebih potensial masuk (menang),” ujar Saidiman, Kamis (21/11).
Faktor Anies-Ahok Untungkan Pram
Djayadi Hanan menjelaskan, ada tiga hal yang membuat elektabilitas Pramono-Rano melejit: kenaikan popularitas, kombinasi etnis paslon, dan beking atau dukungan politik dari figur berpengaruh.
Dukungan politik untuk Pram-Rano antara lain datang dari Anies Baswedan, figur berpengaruh yang merupakan capres 2024 sekaligus bakal calon gubernur yang gagal melenggang di Pilkada Jakarta untuk periode keduanya.
LSI melakukan survei eksperimen soal dukungan Anies ini pada survei 6–12 September 2024. Hasilnya, dukungan Anies untuk Pram-Rano akan menurunkan elektabilitas RK-Suswono dari 51,7% menjadi 40,5%. Sebaliknya, jika Anies mendukung RK-Suswono, elektabilitasnya Pram-Rano maupun RK-Suswono tak bakal berubah signifikan.
Basis pendukung Anies pada Pilpres 2024 di Jakarta ialah 41,07% yang kebanyakan merupakan pemilih PKS, partai yang meraup 19,01% suara warga Jakarta pada Pileg 2024. Artinya, selisih jumlah pemilih Anies di pilpres dan pemilih PKS—yang mengusung Suswono—menjadi potensi suara yang bisa dipindahkan Anies ke salah satu calon.
Keberadaan Anies sebagai beking Pram-Rano diperkuat dengan dukungan Ahok yang—menurut peneliti SMRC Saidiman—selalu masuk tiga besar dalam bursa cagub Jakarta sebelum penetapan paslon oleh KPU. Kini, menurut Saidiman dan Djayadi, pendukung Ahok akan sangat solid mendukung Pram-Rano.
Meski Herzaky mengibaratkan Anies dan Ahok sebagai air dan minyak “yang tak akan bisa bergabung”, timses Pram-Rano dinilai mampu mengelola potensi keributan itu dengan tidak pernah menghadirkan Anies dan Ahok secara berbarengan selama kampanye.
Di sisi RK-Suswono, Herzaky menyebut dukungan Jokowi dan Prabowo di balik pencalonan RIDO beserta parpol koalisi KIM Plus dan relawan juga kuat.
“Jelas gitu [pesannya] silakan, jika Anda pendukung Jokowi dan Prabowo ya Anda tahu harus memilih siapa kan begitu,” tegas Herzaky. Pada Pilpres 2024 lalu di Jakarta, Prabowo-Gibran unggul dengan jumlah pemilih sebesar 41,67%.
Djayadi Hanan menilai endorsement Jokowi akan membantu RK-Suswono untuk menggaet loyalisnya di Jakarta dari latar belakang etnis Jawa. Inilah yang menurutnya menahan laju penurunan elektabilitas RK-Suswono belakangan ini meski hal itu belum mampu membuatnya unggul kembali (rebound).
Faktor berikutnya yang menguntungkan Pram adalah kenaikan popularitasnya yang mencapai 30%. Saat masuk gelanggang pilkada, figur Pram—yang selama ini bekerja di balik meja sebagai seskab—kurang dikenal masyarakat sehingga hanya 40% popularitasnya, tetapi angka itu sudah naik ke 70-an%. Kenaikan popularitas itu dinilai bakal menyumbang kenaikan elektabilitas Pram-Rano.
Sedangkan popularitas RK menurut Djayadi sudah mentok hampir 100% sehingga elektabilitasnya dari faktor kedikenalan figur akan sulit naik. Di sisi lain, kenaikan elektabilitas Pram-Rano juga disumbang oleh Rano Karno yang sangat dikenal sebagai Si Doel di kalangan masyarakat.
Djayadi dan Saidiman sepakat bahwa faktor selanjutnya yang mendulang naiknya suara Pram-Rano ialah faktor sosiologis. Faktor ini penting karena menurut Saidiman tidak ada yang menjadi petahana di Pilgub Jakarta 2024.
Dalam survei LSI dan SMRC, basis responden survei paling banyak berlatar belakang suku Jawa 36%, Betawi 28%, dan Sunda 14%. Faktor sosiologis ini menurut Saidiman tidak otomatis terkonversi ke suara, tetapi setidak-tidaknya pasangan yang merepresentasikan etnis ini memiliki ceruk dukungan.
“Saya melihat ada kecenderungan etnis Jawa dan Betawi lebih direpresentasikan oleh Pramono-Rano. Suswono juga orang Jawa, tapi Pramono ini sangat identik [dengan Jawa]. Dia adalah salah satu elite utama PDIP yang kita tahu bahwa PDIP memang basis masanya selama ini Jawa. Sementara Rano Karno sangat identik Betawi karena ‘Si Doel Anak Betawi’,” tutup Saidiman.