Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Adu Strategi: Gerilya, Sosialisasi dan Blusukan
26 Januari 2017 14:51 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
ADVERTISEMENT
Istilah blusukan populer pada awal tahun 2012 yang dilekatkan oleh media kepada sosok Joko Widodo. Istilah itu sukses mengantarkan Jokowi sebagai gubernur DKI Jakarta, dan berlanjut mengantarkannya menjadi Presiden RI.
ADVERTISEMENT
Tapi istilah blusukan ternyata tak lagi ramai terdengar di Pilgub DKI sekarang. Kenapa? Rupanya, para kandidat sudah punya istilah masing-masing untuk mengganti istilah kampanye, selain karena tak ada penggunaan istilah tertentu dari media untuk cagub atau cawagub.
Pasangan calon Agus-Sylvi mengganti istilah kampanye dengan gerilya, Anies-Sandi menyebut kampanye sebagai sosialisasi, dan Ahok mempertahankan istilah lamanya dengan Jokowi, yaitu blusukan.
Ketiga istilah itu diketahui dari setiap agenda yang dibagikan timses kepada media, maupun bahasa yang digunakan para kandidat atau tim sukses mereka di media sosial. Apa alasannya?
Gerilya Agus-Sylvi
"Gerilya itu kan bersama-sama masyarakat berjuang membela kebenaran. Jadi sesuai dengan tujuan kami yang ingin mengajak masyarakat untuk bersama-sama membela kebenaran, melakukan kebaikan," ucap cawagub Sylviana Murni, kepada kumparan, Kamis (19/1).
ADVERTISEMENT
Gerilya jika melihat terjemahan Kemendikbud dalam KBBI, diartikan sebagai 'cara berperang yang tidak terikat secara resmi pada ketentuan perang, biasanya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan secara tiba-tiba. Atau perang secara kecil-kecilan dan tidak terbuka'.
Wikipedia menjelaskan gerilya sebagai salah satu strategi perang yang dikenal luas, karena banyak digunakan selama perang kemerdekaan di Indonesia pada periode 1950-an. Jenderal A.H. Nasution yang pernah menjabat pucuk panglima Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD) menuliskan di buku 'Pokok-pokok Gerilya'.
Sylvi mengakui bahwa istilah gerilya yang digunakan Agus-Sylvi, sebagai personifikasi dari Agus Yudhoyono yang merupakan mantan prajurit militer. Tepatnya, terakhir menjabat Komandan Batalyon Mekanis 203/Arya Kemuning berpangkat mayor.
"Mas Agus dari militer dan ayah Mpok Sylvi juga berasal dari militer. Jadi istilah gerilya ini sepertinya sudah mendarah daging," lanjut mantan Deputi Gubernur DKI Bidang Pariwisata dan Kebudayaan itu.
ADVERTISEMENT
Untuk memperkuat branding 'gerilya', Agus-Sylvi dan timnya mengenalkan baju tactical berwarna hitam sejak mereka resmi menjadi kandidat. Untuk armada, Agus menggunakan mobil Nissan Navara hitam yang terlihat cocok dengan citra gerilya.
Lalu apa pengaruhnya dengan gaya kampanye Agus-Sylvi?
Pengamatan kumparan sepanjang mengikuti kampanye Agus, penggunaan istilah 'gerilya' tidak berimplikasi langsung kepada cara atau pendekatan Agus dalam menemui masyarakat. Dengan slogan #JakartaUntukRakyat, Agus tak mengesankan diri sebagai militer bertemu sipil.
Pola kampanye Agus hampir selalu sama di setiap tempat: menyapa masyarakat, salaman dan melayani selfie, menjelaskan program-program (paling sering dana Rp 1 miliar untuk RW per tahun), dan mengajak masyarakat memilih Agus-Sylvi.
Sosialisasi Anies-Sandi
Beda lagi dengan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, mereka selalu menggunakan istilah 'sosialisasi' saat memberitahu agenda kampanye kepada wartawan. Namun saat dikonfirmasi, Anies menolak hanya 'sosialisasi' saja, karena ada satu lagi yaitu 'aspirasi'.
ADVERTISEMENT
"Saya pakai dua (istilah), aspirasi dan sosialisasi. Justru kita lebih banyak menangkap aspirasi," ucap Anies kepada kumparan di sela kampanye di Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, Jumat (20/1).
Jika merujuk pada kbbi.kemendikbud.go.id, arti sosialisasi yang sesuai adalah 'proses belajar seseorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat dalam lingkungannya'. Sementara 'aspirasi' adalah harapan dan tujuan untuk keberhasilan pada masa yang akan datang.
Versi wikipedia, sosialisasi adalah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan, dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory), karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
ADVERTISEMENT
"Lebih banyak kita menerima aspirasi masyarakat. Jadi ini perjalanan spiritual buat saya, lebih dari sekadar kampanye. Mendengar, menangkap aspirasi, itu yang saya rasakan di sini. Namanya memang aspirasi dan itu justru yang paling utama," lanjut mantan Mendikbud itu.
Istilah sosialisasi dan aspirasi, memang sesuai dengan gaya Anies-Sandi. Namun juga secara objektif sesuai untuk semua kandidat, karena memang itu yang mereka lakukan: mensosialisasikan program dan menyerap aspirasi di masyarakat.
Pengamatan kumparan selama mengikuti kampanye Anies, polanya sama dengan Agus yaitu menyapa masyarakat, melayani selfie dan salaman, menjelaskan program andalan (paling sering program lapangan kerja dan pendidikan).
Selebihnya, ada gimmick-gimmick kampanye yang juga dilakukan cagub lain, seperti bernyanyi atau berjoget bersama warga. Hampir sama dengan Agus, Anies juga kerap mengajak masyarakat untuk memilih dirinya dalam pemungutan suara nanti.
ADVERTISEMENT
Hanya saja Anies tak lebih sering dibanding Agus. Bahasa yang pernah dipakai Anies: 'Mau gubernurnya baru atau tetap? Kalau mau gubernurnya baru, jangan lupa tanggal 15 Februari pilih nomor 3'.
Blusukan Ahok-Djarot
Terminologi 'blusukan' (dibaca dalam bahasa Jawa: blusu-an) digunakan oleh tim Ahok-Djarot untuk mengganti istilah kampanye dalam Pilgub DKI 2017. Mengapa istilah ini kembali digunakan?
"Nggak ada alasan spesifik. Saya melihat term yang dipakai dan dipopulerkan oleh Pak Jokowi, term ini masih kuat di memori masyarakat sebagai antitesis 'pejabat lama' yang biasa pakai istilah turba atau sidak," ucap Juru Bicara Tim Ahok-Djarot, Raja Juli Antoni, kepada kumparan, Senin (23/1).
Menurut Toni, istilah blusukan lebih kultural yang didapatasi dari bahasa daerah sehingga lebih merakyat, dibandingkan dengan istilah kampanye biasa atau diadaptasi menjadi 'gerilya' dan 'sosialisasi'.
ADVERTISEMENT
"Gerilya terlalu militeristik, sosialisasi terlalu akademik," kata Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu.
Blusukan menurut Badan Bahasa Kemendikbud, secara etimologi berasal dari bahasa Jawa yaitu kata dasar blusuk ‘masuk’, dan akhiran –an (afiks verba) yang berarti ‘masuk-masuk ke tempat tertentu untuk mengetahui sesuatu’.
Dalam bahasa Jawa, blusukan merupakan verba seperti dolanan ‘bermain’, sarungan ‘memakai sarung’, dan oyak-oyakan ‘kejar-kejaran’. Kalau dibandingkan dengan bahasa Indonesia, afiks –an pada umumnya membentuk kata benda dan berarti ‘hasil’ atau yang di-‘, misalnya, arahan ‘hasil mengarahkan atau yang dijadikan arah’, rujukan ‘yang dirujuk’, pimpinan ‘hasil memimpin’, dan suruhan ‘yang disuruh’. Kata blusukan telah diserap ke dalam bahasa Indonesia secara utuh.
Pengamatan kumparan saat mengikuti Ahok kampanye, istilah blusukan ini diterjemahkan Ahok dengan pola kampanye yang berbeda dengan dua cagub lainnya. Meski sama-sama masuk ke permukiman warga, bersalaman lalu selfie, tapi Ahok hampir tidak pernah menyampaikan program kerja.
ADVERTISEMENT
Ahok hanya lebih banyak bicara soal program yang sudah berjalan di bawah kepemimpinannya, misal soal pembangunan RPTRA, layanan TransJakarta, rumah susun, KJP dan KJS serta lainnya. Satu lagi yang beda, Ahok tidak pernah meminta warga memilihnya di TPS.
"Pak Ahok cuma mengecek progres pembangunan. Apa banjir sudah nggak ada masalah? Saluran air bagaimana? Apa ada keluhan? Pak Ahok nggak pernah ngajak warga pilih nomor 2," ujar Toni.
"Keluhan masyarakat dicatat oleh sekretaris atau ajudannya. Kalau nanti sudah aktif lagi akan segera di-follow up," imbuhnya.
Namun, istilah blusukan Ahok ini diwarnai dengan adanya beberapa kali penolakan warga terhadap Ahok, terkait kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok dan kini menempatkannya sebagai terdakwa.
ADVERTISEMENT
Penolakan itu lalu disiasati oleh tim sukses dengan lebih banyak menggelar pertemuan di markas pemenangan, Rumah Lembang, Jalan Lembang, Jakpus. Ahok mengundang warga untuk datang, sehingga tidak hanya dia yang menemui warga di permukiman.
Jadi, bagaimana menurutmu tentang penggunaan istilah kampanye ketiga cagub?